Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Makassar Masih Tinggi

Terjadi peningkatan angka kasus kekerasan anak dan perempuan

Makassar, IDN Times - Angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), masih tinggi. Hingga pertengahan tahun 2022, tercatat sudah ada ratusan kasus yang dilaporkan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar, Achi Soleman, mengatakan sejak Januari - Juni 2002, Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak DPPPA mencatat ada sekitar 200 kasus kekerasan perempuan dan anak. 

"Data 200 lebih itu adalah data total sementara data kekerasan perempuan dan anak," kata Achi saat dihubungi IDN Times, Rabu (29/6/2022). 

1. Masyarakat mulai berani speak up

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Makassar Masih TinggiIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut data UPTD DPPPA Kota Makassar, terjadi peningkatan yang signifikan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun lalu. Pada 2021, angka kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) mencapai 569 kasus dan pada 2020 sebanyak 504 kasus.

Menurut Achi, tingginya laporan kasus terhadap kekerasan terhadap perempuan dan anak disebabkan karena masyarakat yang mulai teredukasi. Disahkannya UU TPKS, dianggap membawa angin segar bagi korban untuk lebih berani melaporkan kekerasan yang menimpanya.

"Misalnya kekerasan seksual yang dulunya mungkin dikira aib sekarang masyarakat sudah terbiasa juga untuk speak up. Sudah ada juga layanan yang diberikan untuk masyarakat berbicara mengajukan masalahnya," ujarnya.

2. Edukasi ke masyarakat kian gencar

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Makassar Masih TinggiIlustrasi Kekerasan pada Anak. (IDN Times/Aditya Pratama)

Achi mengatakan kekerasan terhadap perempuan khususnya anak, bisa dicegah melalui keluarga. Hal ini telah dikampanyekan melalui gerakan Shelter Warga yang bertujuan mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Gerakan Shelter Warga ini mengedukasi masyarakat, termasuk tentang edukasi seksual pada anak. Misalnya, anak tidak boleh dicium bibir baik keluarga maupun orang lain. 

"Itu hal-hal sebenarnya kalau kita lihat sangat mudah tapi sangat berarti untuk masa depannya anak-anak, termasuk di dalamnya adalah pencegahan kekerasan terhadap anak. Misalkan jangan sampai ciuman bibir itu dianggap hal yang biasa," kata Achi.

Baca Juga: Komnas Perempuan: Cuma 22 Persen Kasus Kekerasan Seksual Diadili

3. Dipengaruhi berbagai faktor

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Makassar Masih TinggiIlustrasi Kekerasan pada Anak. (IDN Times/Aditya Pratama)

Achi menjelaskan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Bisa saja pelakunya adalah orang yang pernah mengalami kekerasan di masa lalu dan melampiaskannya kepada orang lain. 

"Ini yang paling banyak saat ini. Mungkin waktu kecil didikannya selalu dipukul. Jadi apa yang dirasakan waktu kecil jadi itu juga yang ingin dilakukan ke orang lain," katanya.

Faktor lainnya, pelaku kekerasan kerap dinormalisasi. Tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak biasanya dianggap lumrah ditambah lagi pengaruh media sosial yang semakin masif.

"Termasuk juga ketika anak-anak main game yang bukan usianya, seperti Mobile Legend yang banyak kekerasan. Jadi orang tua harus lebih bijak memberikan media sosial ataupun yang lainnya kepada anak," kata Achi.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Minta Pelaku Kekerasan Seksual Balita Ditangkap 

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya