Pansus DPRD Sulsel Diminta Hapus Alokasi Ruang Tambang Pasir
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Warga Galesong Kabupaten Takalar menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Sulawesi Selatan. Mereka mendesak panitia khusus yang dibentuk dewan menghapus alokasi ruang tambang pasir laut dan reklamasi dalam draft peraturan daerah terkait rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).
Saat ini menurut Aliansi Selamatkan Pesisir peraturan itu telah masuk tahap finalisasi untuk disahkan, sehingga dianggap bisa membunuh penghidupan nelayan pesisir seperti Kabupaten Takalar dan Kota Makassar.
“Kalau ini tak berubah maka bisa membunuh penghidupan kami,” kata Koordinator ASP Muhaimin Arsenio saat berunjuk rasa di kantor DPRD Sulsel, Rabu (21/11).
1. Reklamasi dapat menimbulkan konflik berkepanjangan
Reklamasi hanya untuk memperluas daratan Kota Makassar dan ini menimbulkan konflik bagi masyarkat pesisir khususnya nelayan. Dari catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel terdapat 20 rumah masyarakat pesisir dan nelayan di Desa Bontosunggu serta Desa Tamasaju mengalami kerusakan sedang.
Penambangan di dasar lau yang sangat masif diduga penyebab utama kerusakan itu karena digunakan untuk menimbun pesisir di Makassar. “Kami kecewa dengan kegiatan ini karena menghilangkan mata pencarian nelayan,” tuturnya.
Baca Juga: Tolak Peraturan Rektor, Mahasiswa Unhas Unjuk Rasa di Kampusnya
2. Terdapat 22 kepala keluarga di Dusun Mandi, Desa Bontomarannu kehilangan tempat tinggal
Pasca penambangan dilakukan puluhan tempat tinggal masyarakat pesisir menjadi laut, mereka terpaksa mengungsi ke tanah negara. Hal tersebut akibat abrasi pesisir pantai sangat cepat. Masyarakat menduga megaproyek yang dibangun di Makassar adalah sumber masalah. Bahkan nelayan Galesong Raya Kelurahan Cambayya sangat menderita setelah pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) dan New Port Makassar. “Timbunan material megaproyek ini berasal dari Kabupaten Takalar,” ucap Muhaimin.
3. Hilangnya mata pencarian nelayan di Takalar
Ia menyebutkan sebanyak 6.225 orang nelayan menjadi korban akibat penambangan pasir. Diantaranya 350 orang beralih profesi. Hilangnya mata pencarian mereka akibat aktivitas penambangan pasir laut. Saat ini mereka beralih menjadi buruh bangunan, petani, penjual ikan, dan tukang ojek. “Karena pendapatan nelayan turun drastis. Jadi mereka melakukan berbagai kegiatan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari,” tutur Muhaimin. Selama tujuh bulan terjadi aksi pengerukan pasir, selama itu pula nelayan menderita.
4. Aktivitas penambangan juga meninggalkan delapan tulang-belulang manusia yang dikubur
Aliansi Selamatkan Pesisir telah melakukan peninjauan sepanjang Galesong Raya. Mereka menduga jasad manusia yang bertebaran di bibir pantai dampak dari penambangan pasir di Galesong. Pemakaman umum di Desa Bomosunggu dan Mangindara banyak yang hilang dan tertutupi air laut.
Baca Juga: Ngaku Dibisik Tuhan, Tahanan di Enrekang Nekat Potong Kepala Penisnya