Cerita Pengusaha Thrift Tradisional di Makassar, Untungnya Besar!

Membeli pakaian thrift adalah upaya menjaga lingkungan, lho

Makassar, IDN Times - Thrifting atau aktivitas mencari barang-barang bekas untuk dipakai kembali, kian digemari masyarakat Indonesia, termasuk di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Di Kota Daeng, barang bekas yang banyak diburu yaitu baju, celana, sepatu, dan item fesyen lainnya. 

Ada begitu banyak pasar maupun lapak thrift di Kota Makassar. Namun, jauh sebelum istilah itu populer, masyarakat setempat menyebut pakaian atau barang bekas itu dengan sebutan "Cakar". Kata tersebut oleh banyak orang disebut sebagai singkatan dari Cap Karung. Sebab, barang-barang bekas tersebut dimuat dalam karung besar, sebelum dijual oleh pedagang.

Bagaimana geliat thrifting kekinian di Kota Makassar? Keep scrolling, ya!

1. Pasar Cakar Terong Makassar

Cerita Pengusaha Thrift Tradisional di Makassar, Untungnya Besar!Jalan masuk dilorong lapakan pakaian bekas atau Cakar Pasar Terong, Kota Makassar, Kamis (2/6/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Salah satu pasar thrifting terbesar di Makassar berada di kawasan Pasar Rakyat Terong di Kecamatan Bontoala. Pasar ini terletak di pusat kota.

Akses ke pasar Cakar Terong ini sangat terjangkau, berada di antara Jl Gunung Bawakaraeng dan Jl Masjid Raya.

Seorang pedagang barang thrift di Pasar Terong, Abdul Muin (43), ditemui IDN Times Sulsel mengatakan, barang bekas masih menjadi buruan warga dan dia jamin tidak akan sepi pembelinya.

"Alhamdulillah tidak sepi pembelinya, saya sudah jualan di sini dari awal 2000-an dan pembeliannya masih aman," ungkap Muin saat ditemui IDN Times, Kamis (2/6/2022).

Muin mengatakan, rata-rata pembelinya masyarakat umum. Juga ada kalangan mahasiswa dan juga pegawai negeri sipil.

"Kalau warga biasa setiap hari, mahasiswa jarang-jarang ada. Untuk pegawai negeri itu biasanya akhir pekan atau biasa itu tanggal merah banyak yang datang," beber Muin.

Muin enggan menyebut pendapatan tiap harinya, tapi dia memastikan pendapatan dari usaha menjual barang thrift bisa digunakan membeli rumah, menikah, bahkan mendaftar haji.

2. Daftar haji dari usaha cakar atau thrift

Cerita Pengusaha Thrift Tradisional di Makassar, Untungnya Besar!Pedagang Cakar atau pakaian belas di Pasar Terong Makassar, Abdul Muin (42) saat ditemui, Kamis (2/6/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Abdul Muin memulai usaha thrift atau Cakar dengan modal Rp700 ribu di awal tahun 2000. Waktu itu dia masih bujang, lalu menikah pada 2014 dan miliki satu anak. Semua biaya hidupnya itu dari hasil usahanya.

Saat mulai menjual Cakar, Muin membeli satu bal pakaian seharga Rp700 ribu. Setelah dia mendapat omzet dua kali lipat, Muin pun pesan lebih dua bal tiap minggunya.

"Ya saya syukur alhamdulillah, bisa nikah dari hasilnya, saya juga sudah daftar haji dan tinggal tunggu kapan berangkat. Saya jual langsung (offline) saja," jelas Muin.

Selama berdagang Cakar, lelaki kelahiran Jambi 16 November 1980 ini, mengakui tidak pernah kena ditipu dan rugi. Bahkan walau banyak pedagang Cakar Makassar tapi dia tidak merasa punya saingan.

"Tidak pernah (ditipu) itu, namanya rezeki kan sudah diatur, kita manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, itu saja," ujar Muin.

Di Pasar Terong, Muin menjual baju, celana dan beberapa barang bekas lainnya. Barang bekas yang paling murah seharga Rp25 ribu dan yang paling mahal Rp75 ribu.

Bisnis ini tak semulus harapan penjualnya, larangan pemerintah soal perdagangan pakaian bekas impor nasional yang diatur dalam Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2014 mengatur tentang Perdagangan.

Kemudian, ada dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tahun 2015 yang mengatur Larangan Impor Pakaian Bekas. 

3. Suami istri kompak pilih barang thrift atau Cakar

Cerita Pengusaha Thrift Tradisional di Makassar, Untungnya Besar!Andi Sari (30) salah satu ibu rumah tangga yang suka memakai pakaian Cakar sejak kuliah hingga berkeluarga. Istimewa

Barang bekas hasil thrifting jadi favorit warga Makassar yang nyaris menyentuh semua kalangan, dari mahasiswa, pegawai negeri sipil bahkan sepasang suami istri.

Seperti pasangan millenial, Andi Sari (30) dan Jalal (32). Mereka kompak memakai Cakar sejak keduanya masih kuliah hingga menikah dan memiliki seorang buah hati.

"Iya dari kuliah sudah suka cakar, sama-sama suami (Jalal) juga. Selain harganya murah dan bisa ditawar juga kualitasnya lebih baik," ungkap Sari kepada IDN Times.

Bagi Sari, harga tidak jadi alasan. Selain kualitas yang bagus dan berumur panjang karena bisa dipakai bertahun-tahun, juga sebagai kampanye tentang lingkungan.

"Rata-rata cakar yang saya punya itu bisa saya pakai tiga sampai empat tahun, ada itu kemeja cakar yang saya punya waktu kuliah itu masih bisa saya pakai sekarang walau sudah lebih enam tahun," kata Sari.

"Ini juga kan salah satu kampanye terkait lingkungan dan perubahan iklim juga ya, setidaknya saya memulai dari keluarga saya dulu dengan ini," tambah Andi Sari.

Baca Juga: PD Pasar Ingin Aktifkan Semua Pasar di Kota Manado

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya