Tantangan Baru Perspektif HIV-AIDS: Lebih dari Sekadar Isu Kesehatan
Butuh kolaborasi lintas sektor dan pelibatan masyarakat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Penanganan HIV/AIDS hari ini menghadapi tantangan baru, yaitu perspektif yang tidak sekadar berfokus pada persoalan kesehatan. Sebab persoalan lain tidak bisa dikesampingkan, misalnya ekonomi, hukum, hingga pemenuhan HAM.
Hal itu disampaikan Andi Akbar Halim, Direktur Yayasan Gaya Celebes (YGC) Makassar, yang berfokus pada penyebaran informasi tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Menurutnya, persoalan HIV/AIDS semestinya bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Sebab masalah tersebut butuh penanganan lintas sektoral.
"Kalau kita lihat lebih banyak itu kerja-kerja dinas kesehatan, karena OPD terkait anggap HIV/AIDS itu soal kesehatan saja. Padahal kalau lihat dari dampaknya di situ banyak persoalan yang muncul," kata Andi Akbar kepada IDN Times Sulsel, Jumat malam (8/12/2023).
"Persoalan yang muncul itu ada stigma diskriminasi, ada persoalan perempuan dan anak, serta ada soal-soal yang berhubungan psikososial dalam memandang orang HIV," dia menambahkan.
1. Tak hanya kolaborasi lintas sektor, pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat
Dinas Kesehatan Sulsel mencatat orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Sulsel saat ini sekitar 23 ribu kasus. Per tahun 2023, hingga September, ada tambahan 1.475 kasus HIV dan 279 AIDS.
Akbar mengatakan, untuk menekan angka penambahan kasus, perlu kolaborasi antar instansi pemerintahan. Sebab jika hanya mengandalkan Dinas Kesehatan, berbagai persoalan yang menjadi pemicu tidak akan bisa terurai.
YGC juga berharap pemerintah melibatkan masyarakat, khususnya lembaga atau yayasan yang selama ini bergerak secara independen dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
"Kalau kita bicara di Sulsel ya Makassar jadi acuan. Tapi kalau ditanya soal kerjasama instansi terkait dengan LSM yang konsen soal itu masih kurang. Karena LSM ini bergerak kalau ada donor dari lembaga (donor) luar negeri," Andi menerangkan.
Selama ini, kata Akbar, lembaga donor luar negeri menyalurkan anggarannya lewat pemerintah Indonesia. Anggaran itu lebih banyak digunakan oleh instansi pemerintah, sedangkan yang bisa diakses LSM kurang-lebih cuma dari 10 persen.
"Kalau ditanya serius, memang pemerintah masih kurang serius dalam penanganan dan penurunan HIV. Dan itu harus kembali lagi ke instansi terkait untuk bergerak dan berkolaborasi tangani ini," ujar Akbar.