Berlayar dari Makassar, Perahu Kuno Padewakang Tiba di Darwin

Pelayaran napak tilas hubungan maritim Australia-Indonesia

Makassar, IDN Times - Perahu layar kuno Padewakang bernama Nur Al Marege tiba di Darwin, Australia, pada Selasa (28/1). Perahu itu berlayar tanpa mesin dari Makassar, Sulawesi Selatan dengan menempuh perjalanan sejauh 1.100 mil laut.

Padewakang berlayar dari Pantai Losari Makassar, pada 8 Desember 2019, dalam napak tilas hubungan sejarah maritim Australia-Indonesia. Perahu ini dikemudikan Antropolog maritim asal Jerman, Horst H Liebner, bersama tim berjumlah 12 orang.

“Alhamdulillah tiba di Darwin, Australia. Usai meninggalkan Makassar 8 Desember lalu,” kata peneliti maritim Ridwan Alimuddin dikutip dari akun Instagram-nya, Rabu (29/1). Ridwan merupakan salah satu anggota tim pelayaran napak tilas.

Baca Juga: Perahu Kuno Padewakang Berlayar Tanpa Mesin dari Makassar ke Australia

1. Padewakang menyeberang ke Australia melalui Saumlaki

Berlayar dari Makassar, Perahu Kuno Padewakang Tiba di DarwinPeta Darwin, Australia. Google Maps

Dari Makassar, perahu padewakang Nur Al Marege melintasi Selat Makassar menuju Kepulauan Selayar. Dari sana kapal berlayar ke Laut Flores, sebelah barat Maumere.

Kapal melintas ke perairan Australia setelah singgah di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar, yang menjadi titik terakhir di Indonesia. Perjalanan etape terakhir ditempuh dalam waktu 4x24 jam.

“Tidak ada kendala berarti dalam pelayaran lintas negara,” Ridwan menulis lewat akun @ridwanmandar.

2. Layar perahu sempat robek, kemudi patah

Berlayar dari Makassar, Perahu Kuno Padewakang Tiba di DarwinLayar perahu padewakang robek dalam pelayaran. Instagram/ridwanmandar

Pelayaran perahu padewakang menuju Australia tidak selamanya mulus. Perahu itu sempat bermasalah di tengah laut, seperti yang diabadikan Ridwan lewat serangkaian foto.

Di perairan Nusa Tenggara Timur, layar yang berbahan daun gebang robek akibat diterjang angin kencang. Di perairan utara Pulau Alor, bom layar serta kemudi kiri dan kanannya patah.

Perahu Padewakang dibuat oleh kelompok pembuat kapal kayu di Tana Beru, Bulukumba, yang dipimpin Haji Usman. Perahu ini berukuran 14,5 x 4,2 meter, dengan tinggi 2 meter. Pengerjaannya makan waktu sekitar enam bulan dan selesai pada 9 November 2019.

Pembangunan perahu berdasarkan dua maket perahu koleksi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang dibuat 1821 serta beberapa lukisan awal abad ke-19 dan dari deskripsi mendetail.

Perahu berlayar dari Makassar menuju Australia tanpa mesin. Perahu dilengkapi dengan dua layar segi empat yang berguna sebagai penggerak bertenaga angin.

3. Padewakang jadi mosaik penghubung orang Aborigin dengan Makassar

Berlayar dari Makassar, Perahu Kuno Padewakang Tiba di DarwinDok. Humas Pemkab Bulukumba

Sebagian orang mengenal Pinisi sebagai perahu layar tradisional warisan kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan. Namun tak banyak yang tahu bahwa sebelum Pinisi, di daerah yang sama dikenal sebuah jenis perahu kuno bernama Padewakang.

Horst mengungkapkan, Padewakang merupakan cikal bakal Pinisi. Perahu ini digunakan pelaut Sulawesi mengeksplorasi kawasan pesisir utara Australia di abad ke-17 dan 18. Termasuk dalam pelayaran orang Makassar mencari teripang, yang menjadi referensi hubungan sejarah maritim Australia-Indonesia, sebelum kedatangan orang Eropa.

Perahu Padewakang dilabeli nama Marege, sesuai sebutan pesisir utara Australia oleh pendatang awal dari Makassar. Perahu bernama lengkap Nur Al Marege ini dibangun atas pesanan Shaykh Wesam Chardawi, pimpinan Yayasan Abu Hanifa Institute Sidney. Warga keturunan Aborigin di Australia itu mengumpulkan dana sekitar Rp1 miliar untuk menghadirkan Padewakang yang legendaris.

Wesam, pada ritual peluncuran ke laut di Tana Beru, 9 November 2019 lalu, menyebut perahu Padewakang sebagai mozaik yang mempertemukan leluhurnya dengan orang Makassar. Proyek napak tilas bertujuan untuk membangun kembali silsilah antara suku Aborigin dan Makassar. Sebab dahulu orang Makassar datang ke Australia membawa perahu Padewakang hingga bertemu, berteman, bahkan menikah dengan penduduk Aborigin.

Menurut Wesam, leluhur Aborigin selalu berbicara tentang kesukaannya terhadap orang Makassar. Hubungan Makassar- Aborigin disebut bagaikan cahaya yang tak pernah redup. “Kita adalah keluarga. Ketika berbicara tentang Makassar mereka selalu meneteskan air mata," ujarnya di laman Pemkab Bulukumba.

Baca Juga: Terinspirasi Kapal Pinisi, Begini Desain Renovasi Stadion Mattoanging

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya