Dugaan Korban Salah Tangkap Pecah Biji Zakar, LBH: Polisi Langgar HAM

Makassar, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, menyoroti prosedur penanganan perkara tindak pidana yang diduga dilakukan oknum institusi Kepolisian di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. terhadap seorang warga.
Salman (21), sebelumnya disiksa secara fisik oleh oknum polisi karena dituding terlibat dalam tindak pidana pencurian telepon seluler. Akibatnya, warga Jalan Veteran Utara, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar itu harus terbaring di rumahnya untuk menjalani proses pemulihan. Nahas, biji zakar Salman pecah akibat disetrum.
“Apa yang terjadi ini adalah jelas-jelas tindak pidana yang bernuansa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Direktur LBH Makassar Haswandi Andy Mas, saat ditemui IDN Times di kantonya, Jumat (29/11).
1. Oknum polisi yang menganiaya bisa dijerat pidana

Haswandi mengungkapkan, tindakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh oknum anggota kepolisian dapat mengarah ke tindakan pidana. Aturan itu, kata dia, jelas tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Di dalamnya di atur tentang tiga poin pelanggaran.
Poin pertama menyoal pelanggaran administrasi, kedua perdata dan ketiga pelanggaran pidana. “Mekanisme yang dimaksud yang masuk dalam kategori penganiayaan berat, yang mengakibatkan seseorang cacat seumur hidup,” tegas Haswandi.
2. Pelanggaran etik dan administrasi oknum kepolisian

Haswandi menjelaskan, tindakan penganiayaan yang diduga dilakukan oknum kepolisian sangat bertentangan dengan kode etik yang berlaku di institusi Kepolisian. Polisi yang seharusnya bertindak sebagai pengayom, justru terkesan memanfaatkan latar belakang institusi untuk menganiaya masyarakat sipil.
Polisi menuding bahwa Salman terlibat dalam perkara pencurian handphone di Jalan Bawa Karaeng pada awal Oktober 2019 lalu. Dia dijemput oleh sejumlah orang berpakaian sipil di kawasan rumahnya pada 13 Oktober 2019, sekitar pukul 23.00 WITA. Seingatnya, ada sekitar enam orang. Mereka mengendarai empat motor dan satu unit mobil.
“Kalau sebenarnya HP, apalagi misalnya kita tidak nilainya di bawah Rp2,5 juta itu masuk dalam tindak pidana ringan (Tipiring). Herannya kita polisi masih saja melakukan diduga penyiksaan, padahal ini masih diduga tipiring,” terangnya.
3. LBH buka jalur pendampingan hukum untuk Salman

Kejadian itu menurut Haswandi sangat tidak manusiawi. Apalagi jika korban nantinya harus menderita cacat seumur hidup. Terlebih ketika proses pengobatan medis harus ditanggung sendiri oleh pihak keluarga.
Setelah penganiayaan terjadi, Salman langsung dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Karena tak punya BPJS selama empat hari perawatan, orang tuanya harus membayar dengan biaya pribadi sebesar Rp3.800.000.
Setelah mengurus BPJS saat itu, Salman melanjutkan perawatan selama 15 hari sebelum keluar. Kondisi itu ditegaskan Haswandi semakin menerangkan bahwa intitusi Kepolisian masih minim pengetahuan tentang proses penanganan tindak pidana.
“Jadi kita harapkan supaya kalau misalnya orang tuanya ini mau didampingi dalam proses pengawalan hukumnya kita bisa gugat perdata. Kita siap untuk mendampingi kalau masuk laporan dan ditunjuk kami sebagai kuasa hukumnya,” tegasnya.