Gawat! 25 Persen Luas Hutan Tersisa di Sulsel Terancam Tambang Nikel

Ekspansi perusahaan tambang kian masif di Sulsel

Makassar, IDN Times - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin menyampaikan hasil riset mengenai kondisi hutan di Sulsel yang sangat kritis dan nyaris habis. Kerusakan disebabkan karena ulah perusahaan yang masif mengekspansi hutan untuk kepentingan bisnis.

“Ada 11 izin usaha pertambangan (IUP) yang menguasai dan mencaplok hutan-hutan tersebut dan hampir semua komoditas yang mereka incar adalah nikel,” kata Al Amin dalam konfrensi pers virtual bertajuk Ekspansi Tambang Nikel dan Ancaman Kerusakan Bentang Alam Hutan di Sulawesi, Jumat (26/3/2021).

1. Hanya 4 daerah di Sulsel yang hutannya masih tergolong baik

Gawat! 25 Persen Luas Hutan Tersisa di Sulsel Terancam Tambang NikelKondisi kawasan hutan yang rusak di beberapa daerah di Sulsel/JURnaL Celebes

Merujuk dalam data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Walhi menyebut bahwa luas wilayah Sulsel mencapai 5.332.257 hektare. Dari angka tersebut, 2.610.060 hektare atau 49 persen di antaranya ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui SK Menteri KLHK, Nomor 362/Menlhk/Setjen/PLA.0/5/2019.

Mirisnya, dari temuan Walhi diketahui bahwa luas hutan alami yang tersisa di Sulsel saat ini hanya sekitar 1.360.418.15 hektare atau 25,5 persen dari total luas wilayah Sulsel. Hutan yang masih cukup terjaga itu hanya terdapat di empat daerah, yaitu Kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Tana Toraja, dan Enrekang.

“Selebihnya nyaris sudah mengalami kerusakan,” ungkap Amin.

Hal itu diperparah karena sisa wilayah hutan alami Sulsel pada umumnya dikuasai oleh belasan perusahaan tambang. Amin menyebut, mereka beroperasi di Sulsel setelah mengantongi izin resmi pertambangan dan tercatat dalam situs resmi Kementerian ESDM. Apabila ditotal, konsesi lahan yang dimiliki 11 perusahaan ekstraktif ini mencapai 123 ribu hektare.

“Artinya apa? semua hutan tersisa justru dikuasai oleh perusahaan ini,” jelasnya.

2. Perusahaan tambang nikel beroperasi demi wujudkan keinginan Presiden Jokowi

Gawat! 25 Persen Luas Hutan Tersisa di Sulsel Terancam Tambang NikelIlustrasi lubang bekas tambang (Dok.IDN Times/Istimewa)

Amin menjelaskan, kemudahan pemberian izin bagi perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah Sulsel diyakini sebagai upaya untuk mewujudkan keinginan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai negara produsen baterai terbesar di dunia.

“Setelah kita kaji dua bahan baku industri baterai adalah nikel dan galena,” ungkap Amin.

Dilansir dari situs resmi Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, Jokowi pada 10 Januari 2020 lalu menyatakan, hendak mengakhiri defisit transaksi dan transformasi ekonomi. Caranya, menjadikan Indonesia sebagai negara eksportir bahan mentah. Salah satu yang masuk daftar ekspor adalah nikel untuk diprosss menjadi baterai litium.

Menurut Amin, masifnya produksi nikel beberapa tahun ke depan di Indonesia justru akan semakin mengikis kondisi bentangan hutan alami yang tersisa. Bukan hanya di Sulsel, tapi juga daerah lain yang masih memiliki kawasan hutan yang terjaga. “Di kawasan hutan Sulawesi di mana ekspansi nikel akan segera masuk ke wilayah kelola kita semua,” ungkap Amin.

Baca Juga: Pandemik, Masyarakat Lokal di Sulsel Diperalat Rusak Hutan

3. Kerusakan hutan memicu bencana yang merugikan rakyat

Gawat! 25 Persen Luas Hutan Tersisa di Sulsel Terancam Tambang NikelSebuah truk milik warga terendam lumpur akibat banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Selasa (14/7/2020). ANTARA FOTO/Indra

Lebih lanjut Amin menjelaskan, masifnya eksploitasi hutan di Sulsel dapat memicu terjadinya bencana. Salah satu contohnya, disebutkan Amin, adalah bencana banjir bandang yang terjadi di Luwu Utara 2020 lalu. Apalagi kondisi bentangan hutan di dataran Sulsel terhubung dengan hutan yang ada di Sulawesi Barat, Tenggara, hingga Sulawesi Tengah.

Apabila pengrusakan hutan tidak segera diatasi, maka akan terjadi degradasi kualitas lingkungan di sebagian besar wilayah di Sulawesi secara umum. “Itu justru juga akan berpotensi juga terhadap kehidupan masyarakat adat, perempuan dan seluruh masyarakat yang tinggal di kawasan hutan,” tegas Amin.

 

Baca Juga: Pelestari Alam dan Budaya Lokal: Mengenal 3 Hutan Adat di Sulsel

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya