Perahu Kuno Padewakang Berlayar Tanpa Mesin dari Makassar ke Australia

Perahu dengan dua layar ini merupakan cikal bakal Pinisi

Makassar, IDN Times - Sebagian orang mengenal Pinisi sebagai perahu layar tradisional warisan kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan. Namun tak banyak yang tahu bahwa sebelum Pinisi, di daerah yang sama dikenal sebuah jenis perahu kuno bernama Padewakang.

Antropolog maritim asal Jerman, Horst H Liebner mengungkapkan, Padewakang merupakan cikal bakal Pinisi. Perahu ini digunakan pelaut Sulawesi mengeksplorasi kawasan pesisir utara Australia di abad ke-17 dan 18. Termasuk dalam pelayaran orang Makassar mencari teripang, yang menjadi referensi hubungan sejarah maritim Australia-Indonesia, sebelum kedatangan orang Eropa.

"Tujuh puluh tahun sebelum James Cook, pelaut Sulawesi sudah lebih dulu ke Australia," kata Horst seperti dikutip oleh laman resmi Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada 6 November 2019.

Baru-baru ini sebuah perahu Padewakang bernama Nur Al Marege berhasil dibangun oleh pengrajin di Tana Beru, Kabupaten Bulukumba. Dan pada Minggu (8/12), Horst bersama tim yang berjumlah 12 orang mulai menggunakannya dalam napak tilas perahu layar Padewakang dari Makassar ke Australia. Perjalanan dimulai dari Pantai Losari Makassar, Sulsel, menuju Darwin, Australia.

1. Perahu berlayar tanpa mesin

Perahu Kuno Padewakang Berlayar Tanpa Mesin dari Makassar ke AustraliaDok. Humas Pemkab Bulukumba

Perahu Padewakang dibuat oleh kelompok pembuat kapal kayu di Tana Beru, Bulukumba, yang dipimpin Haji Usman. Perahu ini berukuran 14,5 x 4,2 meter, dengan tinggi 2 meter. Pengerjaannya makan waktu sekitar enam bulan dan selesai pada 9 November 2019.

Pembangunan perahu berdasarkan dua maket perahu koleksi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang dibuat 1821 serta beberapa lukisan awal abad ke-19 dan dari deskripsi mendetail.

Perahu berlayar dari Makassar menuju Australia tanpa mesin. Perahu dilengkapi dengan dua layar segi empat yang berguna sebagai penggerak bertenaga angin. Perjalanan ini menempuh perjalanan 1.100 mil laut atau dua ribu kilometer.

"Perahu dari Makassar menuju Selayar, lalu masuk ke Laut Flores di sebelah barat Maumere dan akan mampir di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar sebelum menyeberang ke Darwin," kata Ridwan Alimuddin, peneliti maritim yang ikut dalam tim napak tilas.

2. Padewakang menjadi mosaik penghubung orang Aborigin dengan Makassar

Perahu Kuno Padewakang Berlayar Tanpa Mesin dari Makassar ke Australiainstagram.com/best_australian_photo

Perahu Padewakang dilabeli nama Marege, sesuai sebutan pesisir utara Australia oleh pendatang awal dari Makassar. Perahu bernama lengkap Nur Al Marege ini dibangun atas pesanan Shaykh Wesam Chardawi, pimpinan Yayasan Abu Hanifa Institute Sidney. Warga keturunan Aborigin di Australia itu mengumpulkan dana sekitar Rp1 miliar untuk menghadirkan Padewakang yang legendaris.

Wesam, pada ritual peluncuran ke laut di Tana Beru, 9 November 2019 lalu, menyebut perahu Padewakang sebagai mozaik yang mempertemukan leluhurnya dengan orang Makassar. Proyek napak tilas bertujuan untuk membangun kembali silsilah antara suku Aborigin dan Makassar. Sebab dahulu orang Makassar datang ke Australia membawa perahu Padewakang hingga bertemu, berteman, bahkan menikah dengan penduduk Aborigin.

Menurut Wesam, leluhur Aborigin selalu berbicara tentang kesukaannya terhadap orang Makassar. Hubungan Makassar- Aborigin disebut bagaikan cahaya yang tak pernah redup. “Kita adalah keluarga. Ketika berbicara tentang Makassar mereka selalu meneteskan air mata," ujarnya di laman Pemkab Bulukumba.

Baca Juga: 5 Fakta Pinisi, Kapal Legenda Suku Bugis Makassar

3. Ada tiga Padewakang yang bangkit setelah 'punah'

Perahu Kuno Padewakang Berlayar Tanpa Mesin dari Makassar ke AustraliaPembuatan kapal layar PadewakangDok. Humas Pemkab Bulukumba

Padewakang saat ini kurang dikenal oleh masyarakat karena sudah tidak lagi diproduksi oleh para pengrajin perahu. Ridwan Alimuddin menyebut Nur Al Marege merupakan replika Padewakang ketiga yang masih ada, sejak jenis perahu itu dinyatakan punah di tahun 1930.

Replika pertama dibangun tahun 1987 dengan nama Hati Marege. Saat itu peneliti Australia Peter Spillet menginisiasi pembuatannya dan dibawa dalam ekspedisi pelayaran teripang. Perahu itu kini disimpan di Museum Maritim Darwin, Australia.

Replika kedua dirakit orang Tana Beru untuk dipamerkan pada Festival Europalia, di Brussel, Belgia, Oktober 2017. Hingga kini perahunya dimuseumkan di Museum Liege Belgia.

Baca Juga: Yuk, Melihat Proses Pembuatan Kapal Pinisi di Bulukumba

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya