Geliat Pemanfaatan EBT di Sulawesi, Transisi Energi Bukan Angan

40 persen pembangkit listrik memanfaatkan potensi EBT

Makassar, IDN Times – Sistem tenaga listrik di Pulau Sulawesi jadi pionir transisi energi, dengan porsi bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 40 persen pada Agustus 2023. Capaian itu telah melampaui komitmen pemerintah mencapai target bauran EBT minimal 25 persen di tahun 2025.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah menjalankan program transisi energi dengan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT yang ramah lingkungan. Di Sulawesi terdapat potensi besar, dari panas bumi, angin (bayu), hingga air (hydro), yang bisa menggantikan pembangkit berbasis batu bara, gas, dan diesel. Peralihan dari pembangkit energi fosil ke energi hijau diharapkan bisa berdampak pada capaian target penurunan emisi gas rumah kaca 29 persen di tahun 2030, serta komitmen Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

“Sumber daya EBT Indonesia yang melimpah perlu segera dimaksimalkan pemanfaatannya untuk pengadaan energi bersih. PLN telah bertransformasi untuk tidak bussines as usual agar dapat membantu menekan emisi gas karbon sehingga tercapai target NZE tahun 2060," kata General Manager PLN Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar), M. Andy Adchaminoerdin, saat berbicara pada forum National Energy Conference 2023 yang digelar Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis, 14 September 2023.

Andy memaparkan, sistem kelistrikan di Sulawesi saat ini mampu menghasilkan energi listrik sebesar 8.536,8 Gigawatt-jam (GWh) per tahun. Di mana pembangkit renewable energy atau EBT menyumbang 3.418,9 GWh. Sumbangan energi bersih didominasi melalui pembangkit listrik tenaga hydro dengan persentase 30,7%, ditambah panas bumi (6,1%), angin (2,9%), dan surya (0,4%). Di sisi lain, pembangkit listrik batu bara masih dominan dengan bauran 50,5 persen, namun akan ditekan porsinya.

“Sudah ada perencanaan dan pembiayaan penghentian pembangkit batu bara secara bertahap…Tentunya, juga ditingkatkan kapasitas energi baru terbarukan dan sistem pendukungnya, yaitu membangun pembangkit EBT lebih banyak lagi,” ujar Andy.

Bauran EBT di Pulau Sulawesi ditopang sistem kelistrikan PLN di Sulawesi bagian Selatan (Sulbagsel). Kawasan ini meliputi provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Dengan daya mampu mencapai 2.489,21 Megawatt (MW), 34% di antaranya berasal dari pembangkit hydro, ditambah 6% dari variabel renewable energy lainnya.

Adapun sistem kelistrikan di Sulawesi bagian Utara (Sulbagut), yaitu Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Utara, didukung pembangkit EBT dengan bauran 32%. Terdiri dari pembangkit hydro 10%, panas bumi 18%, dan surya 4%. Di kawasan ini kapasitas pembangkit mencapai 650,39 MW.

“Itu renewable energy. Artinya lstrik yang sampai sudah sesuai target pemerintah, yaitu kondisi bersih,” Andy melanjutkan.

Baca Juga: PLN Sulselrabar Bikin Hujan Buatan untuk Jaga Pasokan Listrik

Surplus listrik, interkoneksi jadi tantangan selanjutnya

Geliat Pemanfaatan EBT di Sulawesi, Transisi Energi Bukan Anganpotret PLTA UIP Sulawesi di Poso (instagram.com/pln_id)

Bauran EBT di wilayah Sulawesi sebagian besar ditunjang oleh enam Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas total mencapai 799,5 MW.  Pada tahun 2022, Presiden Joko Widodo meresmikan dua PLTA teranyar, yaitu PLTA Poso di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, dengan kapasitas 515 MW, serta PLTA Malea di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, berkapasitas 90 MW. PLTA Poso yang memanfaatkan arus sungai Poso jadi pembangkit EBT terbesar di Indonesia Timur.

Sebelumnya sudah lebih dulu beroperasi PLTA Bakaru (126 MW) dan PLTA Bili Bili (19.5 MW) di Sulbagsel, serta PLTA Tanggari (37 MW) dan PLTA Tonsealama (12 MW) di Sulbagut. Di samping itu juga terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang tersebar di berbagai lokasi dengan perkiraan kapasitas mencapai 90,5 MW.

Sumber daya panas bumi turut jadi penyumbang energi terbesar. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong di Provinsi Sulawesi Utara, dengan kapasitas 120 MW, berkontribusi 60 persen pada sistem kelistrikan di provinsi itu, PLTP Lahendong sudah dioperasikan sejak tahun 2001, dengan potensi hingga 200 MW.

Mundur ke tahun 2018, saat dua Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sulsel diresmikan sebagai energi alternatif terbaru. PLTB Sidrap, yang memproduksi listrik berkapasitas 70 MW dari lahan seluas 100 hektare. Daya listrik sebesar itu dihasilkan dari 30 turbin angin raksasa pada Menara baja setinggi 80 meter dengan Panjang baling-baling 57 meter. Sedangkan PLTB Jeneponto berdiri di lahan 60 hektare, dengan 20 turbin angin, mampu menghasilkan listrik berkapasitas 60 MW.

