Eksistensi Tari Tradisional Sulsel Tergeser Tari Kontemporer?

Eksistensi tarian tradisional kian tergeser

Intinya Sih...

  • Eksistensi tarian tradisional tergeser oleh perkembangan teknologi informasi dan minat anak muda pada tarian kontemporer atau modern.
  • Masuknya tarian kontemporer dari luar negeri, seperti ala Kpop dari Korea Selatan, memengaruhi minat anak muda pada tari tradisional di Indonesia.
  • Tantangan dalam mengembangkan tarian tradisional tanpa kehilangan unsur sakral dan orisinalitas, serta menjaga agar tidak kehilangan makna ritual yang ada.

Makassar, IDN Times - Perkembangan teknologi informasi yang kian masif sedikit banyak membuat eksistensi tarian tradisional kian tergeser. Anak muda zaman sekarang memiliki banyak referensi kesenian tak hanya dari dalam tapi juga luar negeri. 

Mirisnya, kesenian tradisional seperti tari-tarian ikut tergerus. Anak muda cenderung lebih menyukai tarian kontemporer atau modern dibandingkan tari tradisional. Padahal Indonesia memiliki ragam jenis tari tradisional.

Dion Syaif Saen selaku pegiat budaya di Sulawesi Selatan, memandang bahwa anak muda cenderung lebih bosan dengan tarian tradisional yang sifatnya begitu-begitu saja. Berbeda dengan tarian kontemporer yang lebih bebas dan energik.

"Kalau tarian tradisional tidak berkembang sementara mereka ini mau mengeksplor," kata Dion saat diwawancarai IDN Times, Minggu (28/4/2024).

1. Gerakan tarian tradisional lebih monoton

Eksistensi Tari Tradisional Sulsel Tergeser Tari Kontemporer?Tari Kipas Pakarena (Instagram/visit_sulsel)

Saat ini, tergerusnya minat anak muda pada tari tradisional juga dipengaruhi masuknya tarian kontemporer dari luar negeri. Tarian kontemporer ala Kpop dari Korea Selatan juga sukses membuat banyak anak muda menggandrunginya.

Gerakannya yang luwes, energik dan bebas, lebih disukai anak muda. Berbanding terbalik dengan tarian tradisional yang telah mempunyai pakem-pakem tertentu. Gerakannya juga lebih anggun, lemah lembut dan lambat.

Dion mengambil contoh Tari Pakarena di Sulawesi Selatan. Tarian ini memiliki ciri khas berupa gerakannya yang estetik. Mengandalkan gerakan kaki dan tangan yang lambat serta gerakan kipas yang lemah lembut. 

Biasanya tarian ini diiringi alat musik tiup (pui-pui) dan gendang (gandrang). Meski gerakannya lambat tapi alunan instrumen yang mengiringi tarian itu cukup cepat.

"Orang biasnya malas melihat padahal ada makna diungkapkan," kata Dion.

2. Antara modifikasi dan nilai sakral

Eksistensi Tari Tradisional Sulsel Tergeser Tari Kontemporer?Penabuh gendang Tunrung Pakanjara (Instagram/chandra_sr)

Dion juga menyadari tarian tradisional tidak akan bisa berkembang kalau tidak dibuat kontemporer. Persolannya, hal itu justru dianggapnya menghilangkan unsur sakral dari sebuah tarian tradisional.

Dia lalu mengambil contoh pada Tunrung Pakanjara. Tunrung Pakanjara (tabuh amuk) merupakan tabuhan khas masyarakat Makassar. Tabuhan ini biasa dipakai sebagai pembuka dalam berbagai rangkaian acara. 

Pola tabuhan ini biasa menjadi pengiring pada permulaan pertunjukan tari-tarian tradisional, peresmian acara-acara tertentu, dan festival-festival, namun tidak ditabuh pada upacara kematian.

Dion mengatakan saat ini lebih dikembangkan. Bahkan ada yang bisa menambah tabuhan rebana, sinrilik, atau instrumen lain agar lebih dieksplorasi. 

"Mereka memerdekakan alam imajinasinya untuk mengembangkan itu tanpa meninggalkan nilai originalnya. Tapi saya lihat memang meninggalkan nilai sakral," kata Dion.

Baca Juga: Tari Kipas Pakarena: Sejarah, Ciri-Ciri, Fungsi, dan Maknanya

3. Mengikuti perkembangan zaman

Eksistensi Tari Tradisional Sulsel Tergeser Tari Kontemporer?Tari Paduppa (Instagram/sanggar_masagena_art)

Menurut Dion, tarian tradisional dulu lebih menyentuh meski tanpa adanya unsur instrumen tambahan. Sebab di situlah terdapat makna sakral. Saking sakralnya, ada ritual yanb harus dijalankan sebelum menari.

"Dulu kalau orang mau menari, harus ritual dulu. Misalnya tari Paolle di Bantaeng, minta ke alam semesta. Itu sangat menjaga ritual Memang sebagai bentuk upacara seserahan, kehormatan," kata Dion.

Zaman sekarang, nyaris semua unsur telah dimodifikasi mulai dari kostum, gerakan, instrumen hingga riasan. Gerakan yang tadinya pelan bisa dimodifikasi menjadi lebih tegas. Penari yang dulunya tidak memakai riasan kini memakai riasan.

"Di situ menurut mereka kekuatan politik pentasnya supaya orang tertarik," kata Dion.

Namun perkembangan zaman memang sulit dihindari. Mau tidak mau, modifikasi tarian tradisional pasti akan selalu ada namun tetap menjaga orisinalitas. Menurut Dion, semua yang terjadi saat ini merupakan inovasi dari yang pernah terjadi di masa lalu.

"Lebih bebas tetapi jangan lupa ada unsur tradisi yang masuk. Memang tidak ada hal baru. Apapun itu. Apa yang dilakukan hari ini. Semua yang pernah terjadi," katanya.

Baca Juga: 3 Serba-serbi Katirisala asal Bugis, Manis Rasanya Indah Maknanya

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya