KontraS: Sulsel punya Track Record Cukup Buruk dalam Kasus HAM

Penangkapan sewenang-wenang sampai kekerasan oleh aparat

Makassar, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai wilayah Sulawesi Selatan memiliki riwayat cukup buruk dalam kebebasan hak asasi manusia (HAM). 

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanto mengatakan, track record yang cukup buruk itu masuk dalam dokumentasi dan pemantauan soal isu HAM. Beberapa di antaranya pengekangan kebebasan sipil, kebebasan berekspresi, hingga penyiksaan dan sebagainya oleh aparat.

"Karena pasti saja ada data tentang penangkapan sewenang-wenang, pemukulan atau bahkan kekerasan terhadap jurnalis dan mahasiswa," kata Fatia kepada wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa malam (19/7/2022).

Baca Juga: KontraS Sebut Rencana Blokir Platform Medsos Bak Rezim Otoriter

1. Makassar jadi titik hotspot KontraS

KontraS: Sulsel punya Track Record Cukup Buruk dalam Kasus HAMIlustrasi kekerasan (IDN Times/Sukma Shakti)

Deretan kasus pelanggaran HAM, terutama terkait situasi kekerasan, kata Fatia, menjadikan Sulsel itu salah satu sorotan. Bahkan KontraS menjadikan Makassar sebagai salah satu hotspot, yang mengindikasikan situasinya lebih panas dibandingkan daerah lain di sekitarnya.

Menurut Fatia, kondisi ini harus menjadi perhatian. "Karena memang tidak ada mekanisme perlindungan atau pengetahuan yang setara soal bagaimana untuk melindungi diri ataupun soal kebebasan berekspresi," ucapnya.

2. Pengerahan ormas adalah warisan Orde Baru

KontraS: Sulsel punya Track Record Cukup Buruk dalam Kasus HAMIlustrasi oknum ormas ditahan di polisi setelah melakukan sweeping. (IDN Times/Hilmansyah)

Fatia mencontohkan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi serta kekerasan yang dialami mahasiswa di Asrama Papua di Makassar. Beberapa waktu lalu, mahasiswa yang hendak demo diadang sekelompok anggota organisasi masyarakat (Ormas).

Menurut Fatia, aparat penegak hukum ada yang sengaja membiarkan penggunaan kekuatan ormas. Pada akhirnya suasana di masa orde baru masih kental dan seakan sudah menjadi warisan dalam menghadang aksi-aksi mahasiswa.

"Penggunaan ormas ini kan salah satu warisan dari orde baru, di mana pada orde baru dalam penggunaan Pamswakarsa bisa jadi salah satu yang dijadikan pemerintah untuk menghadang warga sipil dengan warga sipil, jadi konflik bersifat horizontal." kata Fatia.

"Ini sama halnya dengan penggunaan ormas atau pembiaran dilakukan oleh kepolisian atau aparat penegak hukum ketika ormas-ormas ini melakukan penyerangan, bahkan hingga melakukan pemukulan terhadap massa aksi," dia melanjutkan.

3. Kekerasan dan rasisme yang dibiarkan

KontraS: Sulsel punya Track Record Cukup Buruk dalam Kasus HAMAparat TNI dan Polri amankan lokasi bentrokan depan Asrama Papua di Makassar, Rabu (8/6/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Fatia menambahkan, penyerangan dan kekerasan terhadap mahasiswa Papua yang oleh anggota Ormas juga akan berujung pada tindakan diskriminasi. Karena rata-rata pelaku penyerangan tidak kunjung diproses hukum, dan akan kembali berulang.

"Ini juga termasuk dalam langkah-langkah atau bentuk rasisme yang dibiarkan oleh pemerintah, karena tidak kunjung diselesaikan bahkan diadili sesuai hukum pidana atau standar hak asasi manusianya," kata Fatia.

Baca Juga: Polrestabes Makassar Ungkap Kasus Sabu 7,4 Kg Jaringan Malaysia

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya