Petahana Bisa Didiskualifikasi dari Pilkada Jika Kerahkan ASN

Makassar, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan petahana di Sulawesi Selatan tidak menyalahgunakan wewenang, pada pencalonan kembali di pemilihan kepala daerah. Di pilkada, bupati atau wakil bupati rawan mengerahkan aparatur sipil negara (ASN) untuk mengumpulkan dukungan masyarakat.
Pemilihan Presiden 2019 jadi pengalaman bagi Bawaslu Sulsel. Saat itu 15 camat di Makassar terbukti melanggar netralitas karena menggalang dukungan bagi salah satu pasangan calon. Di pilkada, mobilisasi ASN juga berpeluang terjadi.
“Pemilihan nasional dan lokasl memiliki karakteristik berbeda. Apalagi yang dipilih nanti bupati, di mana jarak pemilih dan kekuasaan sangat dekat. Kami tidak jadikan rujukan, tapi bahan kajian itu pasti,” kata Anggota Bawaslu Sulsel Asry Yusuf di Makassar, Jumat (20/12).
Baca Juga: Pilkada 12 Daerah di Sulsel Tahun 2020, Ini 4 Faktanya
1. Sepuluh pilkada di Sulsel bakal diikuti petahana
Di tahun 2020, pilkada serentak bakal digelar di 12 kabupaten di Sulsel. Pilkada di sepuluh kabupaten kemungkinan diikuti petahana, mengingat bupati atau wakil bupatinya baru menjabat selama satu periode.
Para petahana, antara lain Bupati Selayar Basli Ali, Adnan Purichta di Gowa, Suardi Saleh (Barru), Andi Kaswadi Razak (Soppeng). Lalu Indah Putri Indriani di Luwu Utara, Thoqiq Husler (Luwu Timur), Nicodemus Biringkanae (Tana Toraja), dan Kalatiku Paembonan (Toraja Utara). Dua lainnya merupakan wakil bupati, yakni Tomy Satria Yulianto di Bulukumba serta Andi Harmil Mattotorang di Maros.
2. Bawaslu bakal bertindak tegas terhadap penyalahgunaan wewenang
Asry mengatakan, berdasarkan pemetaan ada potensi pengerahan ASN di pilkada 2020. Potensi tersebut lebih tinggi jika pilkada diikuti petahana. Sebab kepala daerah punya kepentingan untuk dipilih, sedangkan ASN menggalang dukungan masyarakat dengan mengharap jabatan.
Bawaslu, kata Asry, bakal memperketat fungsi pengawasan. Dia menyatakan pihaknya menindak tegas petahana yang menyalahgunakan jabatan, baik yang menguntungkan diri sendiri atau merugikan pihak lain.
“Ini tidak akan ditolerir. Jika terjadi penyalahgunaan jabatan, bisa langsung kami diskualifikasi. Jika, dalam pemeriksaannya itu memang terbukti,” ucap Asry.
3. Sanksi diskualifikasi terjadi di Pilkada Makassar 2018
Pada Pilkada Makassar tahun 2018, KPU Makassar mendiskualifikasi calon petahana Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto, yang berpasangan dengan Indira Mulyasari. Danny dianggap menyalahgunakan wewenang karena sejumlah kebijakan yang dikeluarkan di Pemkot Makassar menguntungkannya di pilkada.
KPU mendiskualifikasi Danny dan Indira berdasarkan perintah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang diperkuat Mahkamah Agung (MA).
Akibat diskualifikasi tersebut, Pilkada Makassar hanya diikuti satu pasangan calon, yakni Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika. Namun mereka gagal meraih suara mayoritas pemilih, atau kalah dari kolom kosong, sehingga pilkada diulang di tahun 2020.
Baca Juga: Danny Pomanto Enggan Maju Lewat Jalur Perseorangan di Pilkada Makassar