Kiat Bawaslu Sulsel Mencegah Pelanggaran Pilkada

Makassar,IDN Times - Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Selatan (Bawaslu Sulsel) akan mulai memfokuskan pencegahan terhadap pelanggaran pilkada. Mencegah diyakini lebih mudah dibanding menindak pelanggar. Hal ini disampaikan pada sosialisasi pengawasan partisipatif dalam rangka pilkada serentak tahun 2020 di Hotel Citadines, Makassar, Kamis (12/3).
Ketua Bawaslu Sulsel, Laode Arumahi, mengatakan dibutuhkan partisipasi dari seluruh pihak untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam pilkada. Karena penindakan, kata dia, jauh lebih banyak menghabiskan energi dibandingkan dengan pencegahan.
"Karena penindakan itu sudah melibatkan banyak pihak, ada pelapor, terlapor, belum penegakan hukumnya yang akan melibatkan saksi, ahli, dan sebagainya. Pro kontra akan terjadi dalam rangka penindakan. Oleh karena itu sebaiknya kita merancang model-model pencegahan," kata Laode.
1. Bawaslu akan menyurati parpol dan bakal calon kepala daerah
Laode mengaku Bawaslu Sulsel telah melakukan sejumlah langkah pencegahan. Salah satunya salah dengan menyurati partai politik dan orang-orang yang mempunyai niat untuk maju sebagai bakal calon.
Hal yang dicegah, kata Laode, adalah jangan sampai mereka melakukan 'transaksi' dalam proses pencalonan itu atau lebih dikenal dengan istilah mahar politik. Karenanya Bawaslu Sulsel dengan tegas melarang hal tersebut terjadi.
"Karena ancaman hukumnya itu cukup keras. Kalau terbukti maka sanksi administrasinya tidak bisa mencalonkan kandidat pada pilkada berikutnya. Yang dicegah adalah tokoh-tokoh kita. Kemungkinan mereka adalah orang baik tapi karena tergiring akhirnya tergiur," tambahnya.
Dikatakan Laode bahwa Bawaslu Sulsel akan masuk ke wilayah parpol supaya ada kesepahaman untuk menghasilkan proses-proses sehat dalam berdemokrasi, termasuk bagaimana menghindari politik transaksional dan politik uang dalam proses pencalonan.
"Karena itu akan berdampak juga pada kinerja seorang pemimpin kalau dia melakukan proses itu dengan transaksional," katanya.
2. Pilkada Makassar masuk kategori rawan
Pilkada Makassar 2020 ini, kata Laode, sejatinya merupakan lanjutan dari pilkada 2018 lalu. Sebagaimana diketahui, pilkada Makassar kala itu tidak menghasilkan pemenang alias dimenangkan oleh kotak kosong. Hasilnya, Kota Makassar ini belum dipimpin oleh wali kota definitif.
Laode menuturkan bahwa ada beberapa orang yang menjadikan fenomena itu sebagai penelitian. Berkaca dari itu pula, pilkada Makassar juga dikhawatirkan akan menimbulkan potensi kerawanan, apalagi Makassar masuk dalam posisi ketiga Indeks Kerawanan Pilkada.
"Oleh karena itu, semua sorotan publik seluruh Indonesia tertuju kepada proses-proses pilkada yang ada di Kota Makassar. Jangan sampai itu terulang lagi. Itu tidak sehat dalam sebuah proses demokrasi sehingga tidak ada persaingan yang tidak sehat antar kandidat," kata Laode lagi.
3. NGO dan pers diminta turut berpartisipasi
Laode pun meminta kepada seluruh lapisan masyarakat, utamanya NGO atau LSM dan pers, agar turut berpartisipasi dalam melakukan langkah pencegahan. Pasalnya kedua kelompok ni dinilai sebagai kelompok strategis untuk memaksimalkan kinerja Bawaslu.
"Bawaslu Kota Makassar harus kita back up terutama oleh teman-teman aktivis NGO dan teman-teman media," katanya.
Baca Juga: Bawaslu Mulai Memetakan Kerawanan Pilkada 2020 di Sulsel