PLTB merupakan salah satu energi alternatif yang dikembangkan sesuai potensi alam yang melimpah di kawasan Timur, termasuk Sulawesi. Di Sidrap, misalnya, kecepatan angin rata-rata 6,43 meter per detik, dan di Jeneponto rata-rata 7,96 meter per detik.

Sulawesi juga jadi lokasi penerapan kebun energi surya. Di Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, terdapat 64 ribu lebih hamparan panel surya yang membentang di ladang seluas 29 hektare. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) itu, sejak 2019, menghasilkan listrik rata-rata 15 MW setiap hari. Selain itu terdapat PLTS lain di Gorontalo, masing-masing Isimu (10 MW) dan Sumalata (2 MW).

Andy mengatakan, pengembangan berbagai pembangkit listrik EBT merupakan bagian transformasi PLN yang tertuang dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) lima tahunan serta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) per sepuluh tahun. Pengembangan pembangkit EBT selaras dengan strategi lain untuk menekan emisi, misalnya penghentian bertahap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), penerapan cofiring dan pengembangan biomassa, hingga Pembangunan ekosistem kendaraan listrik. Tujuannya mendukung ketahanan energi nasional.

"Ini bukan sekedar kita beralih ke energi masa depan yang bersih dan ramah lingkungan. Ini sekaligus shifting energi fosil yang berbasis impor ke listrik domestik yang ramah lingkungan," ucap Andy.

Dengan beroperasinya beragam lini pembangkit EBT, Sulawesi menyimpan energi listrik yang melimpah. Cadangan daya di Sulbagsel mencapai 697 MW atau 28,03 persen dari total daya mampu. Sedangkan di Sulbagut cadangannya mencapai 208,82 MW atau 32,11 persen.

Andy mengatakan, pembangunan pembangkit EBT bukannya tanpa tantangan. Salah satu tantangannya adalah menyeimbangkan supply and demand. Saat PLN surplus energi listrik namun kebutuhan dayanya kurang, tentu itu bisa berdampak pada produktivitas perusahaan.

Sebagai solusi, PLN tengah berupaya mengupayakan interkoneksi sistem kelistrikan. Saat ini dua wilayah, Sulbagsel dan Sulbagut, masih terputus. Paling tidak di tahun 2024, kelistrikan semua wilayah di Sulawesi akan saling terhubung sehingga melimpahnya listrik bisa menciptakan demand baru, terutama di kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, dan destinasi wisata.

“Smart gate akan menyambung (kelistrikan) ujung Utara Sulawesi sampai ke bawah di Selatan. Lambat laun akan tersambung, mudah-mudahan tidak ada perubahan regulasi dan sebagainya, sehingga bisa cepat,” Andy menerangkan.

Tantangan lain adalah kestabilan sistem. Perlu kajian lebih lanjut tentang ketahanan EBT yang bersifat intermittent. Yaitu ketidakmampuan pembangkit listrik menghasilkan energi secara terus-menerus. Contohnya PLTS yang hanya bisa menghasilkan energi listrik selama ada cahaya matahari.

“Karena dibutuhkan kekuatan lumen, yaitu panas yang harus kuat, Terik. Di Indonesia, yang terkuat di NTT, makanya potensi PLTS luar biasa di sana. Praktiknya saat ini, PLTS yang terpasang 100 KW, hanya bisa dimaksimalkan paling banter 80 KW, karena tidak bisa menyerap terlalu lama cahaya secara maksimal,” kata Andy.

Fenomena intermittent itu juga jadi tantangan dalam pengembangan pembangkit EBT lain, seperti hydro atau angin. Belum lagi persoalan perizinan dan pembebasan lahan yang biasanya memakan waktu panjang.

Potensi EBT di Indonesia dan komitmen Net Zero Emission

Geliat Pemanfaatan EBT di Sulawesi, Transisi Energi Bukan AnganDirektur Utama PLN, Darmawan Prasodjo saat kunjungan kerja. (dok. PLN)

Gigih Udi Atmo, Direktur Konservasi Eneri Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyebut ambisi dekarbonisasi sangat realistis bisa tercapai di tahun 2060 atau lebih awal. Sebab Indonesia memiliki potensi EBT besar, tersebar, dan beragam, untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian bauran EBT.

Menurut data Kementerian ESDM, potensi EBT di Indonesia mencapai 3.687 GW. Sedangkan yang dimanfaatkan hingga tahun 2022 baru sebagian kecil, sekitar 0,34 persen, yakni 12.669 MW, dengan sumbangan 12,3 persen terhadap bauran energi primer.

Sejauh ini, pemanfaatan EBT terbesar meliputi hydro, yaitu 6.696,1 MW, disusul bioenergi (3.103,7 MW), panas bumi (2.373,1 MW), surya (314 MW), dan bayu (154,3 MW). Untuk tenaga hydro, bauran tersebut masih sangat mungkin dikembangkan berkali lipat, mengingat potensinya mencapai 95 GW dan tersebar di seluruh Indonesia. Demikian halnya dengan tenaga surya, sebagai potensi terbesar mencapai 3.294 GW.

"Kita memiliki potensi renewable energy sangat melimpah di seluruh Indonesia, dikaruniai sumber EBT sangat besar, yang tersebar di 17 ribu pulau,” ucap Gigih pada peluncuran The Indonesia Energy Transition Dialogue secara daring, Rabu (13/9/2023).

Menurut Gigih, pengoptimalan pasokan EBT seiring efisiensi energi merupakan agenda penting. Sebab Indonesia bertekad mengurangi 93 persen emisi gas rumah kaca dari potensi 1,9 miliar ton pada 2060 menjadi 129 juta ton. Namun dengan potensi dan dukungan yang tersedia, upaya itu juga perlu komitmen yang kuat dan perencanaan matang.

Salah satu yang ditekankan adalah pengembangan EBT perlu diikuti ekspansi jaringan, sehingga energi yang dihasilkan bisa diakomodasi. Konektivitas yang baik bisa menghubungkan sumber-sumber energi terbarukan dengan beban atau mereka yang membutuhkan.

“Kita ingin memastikan bahwa sumberd daya energi dalam negeri dapat dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan energi dalam negeri. Dan di sisi lain memastikan akses energi dapat dijangkau seluruh saudara kita di Indonesia, di mana pun mereka berada,” ucap Gigih.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menekankan komitmen PLN menjalankan transisi energi. Selama 3,5 tahun terakhir, PLN bertransformasi dalam membangun kelistrikan lebih hijau berbasis EBT. Hal ini dimulai dengan merancang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) paling hijau sepanjang sejarah Indonesia, yakni penambahan 51,6% pembangkit dari EBT.

"3,5 tahun lalu kami merancang RUPTL dan kami sudah menghapus 13 GW PLTU berbasis batu bara sehingga kami mampu menghindari emisi gas rumah kaca 1,8 miliar ton selama 25 tahun. Apakah sudah cukup? belum. Kami juga mengeluarkan peta jalan Net Zero Emissions di tahun 2060, di mana kalau bussines as usual emisinya naik jadi 1 miliar ton tapi ini menjadi 0 ton di tahun 2060," ucap Darmawan dalam keterangan persnya.

Darmawan juga menyampaikan inovasi PLN di hadapan Presiden Joko Widodo, para menteri, dan pejabat setingkat menteri, di acara puncak Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, Energi Baru Terbarukan (LIKE) di Senayan, Jakarta, Senin (18/9/2023).

Darmawan mengatakan, di tengah upaya transisi PLN ke energi bersih, salah satu langkah strategisnya adalah pengembangan Accelerated Renewable Energy. Rencana ini mampu menambah porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebanyak 75 persen atau sebesar 60 Gigawatt (GW) sampai dengan tahun 2040.

Dengan Accelerated Renewable Energy Development, PLN membangun pemerataan kelistrikan nasional melalui transmisi yang menghubungkan pembangkit-pembangkit energi baru terbarukan atau Green Enabling Super Grid. Infrastruktur ini menjadikan sistem kelistrikan antar pulau di Indonesia yang sebelumnya terfragmentasi menjadi terhubung satu sama lain.

"Indonesia merupakan negara dengan potensi EBT yang besar. Namun, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan mismatch antara lokasi sumber EBT dengan pusat demand listrik. Untuk menjawab tantangan tersebut, PLN mengembangkan Green Enabling Super Grid," ujar Darmawan saat Presiden mengunjungi booth PLN di Festival LIKE.

Inovasi Green Enabling Super Grid akan dibawa oleh PLN dalam perhelatan 28th Conference of the Parties di Dubai, November ini. Lewat inovasi ini PLN bahkan siap mewujudkan mimpi besar dengan menyatukan sistem ketenagalistrikan kawasan Asia Tenggara melalui ASEAN Power Grid.

"PLN juga mengembangkan Smart Grid dan Flexible Generation yang terintegrasi dengan Green Enabling Super Grid. Sehingga sistem kelistrikan yang dulunya rapuh dan tidak stabil, kini menjadi semakin kokoh dan andal," ucap Darmawan.

Tidak hanya itu, untuk mengatasi fluktuasi supply pembangkit EBT yang bersifat intermiten, PLN juga mengembangkan Smart Power Plant, Smart Transmission, Smart Control Center, Smart Distribution dan Smart Meter. Menurutnya, berbagai upaya ini dilakukan bukan hanya karena adanya perjanjian internasional maupun kebijakan yang ada. Melainkan karena tujuannya penting untuk keberlanjutan di masa depan.

"We doing this because we do really get to make sure that the future the next generations is better than today. Maka dulu tugas PLN adalah menyediakan listrik tetapi sekarang tugas PLN juga adalah to take care the enviroment," kata Darmawan.

Baca Juga: Semua Rumah Dialiri Listrik pada 2025, PLN Butuh Dana Rp15,86 Triliun

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya