Aliansi Sulawesi Tantang Luhut, Bahli, dan Gibran Dialog soal Nikel
Ajakan dialog bahas dampak hilirisasi nikel
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Aliansi Sulawesi atau koalisi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel, Sultra dan Sulteng menantang Luhut Binsar Panjaitan, Bahlil Lahadalia, dan Gibran Rakabuming Raka berdialog secara terbuka. Dialog seputar fakta dan data terkait manfaat maupun dampak negatif hilirisasi nikel, khususnya di Pulau Sulawesi.
Hilirisasi mineral, khususnya tambang nikel, merupakan materi debat calon wakil presiden dan jadi perbincangan masyarakat. Gibran, calon wakil presiden nomor urut 2, merupakan kandidat yang mendukung hilirisasi nikel. Luhut sebagai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi serta Bahlil, Menteri Investasi, turut mengomentari dan menyebut hilirisasi yang dijalankan Presiden Joko Widodo sudah benar.
"Kami perlu merespon para menteri yang kerap mengatakan bahwa hilirisasi nikel di Indonesia itu baik. Kami pun mengajak Menteri Luhut, Bahlil, bahkan Cawapres 02, Gibran untuk berdebat secara terbuka soal manfaat industri nikel di Sulawesi. Tunjukan data-data terkait dampak positif hilirisasi nikel, khususnya bagi masyarakat dan lingkungan Sulawesi," kata Sunardi, Direktur WALHI Sulawesi Tengah, dalam keterangannya, Senin (29/1/2024).
Baca Juga: Walhi Sulsel Sebut 4 Tambang Dapat Izin Konsesi Diduga Danai Pemilu
1. Hilirisasi nikel dianggap berdampak buruk bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat
Sunardi menjelaskan bahwa selama tiga ahun terakhir dampak hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah sangat buruk terutama bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal, baik itu di area pertambangan maupun di sekitar pabrik. Kondisi ini juga harus dilihat dan dihitung sebagai dampak hilirisasi mineral nikel di Indonesia.
"Kami perlu jabarkan satu-satu dampak negatif hilirasi nikel di Sulawesi Tengah kepada Gibran khususnya. Mulai dari masalah pencemaran air, udara, kehancuran hutan, hingga gangguan kesehatan masyarakat dan penerunan pendapatan masyarakat lokal, sperti petani dan nelayan," jelasnya.
Sementara lanjutnya, kondisi pekerja tambang dan industri nikel juga sangat memprihatinkan. Ribuan tenaga kerja lokal harus bekerja dengan standar keselamatan kerja yang rendah, upah yang tidak sesuai dengan resiko kecelakaan kerja yang sangat tinggi dan sistem kerja kontrak yang membuat para pekerja harus bekerja non stop agar mendapat penghasilan yang tinggi.
"Tingginya angka kecelakaan kerja menjadi bukti bahwa kondisi buruh pabrik nikel sangat memprihatinkan. Juga termasuk banyak buruh-buruh smelter nikel di Morowali harus berhenti kerja karena tidak tahan dengan resiko yang tinggi sementara upah mereka sangat rendah. Hal itu yang perlu kami perdebatkan dengan Luhut dan Gibran," terang Sunardi.