Kata Gen Z Makassar soal Tapera: Bukan Solusi, Malah Menyusahkan!

Tidak setuju dengan kebijkan Tapera

Intinya Sih...

  • Kebijakan Tapera menuai polemik di masyarakat karena pemotongan gaji pekerja dan iuran dari pemberi kerja untuk dana pembiayaan rumah murah.
  • Gen Z, seperti Rania (23), tidak setuju dengan kebijakan Tapera karena dinilai memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah dan tidak memfasilitasi mereka memiliki rumah.
  • Rania dan Arya (23) berpendapat bahwa solusi pemerintah seharusnya fokus pada program kerja atau produktif yang melibatkan potensi Gen Z, bukan mengenakan beban pemotongan gaji.

Makassar, IDN Times - Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang diluncurkan pemerintah melalui penandatanganan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 terus menuai polemik di masyarakat. Pro dan kontra mewarnai disusul kekhawatiran pada penyalahgunaan dana.

Kebijakan Tapera mengharuskan pemotongan gaji pekerja sebesar 2,5 persen ditambah iuran 0,5 persen dari pemberi kerja untuk menghimpun dana pembiayaan rumah murah. Meski begitu, kebijakan ini tetap dinilai masih memberatkan masyarakat, terutama di tengah kondisi biaya hidup yang terus meningkat.

Gen Z, menjadi salah satu kalangan masyarakat yang dibuat resah dengan kebijakan Tapera, tak terkecuali di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Gen Z Kota Makassar turut menyuarakan keresahannya perihal kebijakan itu.

1. Menjadi beban untuk masyarakat

Kata Gen Z Makassar soal Tapera: Bukan Solusi, Malah Menyusahkan!Potret komplek perumahan bersubsidi dari program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). (dok. Kementerian PUPR)

Rania (23), salah seorang Gen Z di Kota Makassar, mengaku tidak setuju dengan kebijakan Tapera. Karena menurutnya, hal itu tentu menjadi beban untuk masyarakat kelas menegah ke bawah dan menjadikan yang menengah ke atas semakin diuntungkan. 

"Ini memembuat Gen Z tidak bisa mengasah potensi mereka," kata Rania saat diwawancarai IDN Times, Minggu (9/6/2024).

Menurut Rania, Tapera belum tentu bisa memfasilitasi Gen Z punya rumah. Menurutnya kebijakan ini malah membuat stigma negatif dan menjadikan Gen Z menjadi lebih buruk, bukan menjadi lebih baik.

"Memiliki rumah sendiri itu bukan masalah umum yang harus dipedulikan dan dibebankan kepada masyarakat," kata Rania.

2. Bukan solusi untuk Gen Z yang belum punya rumah

Kata Gen Z Makassar soal Tapera: Bukan Solusi, Malah Menyusahkan!Potret komplek perumahan bersubsidi dari program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). (dok. Kementerian PUPR)

Menurut Rania, Tapera bukan menjadi solusi pemerintah untuk Gen Z yang belum punya rumah. Seharusnya pemerintah membuat program kerja atau produktif yang bisa lebih memicu dan melibatkan potensi Gen Z mengelola ekonomi hingga memiliki rumah.

Seharusnya, kata Rania, sistem perekonomian dan perbankan pemerintah yang diperbaiki jika ingin Gen z dapat memiliki rumah. 

"Pemerintah ada untuk memberi solusi kepada masyarakat bukan menjadikan masyarakat sapi perah dan mereka semakin hidup enak," kata Rania.

3. Menyusahkan pekerja

Kata Gen Z Makassar soal Tapera: Bukan Solusi, Malah Menyusahkan!Ilustrasi Perumahan. (dok. Kementerian PUPR)

Gen Z Kota Makassar lainnya, Arya Nugraha (23), punya pandangan serupa. Dia tidak setuju dengan kebijakan Tapera karena akan menyusahkan pekerja. 

Menurutnya, di tengah banyaknya isu perburuhan di Indonesia, Tapera justru datang menambah persoalan. Program ini pun patut dipertanyakan. 

"Sebagai pekerja, saya tidak rela jika gaji dipotong untuk program yang tidak jelas," kata Arya.

4. Kebijakan Tapera meragukan publik

Kata Gen Z Makassar soal Tapera: Bukan Solusi, Malah Menyusahkan!Potret komplek perumahan bersubsidi dari program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). (dok. Kementerian PUPR)

Arya juga meragukan kebijakan ini bisa memfasilitasi Gen Z punya rumah. Pasalnya, pemerintah selalu gagal menunjukkan bahwa mereka layak dipercayai. Apalagi rekam jejak dalam pengelolaan dana seperti kasus Jiwasraya, Taspen, dan Asabri. Ditambah, sampai saat ini sosialisasinya masih belum masif. 

"Pertanyaan seperti, bagaimana mereka menjamin pengelolaan dana, memikirkan inflasi, pengadaan tanah untuk perumahan, dan hal-hal teknis lain masih jadi pertanyaan," kata Arya.

Kebijakan semacam ini, menurut Arya, merupakan persoalan struktural. Penguasaan tanah yang timpang, pendidikan yang mahal, persoalan ketenagakerjaan, dan lain-lain, pemerintah harus membenahi itu semua. 

"Menurut saya, mestinya pemerintah benar-benar menjalankan pajak progresif sehingga bisa mensubsidi Gen Z yang gajinya sedikit itu. Bukan malah membebaninya dengan porongan gaji," kata Arya.

Baca Juga: Akademisi Unhas: Tapera Bukan Solusi buat Orang Tak Punya Rumah

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya