Aparat Dinilai Diskriminatif karena Bubarkan Aksi Mahasiswa Papua
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyoroti sikap polisi membubarkan aksi mahasiswa Papua pada peringatan Hari Buruh 1 Mei 2023 di Makassar. Menurut mereka, tindakan polisi adalah bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekspresi.
Demo mahasiswa Papua di kawasan fly over Jalan Urip Sumoharjo dibubarkan aparat kepolisian, Senin petang (1/5/2023). Sejumlah anggota demonstran yang dianggap penyusup ditangkap.
"Secara umum bukan saja pembubaran aksi mahasiswa Papua di Makassar yang terus berulang kali terjadi, tapi ini juga penghalang-halangan hingga tindakan kekerasan," kata Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik LBH, Andi Haerul Karim, Selasa (2/5/2023).
Baca Juga: Aksi May Day, Demo Mahasiswa Papua di Makassar Dibubarkan Polisi
1. Polisi disebut berupaya diskriminasi aksi mahasiswa Papua
Haerul mempertanyakan alasan pihak Polrestabes Makassar yang membubarkan demonstrasi mahasiswa Papua. Pembubaran disebut karena tidak ada surat pemberitahuan merupakan upaya atau salah satu tindakan diskriminasi aparat kepolisian.
"Terkait surat izin atau pemberitahuan aksi, kepolisian ini terkadang diskriminasi karena terkadang ada aksi atau kegiatan dilakukan oleh masyarakat, ormas, instansi pemerintah atau pejabat yang sampai menggangu arus lalu lintas, dan terkadang juga tidak memiliki itu (izin) tapi tidak ditindaki," ungkapnya.
2. Aparat "tutup mata" saat ormas serang mahasiswa Papua
Selain menyoroti pembubaran paksa aksi mahasiswa Papua oleh kepolisian, LBH juga menyoroti terkait penyerangan yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Jl Lanto Daeng Pasewang. Peyerangan oleh kelompok misterius terjadi beberapa jam sebelum aksi demonstrasi May Day.
Kata Haerul, kasus penyerangan memang beberapa kali terjadi jika mahasiswa Papua berencana melakukan aksi. Baik itu aksi soal isu-isu Papua hingga isu-isu nasional.
"Ini aparat keamanan terkesan membiarkan upaya penghalangan, pembubaran hingga tindakan kekerasan ke mahasiswa Papua atau aksi yang menyinggung isu Papua. Tiap aksi aparat keamanan tidak pernah memberi perlindungan maksimal terhadap mahasiswa papua, padahal aksi tersebut sudah sangat sering mendapat tindakan represif dari ormas-ormas tertentu," kata Haerul.
3. LBH: setiap aksi dilindungi undang-undang
Haerul menambahkan, setiap aksi represif dari Ormas yang disaksikan pihak kepolisian selalu saja mahasiswa Papua yang diminta untuk membubarkan diri, atau diamankan. Padahal aksi demonstrasi dijamin undang-undang dan harus dilindungi dari tindakan represif.
"Sementara pelaku atau ormas tersebut yang melakukan tindakan represif terhadap aksi mahasiswa Papua itu tidak pernah dilakukan proses hukum padahal sampaikan pendapat dilindungi undang-undang," kata Haerul.
"Tindakan represif terhadap menyampaikan pendapat adalah tindak pidana, melanggar Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang penghalang-halangan berpendapat di muka umum," tambahnya.
Baca Juga: Mahasiswa Papua dan Ormas Misterius di Makassar Terlibat Bentrok