Lapas Makassar Belum Lepas Moses Meski PK Dikabulkan, Ini Alasannya

Makassar, IDN Times - Terpidana kasus korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sulawesi Selatan Mustagfir Sabry, masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar. Dia belum bebas meski permohonannya untuk peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung telah dikabulkan.
Mahkamah Agung memutus bebas Moses -sapaan Mustagfir- setelah sebelumnya menjatuhkan vonis lima tahun pada tingkat kasasi. Saat itu dia didakwa bersalah atas korupsi dana bansos tahun 2008 senilai Rp530 juta.
Kepala Lapas Klas I Makassar Budi Sarwono mengatakan, sudah mengetahui kabar pembebasan melalui berita media daring. Meski begitu, pihaknya belum bisa membebaskan yang bersangkutan dari sel tahanan. Sebab Lapas masih harus menunggu berita acara dari Kejaksaan Negeri Makassar.
"Masih ditahan. Kalau seandainya PK-nya turun, ada berita acara dari Kejaksaan Negeri. Kita tunggu saja," kata Budi di Makassar, Rabu (24/7).
1. Moses sudah satu tahun lebih mendekam di Lapas Makassar

Moses, mantan legislator Hanura di DPRD Kota Makassar, mendekam di Lapas sejak 9 April 2018. Dia dieksekusi Kejari Makassar berdasarkan vonis kasasi MA, yakni hukuman lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Moses juga wajib mengembalikan uang kerugian negara Rp230 juta.
Sebelumnya, Moses pernah divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Makassar sebelum dibatalkan oleh kasasi MA. Sejauh ini dia telah mendekam satu tahun lebih di Lapas. Budi memastikan pihaknya segera mengeluarkan napi setelah ada surat dari Kejari.
"Begitu ada, kita lakukan dengan menerbitkan surat pengeluaran dari tahanan. Prosesnya sesederhana itu," ucap Budi.
2. MA akui khilaf memutus vonis lima tahun pada tingkat kasasi
Diberitakan IDN Times, menurut keterangan tertulis dari Hakim Agung Andi Samsan Nganro, terdapat kekhilafan yang telah dilakukan oleh majelis hakim ketika memutus kasasi perkara eks anggota DPRD periode 2014-2019 itu.
"Sebab, judex juris membuat pertimbangan dalam putusannya tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan," kata Andi.
Ia menjelaskan judex hanya mempertimbangkan pencairan satu cek saja yaitu senilai Rp230 juta tanpa mempertimbangkan dua cek lagi yang juga dimasalahkan dalam perkara tersebut.
"Judex juris juga telah mengabaikan fakta yang terungkap di persidangan dalam Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik dari Pusat Laboratorium Forensik Cabang Makassar No. Lab 1654/DTF/VII/2015 yang diajukan di persidangan yang mengungkap bahwa tanda tangan terpidana dalam ketiga cek itu (termasuk cek yang dipertimbangkan oleh judex juris senilai Rp230 juta) adalah tanda tangan karangan atau spurious Signature," kata Andi lagi.
3. Hakim keliru membandingkan bukti tanda tangan di dokumen cek

Hakim Agung Andi menjelaskan tanda tangan di dokumen cek itu, tidak dibandingkan dengan sehari-hari tanda tangan terpidana, Mustagfir. Hal lain yang disebut sebagai kekhilafan oleh MA yakni keterangan berupa alamat di dalam cek senilai Rp230 juta yang ia terima.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut majelis hakim mengabulkan PK. Membatalkan putusan judex juris/putusan kasasi MA dan mengadili kembali dengan menyatakan Pemohon PK/Terpidana MUSTAGFIR SABRY tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebgaimana didakwakan dalam dakwaan Primer dan Subsider Penuntut Umum, kemudian membebaskan Pemohon/Terpidana dari kedua dakwaan tersebut," kata Hakim Agung Andi.
4. Kasus berawal dari pengucuran bansos Rp530 juta

Kasus korupsi Mustagfir Sabry bergulir pada tahun 2008, saat Pemprov Sulsel mengalokasikan anggaran dana bantuan sosial di APBD senilai Rp151 miliar. Moses dijerat karena disebut mengajukan proposal untuk kegiatan olahraga dan sosial kemasyarakatan senilai Rp530 juta, namun tidak jelas bagaimana pertanggung jawabannya.
Selain Mustagfir, majelis hakim di tingkat kasasi turut menjatuhkan vonis bersalah bagi anggota DPRD Makassar lainnya yakni Adil Patu. Ia divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta. Putusan kasasi ini jauh lebih berat dibandingkan vonis di tahap pengadilan negeri. Bedanya, apabila Mustagfir divonis bebas di pengadilan tingkat pertama, Adil tetap dinyatakan bersalah dan dibui 2 tahun dan 6 bulan penjara. Lalu, ada pula denda Rp100 juta.