Jumlah Pengidap HIV/AIDS di Sulsel Capai 26.000 Ribu Kasus

Kasus HIV/AIDS di Sulsel terbanyak di Makassar

Makassar, IDN Times - Jumlah pengidap HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sejak tahun 2005 hingga 2022, mencapai kurang lebih 26.000 kasus. Kasus terbanyak tercatat berada di Makassar dengan jumlah mencapai sekitar 15.000 kasus.

"Tiap tahun ada 600 - 700 kasus baru di Sulsel dan sudah masuk ke semua populasi," kata Koordinator Pengelola Program di Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Sulsel, Andi Akbar Halim.

Tak hanya dari kalangan orang dewasa atau kalangan tertentu saja, pengidap HIV/AIDS juga ada yang dari kalangan anak-anak. 

"Di Makassar sejauh ini tercatat 62 orang anak yang sementara terapi ARV (anti retroviral), artinya mereka sudah positif HIV," katanya.

1. Hanya sedikit ODHA yang menjalani terapi

Jumlah Pengidap HIV/AIDS di Sulsel Capai 26.000 Ribu KasusIlustrasi Dukungan pada Penderita AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Akbar menyatakan, penularan HIV/AIDS dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal itu disebabkan sangat sedikit pengidap HIV/AIDS yang bisa dijangkau untuk dilakukan terapi.

Dari 15.000 orang pengidap HIV/AIDS di Makassar, hanya 3.000 orang yang menjalani terapi. Maka tak heran jika penularannya cukup sulit ditekan.

Padahal, terapi dengan mengonsumsi ARV atau anti retroviral berfungsi untuk menghambat pertumbuhan sel virus HIV di dalam tubuh ODHA. Jika ARV diminum secara rutin, maka pertumbuhan sel virus sangat rendah atau bahkan tidak terjadi, dan kualitas hidup ODHA menjadi baik.

"Dengan begitu, risiko penularan HIV dari ODHA tersebut ke orang lain menjadi sangat sangat rendah," jelas Akbar.

2. Dibayangi oleh stigma dan diskriminasi

Jumlah Pengidap HIV/AIDS di Sulsel Capai 26.000 Ribu KasusIlustrasi Hari AIDS Dunia (IDN Times/Mardya Shakti)

Alasan pengidap HIV/AIDS atau ODHA ini sulit dijangkau, karena danya bayang-bayang stigma dan diskriminasi terhadap mereka. Hal itulah yang membuat mereka merahasiakan statusnya sebagai ODHA.

Menurut Akbar, semua pihak perlu upaya lebih serius untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS. Misalnya, memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa penularan HIV/AIDS tidak semudah penyakit menular lainnya.

"Pertama, masyarakat tahu bahwa HIV/AIDS menular hanya dengan cara tertentu saja. Tidak dengan kontak sosial biasa. Kedua, cara penularan itu hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu sehingga harus disosialisasi kepada seluruh masyarakat untuk tidak melakukan perilaku berisiko itu," katanya.

"Kalaupun ada perilaku berisikonya, segera persiksakan diri supaya ditahu apakah ada dalam tubuhnya HIV atau tidak. Kalau ada HIV dalam tubuhnya, segera diobati," kata Akbar.

3. HIV/AIDS bisa dicegah

Jumlah Pengidap HIV/AIDS di Sulsel Capai 26.000 Ribu KasusIlustrasi Logo AIDS (IDN Times/Mardya Shakti)

Penyakit HIV/AIDS disebabkan hubungan intim yang tidak aman. Bisa juga disebabkan penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian saat memakai narkoba.

Karena itu, penyakit HIV/AIDS bisa dicegah. Akbar menyebut ada tiga cara untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Pertama, laki-laki dan perempuan yang belum menikah tidak berhubungan seks. Kedua, laki-laki dan perempuan yang sudah menikah, harus setia pada pasangannya. Ketiga, adalah penggunaan kondom.

Pada kasus penggunaan kondom, KPA juga mendapatkan tantangan luar biasa. Sebab mereka dianggap mendukung seks bebas. 

"Padahal tidak seperti itu. Kondom itu alat pencegahan. Supaya kalau ada perilaku berisiko, tidak dibawa masuk ke dalam rumah tangganya," kata Akbar.

Baca Juga: Kasus HIV/AIDS di Sinjai Meningkat setiap Tahun

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya