Faktor Penentu Keberhasilan PSBB di Makassar Menurut Pakar Kesehatan

Makassar, IDN Times - Tidak lama lagi, Pemerintah Kota Makassar secara resmi menerapkan sistem pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sesuai rencana, PSBB dimulai bakal dimulai 24 April hingga 7 Mei 2020 mendatang. Namun, sebelum dilaksanakan, terlebih dahulu PSBB akan diuji coba selama tiga hari, pada 21-23 April.
Menurut Guru Besar Bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin, Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD, PSBB di Makassar bakal menuai kendala apabila tidak dilakukan secara maksimal.
Khususnya, kata Sukri, dalam upaya menekan hingga memutus mata rantai penyebaran wabah virus corona. "PSBB adalah salah satu instrumen untuk mengendalikan laju penularan Covid-19. Jadi ini bukan satu-satunya cara," kata Sukri dalam keterangan tertulis yang diterima sejumlah jurnalis, Senin (20/4).
1. Penerapan PSBB mesti dibarengi dengan intervensi pemerintah
Sukri berpendapat, pemberlakuan PSBB ini harus sejalan dengan intervensi kesehatan terhadap masyarakat. Misalnya, deteksi kasus, pelacakan kontak, isolasi mandiri, tes massal, dan bahkan melakukan proteksi dan peningkatan jaminan kualitas layanan kesehatan di fasilitas kesehatan, bagi mereka yang sudah dinyatakan positif.
Sukri mengatakan, pencapaian penurunan penularan Covid-19 ini akan sangat bergantung pada bentuk, konsistensi dan keberlanjutan intervensi pemerintah. "Kalau intervensinya biasa saja misalnya pembatasan interaksi sosial yang bersifat sukarela, maka hasilnya tidak banyak yang dapat diperoleh karena sifatnya sukarela artinya ada yang menerapkan dan ada yang tidak menerapkan," ungkap Sukri.
2. Faktor yang paling berpengaruh dalam kebijakan PSBB di Makassar
Sukri mengungkapkan, sejumlah hal mendasar sekaligus faktor yang sangat mempengaruhi suksesnya PSBB di Makassar untuk menekan laju penyebaran wabah virus. Pertama, disebutkan Sukri, adalah konten atau isi kebijakan. Baik yang menyentuh sektor pembatasan sarana transportasi, khusus maupun umum.
Misalnya, kata Sukri, kendaraan roda dua dan empat yang harus dibatasi atau berkebalikan dengan kondisi normal selama penerapan PSBB. Seperti, motor tidak diperbolehkan membonceng penumpang. Pada kendaraa roda empat dikurangi jumlah angkutannya, minimal 50 persen dari biasanya. Lalu, seluruh pengguna kendaraan wajib menggunakan masker. Kemudian masyarakat harus terus menerus dingatkan untuk tetap di rumah.
Bepergian dibolehkan hanya untuk keperluan mendesak atau kebutuhan bahan pokok untuk masyarakat yang tidak diisolasi. "Ini yang diatur, apa yang diatur dalam konteks kebijakan dikaji kembali bahwa apa dengan pengaturan ini semua sudah bisa mengendalikan landai penularan Covid-19 tersebut," jelas Sukri.
Di sosial media katanya, beredar draf PSBB Kota Makassar. Salah satu poinnya secara eksplisit menyebut pengaturan pasal terkait moda transportasi umum. Misalnya, Pasal 16 Ayat 2c yang mengatur tentang perkeretaapian.
"Ini contoh, di Sulawesi Selatan atau di Makassar (belum) ada kereta api. Inilah yang dimaksudkan sebagai konten kebijakan. Jadi harus dicek kembali secara detail, jangan di-copy paste dari peraturan kementerian kesehatan atau dari tempat lain," ucap Sukri.
Baca Juga: PSBB Makassar: Alfamart dan Indomaret Termasuk Objek Vital Pengamanan
3. Agar efektif, pemerintah bisa bersolisasi menggunakan pendekatan kebudayaan
Faktor kedua menurut Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan FKM Unhas ini, adalah konteksnnya. Konteks yang dimaksud terbagi dalam dua aspek, yakni faktor budaya masyarakat yang diatur dan mengacu melalui pergerakan orang dan pergerakan barang.
"Karena Covid-19 berkaitan dengan interaksi manusia maka aspek-aspek budaya harus dihitung, hitung aspek etnik masyarakat, sampaikan dengan bahasa mereka. Pakailah bahasa sesuai dengan bahasa masyarakat agar bisa diterima dengan baik, pakai Bahasa Makassar kalau itu adalah wilayah Makassar atau Bahasa Bugis kalau itu adalah wilayah Bugis, mereka pasti tersentuh," jelasnya.
Selain itu katanya, adalah faktor global. Kasus Covid-19 dalam pandangan Sukri, tidak hanya menjadi masalah individu, pemerintah, atau daerah. Namun, masalah seluruh umat manusia di segala penjuru dunia.
"Ini bahkan telah menjadi masalah global."
4. Proses pelaksanaan kebijakan PSBB tidak berbaur dalam kepentingan pribadi
Lebih lanjut disebutkan Sukri, faktor ketiga adalah proses pelaksanaan kebijakan penerapan PSBB di Makassar. Misalnya, kata dia, siapa yang merumuskan kebijakan tersebut, hingga keterlibatan berbagai komponen yang dianggap menjadi sangat penting untuk melihat masalah Covid-19 ini.
Kepentingan utama menurutnya adalah menurunkan laju penularan Covid-19. Dalam kebijakan, tidak boleh ada kepentingan pribadi yang dapat menguntungkan sekelompok orang. Bagaimana kebijakan PSBB diimplementasikan, sampai pada siapa yang akan evaluasi.
"Karena ini sifatnya keadaan darurat dalam masa pandemi ini, maka evaluasi harus dilakukan setiap hari sambil melihat efektivitas pemberlakuan dari PSBB tersebut dengan penurunan laju kasus," ungkap Ketua Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) Sulsel ini.
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan, lanjut Sukri, bisa melalui dinas kesehatan, gugus tugas, gubernur atau bupati hingga wali kota. Tergantung level dan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Kuncinya, ditegaskan Sukri, adalah proses kebijakan harus dilakukan secara tegas, konsisten dan berkelanjutan.
5. Sukses tidaknya PSBB di Makassar ditentukan oleh aktor kebijakan dan perangkatnya
Terakhir lanjut Sukri, penerapan PSBB ini sangat ditentukan oleh aktor kebijakan. Dia merujuk, dalam Pasal 1 ayat 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB. Di dalamnya, kata Sukri, dijelaskan bahwa pemerintah daerah melalui kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah, yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Aktor utama menurutnya, tentu adalah bupati atau wali kota hingga gubernur. Dalam pelaksanaan, pemerintah diingatkan untuk berkoordinasi dengan institusi lainnya, baik Polri-TNI untuk membantu mengatur proses pelaksanaan PSBB. Hingga, mengenai pembatasan yang berkaitan dengan moda transportasi dan gugus tugas percepatan yang ditugaskan mengkaji secara keseluruhan.
"Peran media sangat penting sebagai aktor dan alat kontrol dari penerapan PSBB tersebut. Terakhir adalah masyarakat itu sendiri, masyarakat adalah aktor tidak hanya mereka menjadi bagian yang dibatasi tetapi juga mereka menjadi aktor dalam penerapan PSBB tersebut. Jadi penerapan PSBB ini, kuncinya sangat ditentukan oleh faktor-faktor ini," pungkas Sukri.
Baca Juga: Pelanggar PSBB di Makassar Terancam Penjara Satu Tahun