Debat Paslon Pilkada, Antara Jual Gimik dan Janji-janji Tidak Konkret

Debat paslon pilkada masih mengawang-awang, tak jelas!

Makassar, IDN Times - Pelaksanaan debat publik pasangan calon (paslon) kepala daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) mulai digelar. Tiga paslon Bupati Barru masing-masing telah beradu gagasan. Begitu pula dengan paslon Bupati Gowa yang hanya memaparkan visi-misi sebagai pengganti debat publik lantaran merupakan paslon tunggal.

Selanjutnya, paslon-paslon dari daerah penyelenggara pilkada lainnya akan menyusul. Sesuai jadwal yang ditentukan, para paslon akan bertarung gagasan demi bisa menarik perhatian para calon pemilih. Hanya saja, debat publik semacam ini dinilai kurang efektif.

Pengamat Politik Universitas Hasanuddin, Sukri Tamma, mengakui debat paslon yang belakangan digelar, sebenarnya belumlah ideal. Menurutnya, konsep ideal dari sebuah debat paslon adalah sebagai ruang bagi paslon untuk lebih menunjukkan visi misinya secara konkret. 

Jika dalam tahapan kampanye paslon hanya menyampaikan soal janji-janjinya, maka dalam tahapan debat paslon sebenarnya diminta untuk menunjukkan hal-hal yang lebih konkret mewujudkan janji-janji itu.

"Jadi kadang-kadang malah diharapkan sudah ada gambaran kira-kira kebijakan secara teknis nanti seperti apa. Misalnya 'saya akan menyejahterakan dari segi pendidikan'. Nah, kebijakannya seperti apa yang akan diambil dan seterusnya," jelas Sukri saat dihubungi IDN Times via telepon, Rabu (28/10/2020).

1. Paslon harus menjual sesuatu yang berbeda

Debat Paslon Pilkada, Antara Jual Gimik dan Janji-janji Tidak KonkretIlustrasi Pilkada serentak 2020, IDN Times/ istimewa

Sukri menuturkan para paslon harus saling menjual sesuatu yang bisa membedakan mereka. Karena sebenarnya dalam konteks visi misi, setiap paslon kurang lebih sama, hanya cara membahasakannya yang berbeda.

Sebagai contoh, kata Sukri, semua paslon akan mengupayakan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, memperbaiki pelayanan publik, melakukan reformasi birokrasi dan seterusnya. 

"Hal-hal itu kan sama oleh para kandidat, hanya bahasanya berbeda-beda. Dalam konteks begini kan nantinya para kandidat itu menunjukkan 'saya ingin melakukan peningkatan kesejahteraan dengan cara seperti ini'. Nanti kandidat yang lain juga menunjukkan caranya yang lain," kata Sukri.

Di sinilah nantinya para calon pemilih melihat siapa di antara para paslon ini yang kebijakannya lebih realistis dilaksanakan meskipun sama-sama menjanjikan kesejahteraan. 

"Debat kandidat mestinya adalah ruang seperti itu sehingga kemudian mereka yang saat ini mungkin belum mempunyai pilhan atau swing voters bisa segera menentukan ternyata ini yang lebih tepat dan seterusnya," kata Sukri lagi.

2. Debat paslon tak seharusnya jadi ajang adu gagasan normatif

Debat Paslon Pilkada, Antara Jual Gimik dan Janji-janji Tidak KonkretIlustrasi Pilkada serentak 2020, IDN Times/ istimewa

Sukri menyebut debat paslon sebenarnya tidak hanya sekadar unjuk diri dengan karakter diri yang dibuat-buat. Misalnya tampil atau bertanya lebih sopan, lebih baik, terlihat cerdas dan seterusnya, meskipun hal itu memang adalah salah satu hal yang dituju oleh para paslon.

Namun sebenarnya bagi para pemilih dan penyelenggara, kata Sukri, ruang debat ini sebaiknya memang adalah pertarungan untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan di antara paslon pada konteks kebijakan-kebijakan lebih teknis. 

"Karena kalau hanya jargon saja ya apa bedanya debat kandidat dengan kampanye biasa," kata Sukri.

3. Debat seharusnya bisa mengeksplorasi visi misi paslon

Debat Paslon Pilkada, Antara Jual Gimik dan Janji-janji Tidak KonkretIlustrasi Pilkada serentak 2020, IDN Times/ istimewa

Sementara itu, pengamat politik Universitas Muhammadyah Makassar, Andi Luhur Prianto, saat dihubungi terpisah mengatakan bahwa fungsi debat sebenarnya berupaya mengeksplorasi visi kepemimpinan paslon.

"Paling tidak bisa mengkoneksikan visi kepemimpinan kandidat dengan arahan perencanaan makro daerah, seperti RPJP," katanya.

Menurut Luhur, jika merujuk pada debat-debat paslon sebelumnya, maka sepertinya debat paslon lebih surplus di selebrasi tapi defisit di gagasan. 

"Banyak problem teknis yang membuat debat kandidat tidak cukup efektif mengeksplorasi gagasan kandidat, terutama di soal teknis durasi waktu," kata Luhur.

Baca Juga: Debat Publik Perdana, 3 Paslon Pilkada Barru Adu Visi-Misi dan Program

4. Debat seharusnya bisa meyakinkan pemilih

Debat Paslon Pilkada, Antara Jual Gimik dan Janji-janji Tidak KonkretIlustrasi Pilkada Serentak 2020, IDN Times/ istimewa

Luhur juga menyebut debat paslon biasanya lebih banyak diisi gimmick dan entertain dari para paslon itu sendiri. Sementara eksplorasi gagasan, paslon tidak sampai pada hal-hal yang bersifat strategis.

Untuk segmen pemilih kota yang rasional, lanjutnya, fungsi debat menjadi penting untuk lebih meyakinkan pemilih. Pada kategori undicided voters (pemilih yang belum menentukan pilihan sampai hari pemilihan), konten debat akan mempengaruhi preferensi memilih mereka. 

"Apalagi di berbagai lembaga survey, persentasi pemilih untuk kategori undecided voters dan swing voters, masih sangat besar dan berpotensi menentukan hasil akhir pemilihan," kata Luhur.

Baca Juga: [CEK FAKTA] Capaian Adnan-Kio di Gowa: IPM Naik, Pendidikan Tak Rinci

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya