Pakar Unhas Ungkap Pembukaan Lahan jadi Penyebab Banjir di Luwu Utara

Banjir sudah diprediksi sejak tahun 2019

Makassar, IDN Times - Banjir bandang menerjang Masamba dan sekitarnya di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin, 13 Juli 2020. Bencana itu bukti kurangnya perhatian pemerintah pada daerah yang rentan bencana alam, padahal sebelumnya sudah ada kajian soal potensi bencana.

Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin sekaligus pakar petrologi dan geologi, Prof Adi Maulana mengatakan pihaknya sudah mengaji potensi bencana, terutama banjir di seluruh daerah Sulsel sejak tahun 2017. Dia mengungkapkan soal itu di akun media sosialnya.

Saat dikonfirmasi IDN Times, Jumat (17/7/2020), Adi menyatakan bahwa hasil kajian ini sudah dipublikasikan di Journal of Physic pada tahun 2019 lalu. Kajian itu bahkan sudah dipresentasikan secara internasional.

"Salah satu daerah yang berpotensi banjir dengan tingkat resiko tinggi adalah daerah Luwu Utara, khususnya daerah Masamba dan sekitarnya," kata Adi.

Baca Juga: Tiga Prioritas Penanganan Dampak Banjir di Masamba Luwu Utara

1. Daerah Masamba dan sekitarnya terbentuk dari erosi dan sedimentasi

Pakar Unhas Ungkap Pembukaan Lahan jadi Penyebab Banjir di Luwu UtaraANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Menurut hasil kajian yang dilakukan Pusat Studi Kebencanaan Unhas, Adi menyebut bahwa daerah Masamba dan sekitarnya merupakan daerah pedataran sangat luas yang terbentuk dari proses erosi dan sedimentasi selama ribuan bahkan jutaan tahun. Menempati luas areal sekitar 50 km x 30 km, pedataran ini disusun oleh material alluvial, dengan sumber dari batuan berupa material-material yang berasal dari pegunungan di bagian utara, timur dan baratnya. 

Di bagian utara dan barat terdapat pegunungan yang disusun oleh Formasi Kambuno, berupa batuan dengan komposisi granitik sampai dengan dioritik. Sementara di bagian timur disusun oleh pegunungan dengan komposisi batuan metamorfik dari Kompleks Pompangeo. 

"Kondisi morfologi daerah ini bagaikan cekungan kecil, yang diapit oleh pegunungan di bagian utara, timur dan barat dan dibatasi oleh Teluk Bone di bagian selatannya," kata Adi.

Setidaknya terdapat tiga sungai besar dan beberapa sungai kecil yang mengalir memotong daerah pedataran luas ini dari utara ke selatan. Sungai-sungai ini terbentuk oleh akibat patahan-patahan atau sesar sekitar Pliosen atau dua juta tahun yang lalu. 

"Patahan-patahan ini terjadi akibat proses tektonik pembentukan Pulau Sulawesi. Sejalan dengan waktu, patahan-patahan tersebut membentuk aliran sungai," Adi melanjutkan.

2. Banjir dipicu pembukaan lahan

Pakar Unhas Ungkap Pembukaan Lahan jadi Penyebab Banjir di Luwu UtaraANTARA FOTO/Hariandi Hafid

Di daerah hulu, kata Adi, proses pelapukan sangat intens terjadi. Hal ini dibuktikan dengan tebalnya soil atau tanah tutupan yang mencapai 5-7 m. Hasil penelitian yang dilakukan oleh UNHAS menemukan ketebalan soil bisa mencapai 8 meter di titik tertentu.  

Banyaknya aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan dan pemukiman yang tidak terkontrol di wilayah pegunungan atau hulu sungai menyebabkan terjadinya proses erosi yang sangat signifikan. Akibatnya terjadilah proses sedimentasi pada sungai yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan kondisi sungai secara umum terganggu. 

"Pembukaan lahan menyebabkan tanah menjadi rentan terhadap erosi permukaan, dan menyebabkan berkurangnya vegetasi. Akibatnya tanah di bagian hulu menjadi jenuh dan tidak mampu lagi untuk menyerap air hujan dengan baik (presipitasi menjadi semakin berkurang)," kata Adi.

Terbukanya lahan, menurut kajian tersebut, juga menyebabkan proses erosi semakin tinggi dan menghasilkan tumpukan material sedimen yang semakin besar. Sedimen ini pun mengisi saluran sungai dan terendapkan pada dasar sungai dan menjadikan kapasitas atau volume sungai menjadi berkurang/terjadi pendangkalan. 

"Kondisi ini menyebabkan ketika terjadi hujan deras dalam waktu yang singkat, maka banjir akan terjadi. Banjir terjadi dengan cepat, atau yang sering disebut dengan banjir bandang," ucapnya.

3. Pemerintah diharapkan lebih peduli pada hasil kajian soal bencana

Pakar Unhas Ungkap Pembukaan Lahan jadi Penyebab Banjir di Luwu UtaraANTARA FOTO/Indra

Adi pun menekankan bahwa penanganan banjir di daerah tersebut, memerlukan sinergi dari semua stakeholder, utamanya dari dinas terkait. Tanpa adanya sinergi, maka akan sangat sulit mengatasi banjir yang ke depannya akan semakin sering terjadi. 

Semakin ekstrimnya curah hujan akibat perubahan musim global, lanjutnya, ditambah dengan alih fungsi lahan yang semakin tidak terkontrol mengakibatkan kejadian banjir bandang akan terus semakin sering dengan intensitas semakin besar. 

"Diperlukan kerja keras dan kerja cerdas semua pihak tanpa ada yang saling menyalahkan. Semua pihak, baik provinsi maupun kabupaten yang didukung oleh pemerintah pusat didukung oleh masyarakat diharapkan dapat saling bekerjasama untuk mengatasi bencana ini. Jika tidak, maka kejadian akan terus berulang," katanya.

Disinggung soal bagaimana respon yang didapatkan dari pemda setempat, Adi tak berkomentar banyak. Namun hal yang pasti, kajian ini sudah dilakukan dan sudah dipublikasikan secara internasional. Dengan demikian, informasi dari kajian ini otomatis sudah menjadi milik publik. Maka pemerintah diharapkan lebih peduli dengan hasil kajian semacam ini.

"Data ini sebenarnya sudah jadi data publik. Kalau memang pemda di sana care, semestinya data ini dijadikan rujukan untuk mitigasi," katanya.

Baca Juga: Jokowi Minta Menteri PUPR Gaspol Atasi Banjir Bandang Luwu Utara

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya