Dua Kali PSBB Tak Ampuh, Makassar Disarankan Lakukan Karantina Wilayah

Epidemiolog pertanyakan efektivitas tracing contact

Makassar, IDN Times - Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) tahap kedua telah berakhir bulan Mei lalu. Akan tetapi kasus positif COVID-19 justru semakin meningkat. Wacana untuk menerapkan PSBB tahap ketiga pun sempat mencuat. Namun hal itu sepertinya sulit dilakukan mengingat masyarakat Kota Makassar yang tengah memulai kehidupan normal baru atau new normal.

Epidemiolog Universitas Hasanuddin, Ansariadi, mengatakan jika Makassar tidak ingin menerapkan PSBB lagi, maka ada alternatif lain yang bisa dilakukan sebagaimana yang diatur dalam UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam pasal 49, disebutkan bahwa dalam rangka melakukan mitigasi faktor risiko di wilayah, pada situasi kedaruratan masyarakat dilakukan karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit atau PSBB.

Ansariadi menilai bahwa PSBB membutuhkan biaya yang lebih besar sementara di sisi lain isolasi atau karantina, tetap harus diterapkan apabila ingin mengontrol penyebaran COVID-19. Namun penerapannya, kata Ansariadi, tentu memerlukan kajian misalnya hanya dilakukan di wilayah tertentu.

"Jadi kita sebetulnya sudah melakukan PSBB, alternatif lain yang memungkinkan untuk kita lakukan adalah bagaimana menangani wabah. Mungkin kita perlu merujuk lagi kepada aturan yang disiapkan oleh negara bahwa selain PSBB, ada tindakan karantina," ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual yang digelar Muhammadyah COVID-19 Command Center (MCCC) Kota Makassar, Minggu (21/6) malam.

1. Peningkatan jumlah kasus secara signifikan terjadi setelah PSBB

Dua Kali PSBB Tak Ampuh, Makassar Disarankan Lakukan Karantina Wilayah(Ilustrasi virus corona) IDN Times/Arief Rahmat

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas itu menegaskan bahwa peningkatan jumlah kasus di Sulsel, khususnya di Makassar, secara signifikan terjadi setelah PSBB tahap kedua selesai. Peningkatan paling jelas terlihat tepat dua pekan setelah perayaan Hari Raya Idul Fitri, yakni sebesar 110 kasus baru. Sebelum itu, kasus tidak pernah mencapai angka 100.

"Ini ada yang unik oleh karena tampaknya memang setelah lebaran, peningkatan kasus di Makassar bertambah secara exponensial. Dulu ketika PSBB diberlakukan, relatif terkontrol. Sekarang sudah mulai peningkatan bersifat eksponensial," tuturnya.

Ansariadi mengakui penyebaran COVID-19 di Kota Makassar sudah terdistribusi di seluruh kecamatan. Berdasarkan hal ini, maka dia mengambil kesimpulan bahwa penularan COVID-19 masih berlangsung di masyarakat dan bersifat eksponensial.

"Artinya, di Makassar sekarang ini kurang lebih 1,4 Rt. Kalau dulu sampai dengan PSBB itu kurang lebih 1. Artinya terkontrol bahkan turun sampai 0,99. Artinya kalau sekarang ini kita dapat 100 kasus, maka minggu berikutnya kita dapatkan kurang lebih 140-150 kasus. Jadi kalau kondisi seperti ini terjadi, maka minggu depan kita akan mendapat yang lebih banyak," katanya.

2. Dikhawatirkan adanya peningkatan yang melebihi batas

Dua Kali PSBB Tak Ampuh, Makassar Disarankan Lakukan Karantina Wilayahidn media

Risiko penularan setelah PSBB, kata Ansariadi, juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan selama PSBB. Dia menilai, situasi sekarang tidak lebih bagus dibandingkan dengan selama PSBB atau jauh lebih berisiko untuk terjadinya penularan.

"Ini kita bisa lihat bagaimana situasi sekarang. Aktivitas sudah hampir kembali seperti biasa dan itu yang diinterpretasikan orang dengan kembali normal. Tetapi melihat grafiknya, situasi tidak normal. Jadi karena perkembangan kasusnya sudah bersifat eksponensial atau tidak terkontrol yang Rt-nya sama dengan 1," ucapnya.

Dia menegaskan, walaupun saat ini data menunjukkan bahwa kapasitas rumah sakit masih tersedia untuk menangani COVID-19, tetapi jika penambahan kasus ersifat eksponensial maka infrastruktur kesehatan akan melebihi batas. Hal inilah yang dikhawatirkan oleh Ansariadi.

"Yang kita takutkan adalah jangan sampai pertambahan ini memberikan beban yang sangat besar pada rumah sakit untuk bisa menangani. Jadi sekarang kapasitas untuk menangani rumah sakit itu baru masih dalam batas yang bisa ditangani, kira-kira kapasitas yang terpakai baru 30 persen. Tapi menambah kapasitas tidak secepat dengan penyebaran penyakit. Kita harus lebih hati-hati. Yang kita harapkan adalah penekanan sampai tidak ekpsonensial," kata Ansariadi.

Baca Juga: Usai Akikah di Makassar, Bayi di Parepare Positif COVID-19

3. Kasus semestinya menurun seiring gencarnya tracing contact dan tes swab

Dua Kali PSBB Tak Ampuh, Makassar Disarankan Lakukan Karantina WilayahRapid test massal di Makassar, Selasa (12/5). (Humas Pemprov Sulsel)

Ansariadi juga mempertanyakan soal peningkatan kasus seiring dengan gencarnya surveilans atau tracing contact yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, ada kekeliruan dalam hal ini. Sebab jika tracing dilakukan dengan benar, maka tentu akan terjadi penurunan kasus, tetapi realitanya tidak demikian.

"Dengan demikian, berarti ada masalah di dalam penerapannya, apakah di dalam penemuan kasusnya, isolasinya, penelusurannya dan terutama kepada karantina bagi mereka yang sehat dan bagaimana penerapan protokol kesehatan karena kalau ini bagus semuanya, maka harusnya terkontrol," katanya.

Sebagai informasi, pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kerap kali mengaku bahwa meningkatnya kasus secara signifikan disebabkan masifnya tracing yang dilakukan dan pemeriksaan untuk menjaring orang-orang yang berpotensi terpapar virus.

Baca Juga: Kasus di Sulsel Melonjak, Gugus Tugas: karena Tes Agresif

https://www.youtube.com/embed/kmXwxRvu4Qo

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya