TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kontestasi Pilkada Makassar 2024 Bakal Lebih Dinamis Tanpa Petahana

Lebih banyak alternatif pilihan untuk parpol

Balai Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Riuh penjaringan bakal calon wali kota Makassar mulai berlangsung sejak dua bulan terakhir. Sejumlah nama populer mulai berseliweran dalam penjaringan partai.

Persaingan yang lebih dinamis diprediksi akan berlangsung lebih dinamis seiring tidak adanya kandidat petahana. Hal itu karena mereka adalah wajah baru dalam perebutan kursi wali kota Makassar.

Sejumlah partai telah membuka dan menerima penjaringan nama calon yang akan mengikuti pilkada November mendatang. Mereka yang telah mendaftar yaitu Indira Jusuf Ismail (Istri Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto), Abdul Rahman Bando (mantan Birokrat), dan Ahmad Susanto (Ketua KONI Makassar). Kemudian, Amri Arsyid (Ketua PKS Sulsel), Azhar Arsyad (Ketua DPW PKB Sulsel), dan Rahman Pina (Ketua AMPG Sulsel).

Selanjutnya, Rudy Pieter Goni (Anggota DPRD Sulsel), Munafri Arifuddin (Ketua DPD II Golkar Makassar), Adi Rasyid Ali (Ketua DPC Demokrat Makassar), dan Rusdin Abdullah (pengusaha). Lalu ada  Andi Seto Gadhista Asapa (mantan Bupati Sinjai), Irwan Adnan (Birokrat), Rudianto Lallo (Ketua DPRD Makassar) dan Risfayanti Muin (anggota DPRD Sulsel).

"Jadi pada prinsipnya, saya kira dengan banyaknya nama ini kita berharap persaingan akan dinamis," kata Pengamat Politik Universitas Hasanuddin, Sukri Tamma, saat diwawancarai IDN Times, Sabtu (25/5/2024).

Baca Juga: Syarat Rumit, Pilkada di Sulsel Minim Bakal Calon Perseorangan

1. Tanpa petahana, belum tentu menjamin lebih fair

Meski begitu, tidak adanya petahana pada Pilwali Makasaar juga tidak menjamin perhelatannya akan lebih fair atau terbuka. Menurut Sukri, fair atau tidaknya akan bergantung pada bagaimana sistem bekerja. 

"Ada atau tidak petahana, kalau sistem yang bekerja memang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai jurdil (jujur dan adil) itu saya kira tidak akan berlangsung dengan baik," kata Sukri.

Namun ketika kontestasi ini benar-benar menjunjung tinggi Pilkada jurdil, maka Sukri menilai Pilwali Makassar akan berlangsung dengan baik. Sebab menurutnya, kekhawatiran yang muncul ketika ada kandidat petahana biasanya ada pemanfaatan fasilitas negara, pelibatan ASN dan seterusnya yang biasanya dianggap sebagai 'kecurangan' oleh petahana. 

"Tapi kecurangan-kecurangan pemilu kan tidak hanya di situ. Ada banyak sekali bentuk kecurangan misalnya money politic yang bisa dilakukan petahana maupun non petahana atau kemudian pelanggaran kampanye atau sosialisasi dan seterusnya," kata Sukri.

2. Semua kandidat punya peluang sama

Sukri juga menjelaskan wajah-wajah baru yang mengembalikan formulir pendaftaran dalam penjaringan parpol itu sebenarnya bukan wajah yang baru-baru amat. Apabila melihat latar belakangnya, mereka bukan orang yang baru dalam politik dan pemerintahan. 

Menurut Sukri, kehadiran wajah-wajah baru ini cukup baik karena menghadirkan lebih banyak alternatif pilihan. Sayangnya, tidak ada kandidat independen yang berarti semua kandidat harus maju lewat parpol. 

"Artinya, kandidat-kandiat yang bermunculan ini harus betul-betul menjadi orang yang dianggap pantas untuk diajukan oleh parpol," kata Sukri.

Kemudian, kondisi di Makassar ini tidak ada partai yang bisa mengajukan sendiri melainkan harus berkoalisi. Karena tidak ada petahana maka peluang bagi figur-figur tersebut cukup besar. Mereka masing-masing mempunyai peluang yang sama untuk diusung parpol karena tidak ada yang jalan lebih dulu.

"Maka kemudian, tentu para kandidat ini mencoba untuk mensosialisasikan diri. Mereka tahu betul bahwa konsekuensinya pada akhirnya kan penentunya adalah partai politik. Partai politik tentu akan terbatas, akan mengerucut pilihannya," kata Sukri.

Berita Terkini Lainnya