Kanker Anak: Menggugah Kesadaran untuk Menyelamatkan Nyawa

Kesadaran dan aksi berperan dalam perang melawan kanker anak

Alenta belum genap berusia dua tahun, namun dia sudah harus bertarung melawan penyakit kanker darah atau leukimia. Putri dari pasangan suami-istri Elwin (30) dan Eka (25) itu sedang menjalani kemoterapinya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek Lampung.

Ketika ditemui IDN Times di Rumah Singgah Anak Hebat tempat Alenta dan keluarga menginap (4/7/2023), anak itu terlihat sangat aktif, mudah tersenyum, dan mudah dekat dengan orang lain. Sang Ibu, Eka menceritakan gejala awal Alenta sakit nyaris seperti penyakit flu biasa yakni pilek. Ia menjelaskan, Alenta mengalami pilek hingga sulit bernapas. Namun ketika diperiksakan ke klinik, dokter hanya mengatakan itu diakibatkan adanya infeksi bakteri.

“Saya cuma dikasih antibiotik. Tapi udah berobat itu ingusnya Alenta masih gak keluar juga. Nafas juga masih susah. Saya datang lagi ke situ minta uap supaya bisa keluar ingusnya tapi gak dikasih. Katanya karena paru-parunya bersih,” katanya, Jumat (4/8/2023). 

Akhirnya Eka memeriksakan Alenta ke dokter spesialis anak karena dengan antibiotik tak juga membaik. Malah gejala Alenta semakin bertambah yakni matanya membengkak dan berair. Ia pun sempat diminta memeriksakan ke dokter spesialis THT dan mata juga namun diagnosa masih sama yakni pilek dan alergi saja.

“Itu masih 1,5 tahun waktu itu umur Alenta. Karena sesak napasnya itu Alenta kalau malam itu ngorok tidurnya, saya sampai periksa napas dihidungnya gak ada, jadi anaknya napas lewat mulut. Waktu kedua kalinya ke sana saya juga diminta ke THT, katanya amandelnya membesar. Tapi waktu saya minta oksigen ke dokternya karena sesak napas, tetap gak dikasih,” jelasnya.

Singkat cerita, Alenta diperiksa di empat dokter berbeda. Dokter terakhir di RS Imanuel menyampaikan bahwa sang anak didiagnosis mengidap leukimia.

“Saya langsung nge-blank di sana. Kesusahan saya jawab dokternya waktu itu. Terus dokternya juga bilang Leukimia Alenta ini tipe ganas. Karena benjolannya udah banyak muncul di bagian kepala padahal baru kemaren munculnya. Saya langsung diminta operasi untuk cek positif enggaknya leukimia,” kata Eka.

Alenta sudah menjlani operasi pada 14 April 2023 lalu, di tengah keterbatasan keuangan keluarga, karena BPJS belum selesai diurus. Alenta menerita leukimia tipe AML atau yang paling berat, di stadium lima, dari tingkat stadium satu sampai tujuh.

“Saya sedih banget waktu denger ini. Dokternya juga ngomong untuk kesembuhan Alenta itu hanya Yang Di Atas saja yang bisa menentukan. Terus kita diminta untuk kemoterapi. Awalnya saya liat kemoterapi di TV atau YouTube itu kayaknya serem, tapi ternyata enggak seseram itu,” ujarnya.

Saat ini Alenta rutin menjalani prosedur kemoterapi dengan protokol tersendiri. Satu kali protokol terdiri dari 4 siklus atau 8 minggu kemoterapi, karena penggunaan obatnya dibagi dua dalam satu siklus. Dalam satu siklus kemoterapi Alenta membutuhkan 10 botol obat. Kemoterapi akan terus dilakukan sampai Alenta sembuh total.

“Satu obat itu harganya 2 juta. Sedangkan Alenta butuh 14 obat satu kali kemo (dua kali siklus). Untungnya waktu kemo ini udah pakai BPJS. Kemarin ini udah 4 kali kemoterapi, terus rumah sakit minta Alenta dioperasi lagi buat dicek sel kankernya lagi,” ujarnya.

Alenta merupakan satu dari begitu banyak anak yang berjuang melawan kanker. Baru-baru ini Badan Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan sebanyak 350 ribu anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia, terdiagnosis kanker setiap tahunnya. Di Indonesia, pada tahun 2022, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat ada 1.821 pasien kanker anak yang terdata di 12 rumah sakit besar di Indonesia. Jumlah sesungguhnya bisa saja lebih banyak dari itu.

WHO menyebut banyak pasien kanker anak di negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak dapat mengakses perawatan yang mereka butuhkan. Hanya 25 persen negara yang mencakup obat-obatan kanker anak dalam paket manfaat kesehatan mereka. Ini membuat anak-anak dan keluarga mengalami penderitaan dan kesulitan keuangan yang signifikan, atau menempatkan mereka pada risiko menerima obat-obatan di bawah standar. Akibatnya, kelangsungan hidup anak-anak kurang dari 30 persen, dibandingkan dengan lebih dari 90 persen untuk anak-anak di negara-negara berpenghasilan tinggi.

Salah satu kanker yang mengerikan pada anak leukimia. Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, kasus Leukimia di Lampung hingga 2022 mencapai 203 kasus dengan rincian 28 pasien laki-laki dan 175 perempuan. Data ini baru dihimpun dari puskesmas saja. Belum kasus positif Leukimia di berbagai rumah sakit.

Baca Juga: Rumah Sakit di Kota Bima Tak Punya Fasilitas dan Layanan Pasien Kanker

Baca Juga: Ratusan Kasus Kanker yang Mengancam Anak-Anak di Kalsel

1. Pentingnya deteksi dini kanker pada anak

Kanker Anak: Menggugah Kesadaran untuk Menyelamatkan NyawaIlustrasi anak-anak (IDN Times/Besse Fadhilah)

Kanker merupakan penyakit tidak menular yang bisa menyerang siapa saja, baik dewasa maupun anak-anak. Diperlukan kewaspadaan masyarakat, antara lain melalui akses mudah dan deteksi dini untuk meningkatkan kesembuhan.

"Makin dini terdeteksi, pengobatannya tidak serumit jika sudah metastasis ... Butuh sosialisasi terhadap kanker, terutama kewaspadaan dini," ujar Ketua Pengurus Pusat Ikata Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Piprim Basarah Yanuarso, pada 5 Maret 2023 lalu.

Senada dengan peringatan WHO, penanganan kanker anak seharusnya menjadi prioritas. Merujuk data kanker di Indonesia pada 2016–2020 oleh SRIKANDI, Teny mengatakan bahwa leukemia adalah yang paling umum dengan kasus 14 anak dari 100.000 orang.

Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi-Onkologi IDAI, Dr. Teny Tjitra Sari mengatakan belum diketahui pasti penyebab leukemia. Meski ada kaitannya dengan gen, leukemia pada anak bis bersifat multi-faktoral. Mengenai pengaruh infeksi virus, ia menekankan bahwa faktor tersebut masih hipotesis dan belum bisa dibuktikan.

Merujuk data dari WHO, Teny mengatakan bahwa leukemia adalah kanker yang paling sering terjadi di kalangan anak-anak. Berdasarkan data dari IDAI pada 2022, Teny menjabarkan bahwa pasien leukemia anak yang terdaftar di 12 rumah sakit besar Indonesia mencapai 673 pasien per tahun.

Dengan deteksi dini, Teny mengatakan bahwa peluang kesembuhan pasien kanker anak jauh lebih besar dan obatnya tidak mahal layaknya pasien kanker dewasa. Jika terdeteksi leukemia, Teny menjamin bahwa seperti kanker lainnya, perawatan leukemia ditanggung oleh BPJS. Yang terpenting adalah terdeteksi dini, dan pasien anak patuh berobat.

"Negara harus menanggung karena anak-anak perlu akses tersebut biar sembuh," tambah Teny.

Pemerintah sendiri sudah menetapkan layanan kanker sebagai prioritas dalam transformasi sistem Kesehatan di Indonesia. Antara lain dengan memaksimalkan ketersediaan layanan kanker di 51 kabupaten/kota se-Indonesia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pada Mei 2023 mengatakan kanker sebagai penyakit penyebab kematian nomor satu di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Tidak hanya pada layanan kuratif dan rehabilitatif, Kemenkes memprioritaskan layanan kanker melalui program promotif dan preventif, terutama pada skrining dan deteksi dini. Kemenkes melalui skema Jaminan Kesehatan Nasional menjamin pembiayaan gratis untuk skrining 14 jenis penyakit di Puskesmas, salah satu diantaranya program layanan skrining kanker.

''Wujud implementasi transformasi layanan primer yakni melalui BPJS yang saat ini tengah mengalokasikan 9 Triliun untuk pembiayaan layanan skrining yang di dalamnya termasuk untuk kanker,'' kata Menkes Budi.

Program berikutnya, Menkes Budi menyebutkan tengah menyiapkan 10.000 mesin ultrasound yang tahun ini akan dibagikan ke seluruh Puskesmas di 514 Kabupaten/Kota di Indonesia guna mencapai target deteksi dini penyakit kanker payudara. Selanjutnya, program pemberian vaksinasi HPV secara gratis diberikan guna mencegah angka pengidap kanker leher rahim (kanker serviks) pada wanita. Vaksin HPV diberikan kepada anak perempuan kelas 5 dan 6 SD. Tahun ini akan diberikan secara merata di 34 Provinsi di Indonesia.

Juru Bicara Kemenkes dr. Mohammad Syahril mengatakan upaya pencegahan atau promotif preventif ini merupakan strategi yang lebih penting dan mudah dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Upaya pencegahan ini dilakukan dengan kesadaran dan konsistensi masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.

dr. Syahril menilai upaya mendorong optimalisasi pelayanan kesehatan preventif tidak mudah. Saat ini baru 33% penduduk Indonesia yang melakukan skrining penyakit tidak menular. Sebanyak 70% pasien kanker di Indonesia baru memulai pengobatan ketika sudah memasuki stadium lanjut.

''Hal ini dapat menurunkan risiko keberhasilan pengobatan dan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat,'' tutur dr. Syahril.

2. Layanan Kesehatan bagi pasien kanker belum merata

Kanker Anak: Menggugah Kesadaran untuk Menyelamatkan NyawaRSUD Tabanan (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Di tengah upaya pemerintah memprioritaskan layanan kanker, nyatanya sarana dan fasilitas penunjang belum tersedia merata di semua daerah. Di daerah tertentu, pasien harus dirujuk ke luar daerah untuk mendapatkan pengobatan dan penanganan tepat. Kondisi ini tentu turut jadi tantangan bagi pasien dengan keterbatasan ekonomi.

Kondisi itu, antara lain bisa ditemui di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Di kota itu, belum ada fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas dan layanan pengobatan kanker. Pasien kanker dari Bima terpaksa harus dirujuk ke rumah sakit di Kota Mataram.

"Fasilitas pelayanan penyakit kanker di daerah kita belum ada sampai sekarang," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima, Ahmad dikonfirmasi IDN Times, Jumat (4/8/2023).

Ahmad mengaku, akan tetap berusaha menghadirkan fasilitas pelayanan pengobatan penyakit ganas itu. Namun, prosesnya memakan waktu yang cukup lama, mengingat harga peralatan membutuhkan anggaran yang banyak. "Akan tetap diusahakan, tapi step by step dengan menyesuaikan kemampuan anggaran yang ada," bebernya.

Dengan kekurangan fasilitas ini, pasien yang didiagnosa penyakit kanker langsung dirujuk ke Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB. Selama pengobatan, biaya hidup pasien dan keluarga akan ditanggung Pemerintah Kota (Pemkot) Bima melalui bantuan sosial (Bansos). Itu belum termasuk bantuan Pemkot menyediakan rumah singgah di Mataram.

Sementara untuk biaya pengobatan, para pasien rata-rata peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sehingga mereka tidak perlu lagi mengeluarkan biaya selama menjalani pengobatan. Selain pelayanan kanker, fasilitas kesehatan yang belum dimiliki seperti alat cuci darah dan layanan penyakit jantung. Untuk alat pengobatan penyakit jantung, sudah ada di Kota Bima namun belum memadai.

"Sumber Daya Manusia (SDM) sudah ada, cuma alatnya saja yang belum memadai. Pasien selama ini tetap dirujuk ke RSUP, karena di sana fasilitasnya lengkap," Ahmad menjelaskan.

Di Rumah Sakti Umun Daerah (RSUD) Tabanan, Bali, mereka sudah membuka layanan unggulan di bidang onkologi medik/kemoterapi sistemik atau layanan khusus untuk penderita kanker pada tahun 2019. Namun layanan itu hanya bisa menangani pasien kanker dewasa, bukan anak-anak.

Berdasarkan data dari RSUD Tabanan tahun 2022 hingga Juli 2023, sebanyak 70 pasien kanker menjalani kemoterapi  di RS tersebut. Kebanyakan pasien menderita kanker servik, kanker colon, dan kanker payudara. Perawat di layanan onkologi medik/kemoterapi sistemik RSUD Tabanan, Ni Putu Sri Santi, mengatakan saat ini layanan kanker di RSUD Tabanan baru bisa melayani pasien kanker dewasa.

"Untuk kanker pada anak belum bisa karena memang khusus tindakannya. Saat ini yang bisa ditangani di RSUD Tabanan adalah pasien kanker dewasa," sebutnya.

Aksesibilitas pasien kanker anak di Lampung, daerah Alenta dirawat juga masih terbatas. Tergantung seberapa tingkat keparahan penyakit, pasien kanker dari daerah biasanya akan dirujuk ke ibu kota provinsi, bahkan sampai ke Jakarta.

Soal itu disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dn Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dr. Lusi Darmayanti. Dia mengatakan, fasilitas perawatan kanker terlengkap di Lampung berada di RSUD Abdul Moeloek. Di sana sudah menyediakan obat-obatan hingga fasilitas kemoterapi dan radioterapi.

“Kalau untuk jenis kanker apa saja yang ditangani sebenarnya sudah semua ya, karena Abdul Moeloek kan rujukan tertinggi di Lampung. Obat pun sudah cukup lengkap. Mungkin keterbatasannya hanya pada seberapa tinggi tingkat penanganan (parah) penyakitnya. Kalau memang tidak bisa ditangani di kita akan kita rujuk ke RS tingkat A,” kata Lusi.

Tak hanya itu, untuk dokter bedah pun Lampung sudah memiliki ahli bedah diberbagai jenis penyakit. Namun kembali lagi pada tingkat risiko penyakit, jika memang sudah tidak bisa dilakukan oleh RSUD Abdul Moeloek maka pasien akan dibantu untuk dirujuk ke Jakarta.

Terkait pelayanan di daerah terpencil, Lusi menjelaskan sebenarnya tiap rumah sakit kabupaten/kota sudah bisa melayani kemoterapi penyakit kanker dengan obat disediakan dari RSUD Abdul Moeloek. Ia juga mengakui untuk pelayanan juga saat ini masih banyak yang harus diperbaiki. Dinkes juga masih melakukan pembinaan kepada rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk memenuhi akreditasi dan menjaga mutu palayanan.

“Idealnya di setiap ruangan memang ada oksigen minimal satu buah, tapi mungkin menjadi keterbatasan Abdul Moeloek karena rumah sakit itu memang menjadi satu-satunya rujukan di Lampung dan menerima rujukan dari 15 kabupaten/kota. Jadi sarana dan prasarananya mungkin memang beberapa masih kurang,” imbuhnya.

Baca Juga: YKI Catat Penyintas Kanker Payudara Paling Banyak di Sumut

Baca Juga: Pengidap Kanker di Tabanan Lebih Pilih Jalur Alternatif

Baca Juga: Ratusan Kasus Kanker yang Mengancam Anak-Anak di Kalsel

3. Sebagian orang masih lebih percaya pengobatan alternatif

Kanker Anak: Menggugah Kesadaran untuk Menyelamatkan NyawaIlustrasi kanker (unsplash.com/@ang10ze)

Tantangan dalam menangani pasien kanker adalah membangun kesadaran masyarakat untuk mengobati kanker stadium dini. Selain itu masih ada masyarakat yang lebih memilih pengobatan kanker lewat jalur alternatif dibandingkan medis.

Staf Divisi Hematologi Onkologi Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dr. Wulandewi Marhaeni mengatakan, kasus baru penderita kanker itu di daerahnya menyerang anak-anak mulai dari bayi sampai remaja. Penyebabnya diindikasikan dari makanan dan pola hidup tak sehat.

"Tahun ini ada 150 kasus baru kanker yang menyerang anak. 50 persennya ada pada penderita kanker darah atau leukemia," katanya.

Wulan mengkhawatirkan penanganan pasien penyakit kanker di Banjarmasin. Menurutnya, banyak anak meninggal dunia akibat terlambat mendapat penanganan medis. Pasalnya, kasus itu terjadi karena orang tua membawa anaknya ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah, misalnya sudah di stadium 3 sampai 4.

Itu terjadi karena ketidaktahuan orangtua dan dianggap remeh. Kebanyakan masyarakat masih percaya kepada pengobatan alternatif. "Kanker adalah penyakit yang mematikan apabila tidak segera mendapat penanganan intensif maka nyawa taruhannya," kata dia.

Wulan menyatakan, penyakit kanker bisa disembuhkan dengan catatan memperoleh penanganan dengan tepat. Sedangkak kanker yang sudah sembuh bisa saja kambuh lagi, itu terjadi apabila terinveksi virus yang bisa memicu kembalinya kanker. 

"Bagi yang memiliki riwayat kanker pola makan harus diperhatikan. Orang tua harus ekstra memberikan pengawasan pada anaknya seperti jangan jajan sembarangan,"

"Kanker juga bisa dikenali gejalanya. Kalau kanker darah, anak mudah lesu, pucat, sering demam, gampang sakit. Ciri itu diharapkan orang tua peka dan segera membawa ke dokter atau ke rumah sakit," ucapnya.

Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Kota Banjarmasin Dr Siti Wasilah mengaku, prihatin 150 kasus baru penderita kanker di Kalsel dan Banjarmasin paling banyak anak-anak. Hal itu membuatnya semakin gencar dalam melakukan sosialisasi. Karena hanya cara itu yang ampuh bisa memberikan edukasi kesehatan ke masyarakat.

Apalagi, masyarakat sekarang masih percaya dengan pengobatan alternatif. Sehingga penderita kanker, kebanyakan terlambat mendapat penanganan.

"Ini ironis, masyarakat baru berobat saat kanker sudah parah. Ini terjadi karena masih percaya dengan pengobatan alternatif. kami YKI harus rutin melakukan sosialisasi ke masyarakat agar warga tahu bagaimana penanganan kanker yang baik," ujarnya.

Kepala Puskesmas Selemadeg Barat di Tabanan, Bali, dr. Arya Wayan Putra mengatakan kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan alternatif disertai ketakutan soal biaya. Padahal, pengobatan kanker dijangkau oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Apabila ada pasien tidak mampu, biasanya pihak puskesmas akan melakukan koordinasi dengan dinas sosial dalam hal bantuan untuk akses jaminan kesehatan.

"Akses pasien kanker ke layanan kesehatan ini tergantung dari status sosial ekonominya, termasuk kepemilikan kartu JKN, dan keyakinan keluarga atau pasien terhadap penyakitnya. Karena ada sebagian juga yang memilih pengobatan ke alternatif dulu atau kombinasi. Jika ada kendala tidak  mampu, maka diusulkan oleh desa ke dinas sosial melalui jalur yang ada," jelas Arya, Sabtu (5/8/2023).

Dalam praktiknya, kata Arya, jika ada kasus yang mengarah kecurigaan kepada kanker, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit terdekat. Kemudian pasien diperiksa oleh dokter spesialis di rumah sakit dengan pemeriksan penunjang yang diperlukan. Sehingga bisa memastikan apakah pasien menderita kanker, jenis kankernya, grade atau tingkatannya, adakah komplikasinya dan penanganan yang bisa dilakukan," ujar Arya.

Menurutny,a pasien yang menggunakan JKN (jaminan kesehatan nasional) akan menjalani rujukan berjenjang. Yaitu dari faskes 1 dalam hal ini puskesmas, lalu ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) di RS tipe D/C. Apabila RS tipe D/C tidak bisa mendiagnosis, barulah ke RS Tipe B/RSUD Tabanan, dan selanjutnya ke RSUP Prof dr IGNG Ngoerah Denpasar.

"Jika pasien statusnya umum bisa langsung dirujuk ke FKRTL mana pun yang diinginkan," katanya.

4. Penyintas kanker membutuhkan dukungan selama menjalani perawatan

Kanker Anak: Menggugah Kesadaran untuk Menyelamatkan NyawaRumah Singgah Anak Hebat. (IDN Times/Rohmah Mustaurida)

Penyintas kanker, terutama anak, membutuhkan dukungan selama menjalani perawatan. Namun banyak yang menjadi hambatan, termasuk kurangnya pengetahuan orang tua terkait penyakit dan akses pengobatan, serta kurangnya komitmen dan melaksanakan pengobatan hingga tuntas. Hal itu disampaikan dr. Siti Zahara Nasution, Sekretaris YKI Sumut.

“Ada kalanya pasien kanker hanya ditangani dengan pembedahan atau operasi pengangkatan kankernya. Namun, terkadang butuh dikemoterapi, radiasi ataupun, imuno terapi, terapi target ataupun kombinasi dari dua macam terapi,” katanya.

Untuk permasalahan aksesibilitas terhadap perawatan kanker, biasanya itu dialami pasien yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Namun untuk kondisi seperti itu biasanya ada yang membantu memfasilitasi, termasuk YKI. Terutama bagi Masyarakat yang terkendala factor ekonomi untuk berobat.

“Hambatan lain adalah faktor ekonomi yang membuat masyarakat memiliki keterbatasan, dalam pelaksanaan pengobatan dan perawatan. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang enggan untuk mendatangi pelayanan kesehatan untuk berobat,” kata Siti.

Baginya, ekonomi memang menjadi tantangan dalam pengobatan. Sehingga, dalam mengurus masalah kanker masih tertinggal jauh.

“YKI Sumut telah melakukan studi banding ke MAKNA/Majelis Kanker Nasional Malaysia, dan kami simpulkan bahwa dalam mengurus masalah kanker kita masih tertinggal jauh. Sebab, kita masih fokus pada penderita kanker sementara negara tetangga kita MAKNA bukan hanya memperhatikan yang sakit tetapi sudah juga memberikan bantuan pada keluarga yang sakit,” ungkapnya.

Siti mengatakan bahwa YKI Sumut selama ini telah memberikan empat macam dukungan bagi para penyintas sebagai kebutuhan baik dukungan secara psikologis dan sosial dalam perjalanan penyembuhan. Adapun empat macam dukungan tersebut yakni dukungan afeksi atau saling menghargai. Pada dukungan ini mencontohkan saling mencurahkan kasih sayang, saling memperhatikan, dan saling mengingatkan.

Kemudian, dukungan informasi. Keluarga harus mencari informasi terkait kondisi anggota keluarga yang sedang sakit, agar dapat berkontribusi dalam pelaksanaan pengobatan dan perawatan. Selanjutnya, dukungan emosional. Saling memuji, memotivasi dan saling menjaga kenyamanan perasaan.

Terakhir adalah dukungan material. Dukungan ini harus diwujudkan keluarga dalam aspek ekonomi, agar anggota keluarga yang sakit tidak sungkan dan tidak merasa bahwa dia sangat membebani keluarga karena sedang sakit.

Dirinya juga mengingatkan bahwa, sangat dibutuhkan komitmen seluruh masyarakat untuk menurunkan angka kesakitan dan menurunkan angka kematian. Akibat dari penyakit kanker, dengan cara menerapkan pola hidup sehat, yaitu dengan menerapkan CERDIK dalam kehidupan sehari-hari.

CERDIK yang dimaksud adalah Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet atau konsumsi nutrisi sesuai kebutuhan tubuh, Istirahat yang cukup dan Kelola stress dengan baik.

Silvana Seknun, anak perempuan berusia empat tahun asal Desa Kelapa Dua, Kabupaten Seram Bagian Bagian Barat, Maluku, merupakan salah satu pasien kanker yang merasakan dukungan selama perawatan. Saat ini dia tengah menjalani pengobatan di rumah sakit di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Meski sedang berjuang melawan kanker, keceriaan tetap terlihat di wajah Silvana, saat IDN Times menyapanya, Sabtu (5/8/2023). Dia kini tinggal sementara di rumah singgah pasien Shelter Harapan, di Perumahan Dosen Universitas Hasanuddin, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.

Ibu Silvana, Ani Wally (39) mengungkapkan, anaknya didiagnosa oleh dokter yang menanganinya di Maluku menderita Retinoblastoma. Namun karena tidak ada peralatan memadai untuk pengobatan kanker mata di sana, dia dirujuk ke Makassar buat berobat.

"Ini baru mendapatkan pengobatan yang baik karena kan kita tidak mampu, di rumah sakit (RS) di Leimena Ambon belum memadai alatnya jadi dirujuk ke Makassar. Ini sudah beberapa kali kemoterapi jadi bagus," dia melanjutkan.

Silvana termasuk golongan kurang mampu. Ayahnya bekerja sebagai nelayan di kampung dengan penghasilan tak menentu. Sementara ibunya sehari-hari membantu keuangan keluarga dengan menjadi tukang cuci pakaian. Perjuangan Ani Wally untuk memperjuangkan kesembuhan putrinya terbilang panjang. Dia mengatakan, dulu dia sempat menemui kendala berupa persoalan biaya perjalanan dan biaya hidup selama di Makassar. Namun karena ada donasi dari Masyarakat, dia bisa membawa putrinya berobat ke Makassar.

Ani menceritakan, dia dan putrinya langsung dijemput tim Shelter Harapan saat tiba di Makassar. Ani sangat bersyukur dengan layanan Shelter Harapan yang menjawab doa-doanya tentang rumah tinggal dan baiaya hidup selama di Makassar.

"Bagus ini rumah Shelter Harapan, makanan dikasih, beras, daging, telur sama mie dikasih, ada buah dan vitamin. Kita dikasih pakaian juga. Jadi ini kayak dijawab semua doa-doa saya dan keluarga, ini orang baik semua," terangnya.

Shelter Harapan merupakan rumah singgah yang didirikan BSI Maslahat bersma Dompet Dhuaga Sulawesi Selatan. Rumah singgah jadi tempat tinggal gratis bagi pasien dhuafa dan keluarga pasien selama berobat di rumah sakit rujukan di wilayah Makassar. Selain menyediakan kamar, mereka juga menyiapkan fasilitas layanan ambulans 24 jam, pendampingan, hingga kebutuhan makanan dengan dapur mandiri.

Ani Wally dan putinya sudah tinggal beberapa bulan di rumah singgah pasien Shelter Harapan. Mereka belum pulang ke Ambon karena Silvana baru akan menjalani proses operasi mata pada bulan September 2023.

Penanggung jawab Shelter Harapan, Syarif (31) mengatakan, selama ini rumah Shelter Harapan melayani berbagai pasien tidak mampu yang berasal dari luar Makassar. Rumah singgah jadi tempat tinggal sementara selama pasien menjalani pengobatan di rumah sakit.

Syarif mengatakan, untuk pasien kanker, penangananya sangat khusus. Terutama dalam pemenuhan gizi selama pengobatan.

"Pasien kanker memang khusus penangananya disini, misalnya mereka kemoterapi itu kita bisa support dengan alat-alat khusus, kita juga bantu dengan buah-buahan karena kan mereka butuh gizi dan vitamin lebih," kata Syarif.

"Selain itu karena mereka kita berlakukan khusus untuk pemenuhan gizinya ya kita kadang juga memberi mereka uang tunai, untuk membeli susu atau vitamin. Itu hanya untuk pasien kanker, beda pasien yang lain," sambungnya.

Selama ini, Shelter Harapan hanya menerima 8 pasien sesuai ketersediaan kamar. Tapi permintaan dalam sehari paling sedikit 4 pasien yang berasal dari luar Kota Makassar. Sementara pasien yang tinggal bisa lebih 1 bulan. 

Shelter Harapan menyediakan rumah tinggal secara gratis bagi semua pasien dengan latar belakang kurang mampu. Pasien juga mendapat pendampingan antar jemput ke rumah sakit, serta disediakan makan minum.

Walapun demikian lanjut Syafir, ada kondisi-kondisi di mana Shelter Harapan mengalami keterbatasan biaya operasional. Demikian juga dengan bahan pangan yang akan dikelola oleh keluarga pasien selama tinggal di rumah singgah tersebut. Rumah singgah pasien Shelter Harapan membuka pintu bagi masyarakat yang ingin ikut membantu meringankan perjuangan para pasien.

"Kami menyediakan bahan pangan juga, tapi terkadang terkendala di biaya. Makanya kami juga mengadakan penggalangan donasi. Pernah kejadian lauk habis tapi masih ada beras jadi keluarga pasien yang beli sendiri," ujarnya.

Reporter: Rohmah Mustaurida (Lampung), Alfonsus Adi Putra (Jakarta), Dahrul Amri (Makassar), Ni Ketut Wira Sanjiwani (Bali), Juliadin JD (NTB), Hamdani (Kaltim), Indah Permata Sari (Sumut)

Baca Juga: Pasien Kanker Anak asal Maluku Terbantu Rumah Singgah di Makassar

Baca Juga: Cerita Alenta, Bayi Berusia 2 Tahun Penderita Leukimia di Lampung

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya