WALHI Sulsel: Banjir di Luwu Akibat DAS Lamasi Rusak Parah

Kerusakan terjadi karena deforestasi akibat pertambangan

Makassar, IDN Times - Banjir bandang dan tanah longsor yang melanda enam kecamatan di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, pada awal Oktober 2021 diakibatkan kerusakan parah pada daerah aliran sungai (DAS) Lamasi. 

Hal itu disampaikan oleh Kepala Departemen Advokasi dan Kajian Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel, Slamet Riadi, dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/10/2021). 

Menurut Slamet, DAS Lamasi saat ini telah mengalami kerusakan parah akibat deforestasi atau aktivitas penebangan hutan. Dengan kata lain, deforestasi bisa diartikan pengubahan area hutan menjadi lahan lain secara permanen oleh manusia.

"Penting diperhatikan pemerintah bahwa DAS Lamasu ini sudah kritis, diintai pula oleh bencana," kata Slamet.

Baca Juga: Pakar Unhas: Banjir-Longsor di Luwu karena Degradasi Lahan

1. DAS Lamasi kerap mengalami luapan banjir

WALHI Sulsel: Banjir di Luwu Akibat DAS Lamasi Rusak ParahIlustrasi (ANTARA FOTO/Jojon)

Secara hidrologi, DAS Lamasi memiliki keterkaitan erat dengan DAS Rongkong. Slamet menyebut area itu seringkali mengalami luapan banjir di wilayah Sungai Lamadi dan Sungai Rongkong.

Secara administratif, DAS Lamasi berada di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Toraja Utara (9 persen), Luwu (76 persen), dan Luwu Utara (15 persen). Dari data tersebut, terlihat bahwa DAS Lamasi sebagian besar berada di Luwu.

DAS Lamasi memiliki luas 48.732 hektar dan tutup hutannya mencapai 40,36 persen. Sungai utamanya, yaitu Sungai Lamasi, memiliki panjang 69 km.

"Meskipun tutupan hutannya masih 40,36 persen tapi kita juga mesti melihat bagaimana jenis tanah dan aktivitas apa yang ada di DAS tersebut," kata Slamet.

2. Ada aktivitas pertambangan sebagai bentuk inkonsistensi pemda

WALHI Sulsel: Banjir di Luwu Akibat DAS Lamasi Rusak ParahIlustrasi tambang batu bara. (IDN Times/Istimewa)

Walenrang Timur dan Lamasi Timur sebagai daerah hilir merupakan kawasan rawan banjir. Walenrang Utara dan Walenrang Barat sebagai daerah hulu merupakan kawasan rawan longsor. Ironisnya, di kawasan inilah terjadi penambangan.

WALHI mencatat ada kawasan pertambangan mineral logam dan batu bara di Walenrang Utara, Walenrang Barat, dan Walenrang. Lalu ada kawasan peruntungan pertambangan mineral bukan logam di Walenrang Utara, Walenrang Barat, Lamasi, Lamasi Timur, dan Walenrang. Kemudian, kawasan peruntukan pertambangan mineral batuan di Walenrang Utara, Walenrang Barat, Lamasi, Lamasi Timur dan Walenrang.

Menurut WALHI, hal ini merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah setempat. Karena daerah yang rawan banjir dan longsor justru didaulat menjadi wilayah pertambangan.

"Pemerintah Kabupaten Luwu menyalahi prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan di Luwu," kata Slamet.

3. Terjadi deforestasi akibat penambangan

WALHI Sulsel: Banjir di Luwu Akibat DAS Lamasi Rusak ParahIlustrasi lahan (ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid)

WALHI juga mencatat ada deforestasi di daerah hulu dan hilir DAS Lamasi. Di daerah hulu, WALHI menemukan ada aktivitas perkebunan yang mempengaruhi wilayah tersebut, sedangkan daerah hilir yang merupakan hutan mangrove beralih fungsi untuk penggunaan tambang.

"Aktivitas yang mempengaruhi tadi memang cukup berpengaruh dengan sistem kerjanya adalah tambang galena (bahan baku logam timah hitam) itu. Karena ada ledakan, ada infrastruktur massif yang terbangun dalam satu ekosistem," kata Slamet.

Dalam catatan WALHI, keberadaan dan aktivitas pertambangan galena dilakukan oleh PT Bintang Utama Abadi (BUA) di hulu DAS Lamasi. Aktivitas pembukaan hutan dan peledakan diduga kuat menjadi salah satu faktor menurunnya jasa lingkungan DAS Lamasi.

"Makanya itu yang kami tegaskan bahwa memang pertambangan jenis galena ini, selain dia membangun infrastruktur untuk operasi produksinya itu kan memang ada akses jalan yang kemudian mempengaruhi kontur tanah Luwu," kata Slamet lagi.

4. WALHI minta Pemda menghijaukan kembali lahan yang telah rusak

WALHI Sulsel: Banjir di Luwu Akibat DAS Lamasi Rusak ParahIlustrasi lahan gundul. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid

Atas temuan tersebut, WALHI merekomendasikan beberapa hal. Salah satunya adalah pemerintah setempat seharusnya membuat penghijauan kembali lahan yang telah rusak. 

"Dengan bisa juga melakukan penghijauan di titik-titik yang telah ditentukan dan yang telah mengalami penurunan tutupan hutan di daerah," kata Slamet

Selain itu, diharapkan ada pengelolaan secara terintegrasi antara pemerintah dan masyarakat lokal untuk memikirkan ekosistem di DAS Lamasi.

"DAS Lamasi cukup penting untuk dijaga karena selain memang tutupan hutannya masih cukup baik, tapi aktivitas deforestasinya masih meningkat dari tahun ke tahun," kata Slamet.

Rekome lainnya adalah meninjau ulang rekomendasi wilayah peruntukan pertambangan dan lebih memprioritaskan perlindungan kawasan hutan, utamanya di daerah hulu. Kemudian, melakukan audit lingkungan atas perizinan PT BUA yang masuk dalam wilayah rawan bencana dan hutan lindung.

Baca Juga: Bantuan Mengalir untuk Korban Banjir di Luwu

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya