Konsep Revitalisasi Sungai Citarum Diadopsi ke Sulawesi Selatan

Kerusakan hutan jadi perhatian serius BNPB dan KLHK

Makassar, IDN Times - Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menempuh upaya pengembalian fungsi hutan di kawasan Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang di Sulawesi Selatan. Kerusakan hutan, khususnya di kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) disebut jadi salah satu penyebab bencana banjir dan longsor di sejumlah daerah.

Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo, mengatakan, pemerintah fokus pada pengembalian fungsi hutan di aliran Sungai Jeneberang, membentang di Kabupaten Gowa hingga Kota Makassar. Konsep revitalisasi akan mengadopsi metode yang lebih dulu diterapkan pada upaya yang sama di Sungai Citarum, Jawa Barat.

“Akan diadopsi di sini, konsepnya seperti itu. Tapi pola yang sesungguhnya nanti seperti apa, (diputuskan) setelah tim melakukan survei di lapangan,” kata Doni usai menghadiri rapat koordinasi penanganan bencana di Kantor Gubernur Sulsel, di Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Jumat (1/2).

1. Survei diperkirakan makan waktu satu bulan

Konsep Revitalisasi Sungai Citarum Diadopsi ke Sulawesi SelatanIDN Times / Aan Pranata

Doni menjelaskan, BNPB menurunkan tim survei untuk memetakan kerusakan di sepanjang aliran Sungai Jeneberang. Sungai ini berhulu di kaki Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang. 

Tim memerlukan waktu kurang lebih satu bulan untuk memetakan titik kerusakan hutan. Salah satunya mengamati aktivitas tambang yang disebut-sebut sebagai penyebab kerusakan hutan. Revitalisasi, meski diadopsi dari Sungai Citarum, namun akan lebih banyak disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat setempat.

“Pola penanganannya akan melibatkan banyak pihak. Jadi kita melakukan restorasi dan reforestasi kawasan Bawakaraeng-Lompobattang secara terintegrasi. Hasil survei ini akan menjadi sebuah format dalam pembentukan organisasi, pelibatan dari seluruh komponen masyarakat,” ujar Doni.

Baca Juga: [UPDATE] Banjir Sulsel, 3.430 Warga Mengungsi dan 5.825 Terdampak

2. Menteri Kehutanan kedepankan reboisasi tanaman jangka panjang

Konsep Revitalisasi Sungai Citarum Diadopsi ke Sulawesi SelatanIDN Times / Aan Pranata

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, turut mengunjungi daerah aliran sungai Jeneberang di Gowa, Jumat (1/2). Dia mengakui kondisi hari ini seperti apa yang dia khawatirkan saat mengunjungi tempat yang sama di tahun 2015. 

Siti mengatakan, tiga tahun lalu dia telah meminta Unit Konservasi di Kementerian LHK agar meperhatikan daerah lereng dan aliran sungai. Selain banyak pembangunan, daerah tersebut juga kurang tersentuh penghijauan. Dia menyebutkan, sebanyak 103 ribu hektare dari total 303 ribu hektare lahan DAS Jeneberang ditumbuhi jenis tumbuhan setahun, bukan tumbuhan bertahun atau jangka panjang. 

“Yang paling penting seharusnya adalah langkah pengendalian, rehabilitasi, atau ditanami kembali. Kedua, penataan ulang tanaman. Fungsinya (DAS) harus dijaga,” kata Siti.

3. Pemprov Sulsel ingin dorong pembangunan bendungan baru

Konsep Revitalisasi Sungai Citarum Diadopsi ke Sulawesi SelatanHumas Sulsel

Pemerintah provinsi Sulsel mengapresiasi langkah Kementerian PU-PR, yang ingin membangun bendungan baru sebagai solusi lain mencegah banjir. Bendungan ini rencananya dibangun di aluran sungai Jeneata, Kabupaten Gowa, dengan anggaran senilai Rp2 triliun. 

Bendungan ini diperkirakan butuh lahan seluas 1.700 hektare lebih. Untuk pembangunannya dibutuhkan pembebasan lahan yang mencakup lima desa di Kecamatan Manuju, Gowa. Sebagai dampaknya, 1.733 kepala keluarga bakal direlokasi.

"Alhamdulillah jika akan dikebut pembangunannya, sehingga masyarakat Gowa bisa menikmati bendungan dan sekaligus mengairi 22 ribu hektare sawah warga Gowa,” kata Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman di kantornya, Jumat (1/2).

4. Masalah utama adalah degradasi lingkungan di kawasan hutan

Konsep Revitalisasi Sungai Citarum Diadopsi ke Sulawesi SelatanIDN Times / Aan Pranata

Dari belasan daerah di Sulsel, Kabupaten Gowa terdampak bencana banjir dan longsor terparah. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel menyebut, bencana tersebut diakibatkan degradasi lingkungan di kawasan hutan. Hasil investigasi awal lembaga tersebut menunjukkan bahwa DAS Sungai Jeneberang sudah sangat kritis, sehingga tidak dapat befungsi dengan baik sebagai daerah tangkapan air.

Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, mengatakan bahwa kerusakan hutan, terutama di daerah aliran sungai, umumnya disebabkan oleh maraknya penambangan liar. Tidak ada pilihan selain menghentikan praktik tersebut, agar bisa mengembalikan fungsi lahan sekaligus mencegah terjadinya bencana serupa. Bukan malah dengan mengupayakan pembangunan bendungan baru.

“Bukan bendungan yang harus dibangun sebagai solusi jangka pendek, tetapi yang harus dilakukan pemerintah adalah penegakan hukum terhadap pihak yang melanggar tata ruang, membangun tanpa izin mendirikan bangunan, dan lainnya,” kata Amin.

Baca Juga: Menpan RB Kunjungi Posko Bencana Banjir dan Longsor Gowa

Topik:

  • Aan Pranata
  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya