Ema Husain: Medsos Menggeser Model Awal Kasus Kekerasan Seksual

#AkuPerempuan Model pengasuhan anak jadi penting

Makassar, IDN Times - Sepanjang tahun 2019, sejumlah kasus kekerasan seksual terjadi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sebagian korban berasal dari kalangan anak di bawah umur.

Aktivis perempuan yang juga Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia Husaema Husain menilai, ada pergeseran pada model awal kasus kekerasan seksual. Jika dulu umumnya korban mengalami kekerasan oleh orang-orang terdekat, belakangan ini kasus cenderung melibatkan orang asing dan media sosial jadi salah satu medianya.

Pada sejumlah kasus, kata Husaema, seorang anak menjalin perkenalan dengan orang asing di Facebook atau medsos lain di internet. Percakapan kemudian berlanjut pada saluran pesan pribadi, hingga korban terjebak bujuk rayu, dan akhirnya menjadi korban kekerasan seksual.

“Model pengasuhan anak jadi penting. Kalau di dalam rumah ada diskusi, tidak akan terjadi. Kalau parenting-nya bagus, anak tidak akan cepat percaya dengan orang,” kata aktivis perempuan yang biasa disapa Ema itu, saat berbicara dengan IDN Times di Makassar, Jumat (13/12).

Ema merupakan salah satu aktivis yang fokus pendampingan hak anak dan perempuan. Kami mewawancarainya untuk rubrik #AkuPerempuan, pada kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. 

Berikut petikan wawancaranya. 

1. Bagaimana Anda melihat kondisi kekerasan seksual di Makassar atau Sulsel belakangan ini?

Ema Husain: Medsos Menggeser Model Awal Kasus Kekerasan Seksual(Ilustrasi) IDN Times/Sukma Shakti

Kalau kita berbicara tentang data real tentang kekerasan seksual (selanjutnya dia menyebut KS), kita agak sulit mendapatkan. Tapi dari beberapa data yang ada di lembaga-lembaga layanan, misalnya di PT2TP2A Makassar, kantor LBH, dan kepolisian sendiri, memang angka kekerasan tertinggi selain KDRT, yaitu kekerasan seksual.

Jadi persoalan kekerasan seksual ini seperti fenomena gunung es. Yang kelihatan cuma ujung-ujungnya. Tapi sesungguhnya di bawah itu ada. Karena berbicara tentang kekerasan seksual, turut berbicara tentang orang-orang yang senantiasa menganggap bahwa kekerasan seksual itu harus disembunyikan.

Kecuali kekerasan seksual ter-publish menjadi sesuatu, misalnya perkosaan, dan itu menjadi diketahui oleh rekan-rekan media, itu kemudian menjadi kasus yang di-blow up dan diketahui semua orang.

2. Berarti masih kurang yang terekspos?

Bagi kami sebenarnya pendamping korban kekerasan seksual, angka satu (kasus), itu menjadi persoalan besar. Karena dari pengalaman kita menangani, ternyata pelaku-pelaku bukan orang yang jauh dari korban. 

Bahkan ada orang yang terdekat, yang setiap hari bersama korban. Misal orangtuanya, bapaknya, bisa kakeknya, omnya. Pacarnya, saudaranya, atau tetangga yang sudah dianggap dia bagian dari keluarga.

Baca Juga: Perempuan-perempuan Sumbar yang Tidak Kalah Harum dari Kartini

3. Mungkin masih banyak orang yang awam, seperti apa batas-batas kekerasan seksual?

Ema Husain: Medsos Menggeser Model Awal Kasus Kekerasan SeksualHusaema Husain, kiri. IDN Times/Aan Pranata

Kalau berbicara melihat rancangan undang-undang tentang penghapusan kekerasan seksual, itu adalah sesuatu yang berimplikasi pada kekerasan terhadap seseorang, yang dihubungkan dengan seksualitasnya. Kira-kira seperti itu.

Kekerasan seksual selama ini dikenal dengan perkosaan, dan sebagainya. Di satu sisi ada juga pelecehan seksual, dimulai dengan hanya sekadar meraba dan segala macam.

Ada juga unsurnya, yaitu tidak berimbang. ada yang merasa lebih kuat, dan ada upaya yang berupa unsur kekerasan di situ.

Ada pemikiran bahwa (kekerasan seksual) ada yang berkaitan hubungan suka sama suka. Tapi sesungguhnya kalau mau menganalisis, di situ juga ada kekerasan. Meski tidak berimplikasi pengancaman. Lemah lembut juga cara yang dilakukan oleh seseorang untuk ‘mengikat’ korbannya, membuat korbannya seolah-olah sangat dicintai, tapi di balik itu ada perspektif seksual.

4. Soal fenomena gunung es, mengapa banyak yang diam?

Kita harus mengatakan, jangan silent! Jangan bisu. Karena kekerasan seksual tidak hanya menimpa orang-orang lain, karena bisa saja di dalam rumah kita pun ada.

Misalnya pemerkosaan terhadap istri yang kemudian di rumusan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual-red) ditolak sebagian orang karena menganggap bahwa urusan seksual kewajiban istri. Dan kalau istri tidak mau, itu melanggar norma agama, dicap istri tidak taat agama.

Persoalan hubungan seksual bukanlah dominan oleh salah satu pihak, tapi sesuatu yang dibicarakan dan didiskusikan.

5. Di antara sejumlah kasus di Makassar, kekerasan seksual berawal dari hubungan di medsos. Bagaimana Anda melihatnya?

Ema Husain: Medsos Menggeser Model Awal Kasus Kekerasan SeksualIlustrasi Facebook (IDN Times/Sunariyah)

Ini memang salah satu model awal kasus yang bergeser. Di mana medsos jadi media. Misalnya cuma kenalan, mengirim foto. Ini memang tidak berdiri sendiri, proses di rumah jadi penting.

Kasus kemarin ada beberapa kasus yang kita tangani, awalnya korban hanya kenal dengan pelaku di medsos, di Facebook. Itu pun bukan menggunakan fotonya, tapi orang lain.  Setelah bertemu ada proses satu-dua kali ketemuan, kemudian berakhir pada hubungan seksual. Dan itu memprihatinkan, di Sulsel juga sudah banyak kasus-kasus seperti itu.

6. Jadi medsos bisa memancing kekerasan seksual?

Bisa. Dimulai dari situ. Pengasuhan anak jadi penting sehingga anak-anak lebih cepat tanggap.

Kalau di dalam rumah ada diskusi, tidak akan terjadi. Kalau parenting bagus, anak tidak akan cepat percaya dengan orang. Model pengasuhan di rumah kita kan memang agak tidak bagus. Memang lebih banyak yang tidak bagus. Ibu sibuk sendiri, tidak memahami anaknya.

7. Bagaimana mencegah kasus serupa?

Ema Husain: Medsos Menggeser Model Awal Kasus Kekerasan SeksualHusaema Husain, kiri. IDN Times/Aan Pranata

Persoalan menggunakan medsos, kalau menggunakannya secara baik tidak apa. Kan anak-anak juga tidak boleh dibatasi atau dikekang menggunakan medsos. Tapi kuncinya bijak. 

Kalau sudah ada kata-kata mengarah bujuk rayu, mengarah pembicaraan seksual, seharusnya anak-anak bisa paham bahwa ini persoalan yang membahayakan dirinya. Tapi model parenting kita tidak sampai di situ. Karena persoalan seksual ini tabu dibicarakan dalam rumah tangga. Apalagi antara orang tua dan anak.

8 .Siapa lagi yang bertanggung jawab selain orang tua?

Selain keluarga, warning system di lingkungan juga harus jalan. Misalnya kalau saya lihat anak tetangga, sudah sore atau malam masih ada di jalan, saya bisa bilang, "pulang mki, sudah jam berapa."

Tapi kenyataannya, kita lihat anak tetangga, aware-nya sudah sudah kurang. Nilai sosial yang ada pada kita juga sudah hilang.

9. Bagaimana penanganan kasus kekerasan seksual di aparat terkait?

Ema Husain: Medsos Menggeser Model Awal Kasus Kekerasan SeksualIlustrasi pemerkosaan (IDN Times/Sukma Shakti)

Kalau penanganan, menurut saya sudah lumayan berubah. Unit PPA di kepolisian juga sudah memahami konteksnya.

Dan juga, memang kalau kekerasan seksual tidak berurusan dengan hukum tok. Ada juga persoalan layanan-layanan. Bagaimana kesehatan korban, bagaimana psikis, atau bagaimana kalau korbannya hamil. Itu semua bagian dari penanganan korban, bukan cuma soal hukum, tapi sosial juga.

10. Tak jarang korban kekerasan seksual mendapat stigma atau merasa hidupnya berakhir. Bagaimana mendampingi mereka?

Stigma itu, kalau dia sudah jadi korban perkosaan, dia akab merasa hidupnya sudah mati, tidak ada lagi, hidupnya hancur, segala macam. Kami sebagai pendamping tetap memberi kekuatan, bahwa menjadi korban perkosaan bukan kesalahannya tok kepada anda. Tapi ada sesuatu yang mungkin saja tidak kita lihat.

Kemudian juga ada peran-peran lain. Ada peran orang tua, negara, lingkungan, dan tokoh masyarakat juga.

Kita memberi penguatan. Beberapa kasus kemudian, akhirnya korban itu kuat, memberdayakan dirinya, dan bisa berguna orang lain. Dia juga membantu orang lain untuk mengatakan bangkit. Bahwa kalau kita menjadi korban, kita harus membantu orang lain untuk lebih kuat.

Baca Juga: Soal Dugaan Skandal di Garuda, Pemerhati Gender Minta Korban Bersuara

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya