LBH Makassar saat menggelar ekspos catatan akhir tahun 2019. IDN Times/Sahrul Ramadan
Menurut Haswandy, peristiwa penjemputan paksa jenazah pasien dari rumah sakit merupakan wujud dari ketidakpercayaan, ketidakpuasan dan kemarahan. Sebab sebagian keluarga pasien yang seharusnya dirawat sesuai dengan keluhan sakit yang diderita, justru diperlakukan sesuai standar penanganan pasien COVID-19.
Kebijakan itulah, kata Haswandy, seharusnya menjadi pertimbangan dalam menerapkan pelayanan pasien. Khususnya di rumah sakit-rumah sakit yang menampung dan merawat pasien umum.
"Banyak fakta di lapangan bahwa setiap pasien yang berobat, bukan karena sakit bawaannnya dulu yang diutamakan, tapi ditunggu dulu hasil (pemeriksaan) COVID-19 nya," ucap Haswandy.
Belum lagi, kata Haswandy, jika pasien yang masuk di rumah sakit sedang dalam kondisi darurat. Protokol COVID-19, untuk pasien dengan gejala penyakit umum dianggap terlalu berlebihan.
"Hasil pemeriksaan COVID-19 itu bisa lagi ditunggu berhari-hari, sementara pasien ini sudah dalam keadaan yang darurat butuh pertolongan. Akhirnya pasien meninggal dunia, baru belum keluar hasil tesnya. Nanti beberapa hari setelah dikuburkan secara COVID-19 baru ketahuan bahwa ternyata pasien bukan COVID-19," Haswandy menerangkan.