Kawasan wisata edukasi Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) di Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. (Dok. BNWS)
Pengelolaan sektor pariwisata di daerah tertentu belum berjalan maksimal. Salah satu sebabnya adalah sarana dan prasarana pendukung yang minim untuk mendukung perkembangan pariwisata.
Seperti kondisi yang terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur (Kaltim), yang daerahnya dijadikan kawasan ibu kota negara Nusantara. Hal itu ditambah minimnya promosi pengelolaan wisata, serta kurangnya peran serta masyarakat.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Kabupaten PPU Sodikin, mengakui perkembangan dunia pariwisata di PPU masih belum maksimal. Baik sisi kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) maupun sisi pertumbuhan jumlah wisatawan yang mengunjungi daerah ini.
Padahal sebenarnya PPU memiliki potensi objek wisata bahari dan pantai cukup menjanjikan. Namun sarana dan prasarana saat ini masih kurang, bahkan untuk objek wisata sekelas Pantai Tanjung Jumlai, Corong maupun Pantai Nipah-Nipah yang sudah cukup terkenal.
“Sejumlah objek tersebut adalah sebagai ikon pariwisata PPU. Namun harus memiliki sarana dan prasarana pendukung serta harus dikelola dengan profesional, ditata dengan baik sehingga menjadi lebih menarik lagi,” sebutnya.
Sodikin menjelaskan, kenapa pengelolaan objek wisata pantai di PPU tidak dilanjutkan. Ternyata kendalanya adalah soal pembiayaan dan pemasukan yang tidak seimbang. Kelemahan di PPU adalah soal kuantitas jumlah penduduk yang berbanding terbalik dengan di Jawa.
“Ketika kita kelola dengan baik ternyata cost nya lebih tinggi dari income nya, kalau di Jawa dengan 48 juta penduduk, yang datang ke tempat pariwisata silih bergantian, tetapi kalau kita satu Kabupaten PUU dengan luas wilayah 3.333,36 kilometer persegi tersebut jumlah penduduknya tidak mencapai 200 ribu jiwa sehingga yang datang ke tempat wisata itu kurang,” katanya.
Ia berharap, ibu kota negara (IKN) secepatnya terbangun, sehingga jumlah wisatawan yang berkunjung secara bergantian dalam setiap harinya, mampu mendapatkan pemasukan lebih besar daripada pengeluaran untuk biaya operasional.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyadari bahwa sarana dan prasrana jadi pendukung utama untuk memajukan pariwisata di Indonesia. Terutama upaya pembangunan teknologi pembangunan teknologi dan informasi.
Direktur Pengelolaan Media, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kemkominfo, Nursodik Gunarjo, mengungkapkan upaya itu berkaitan dengan pembangunan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK).
"Jadi fokus dari kita Kominfo ini adalah pada upaya membangun dan mempertahankan infrastruktur TIK untuk pemerataan akses dan konektivitas broadband, ini untuk diseluruh Indonesia, tentunya adalah agar akses internet ini lebih cepat dan lebih baik, termasuk di lokasi-lokasi pariwisata," kata Nursodik dalam diskusi Lombok Writer Festival (IWF) 2022 by IDN Times bertajuk 'Manfaat Digital dalam Mengembangkan Potensi Wisata dan Kuliner Lombok', Kamis (10/3/2022).
Ia menyebut internet yang cepat sudah mejadi kenyamanan bagi wisatawan. Sebab, jika tempat wisata sangat bagus tapi akses internet buruk, maka akan menjadi citra yang tak baik.
Masalah internet cepat sudah mulai diperhatikan untuk pengembangan parwisata di Indonesia. Nursodik mengatakan ada 10 destinasi wisata yang jadi prioritas peningkatan akses internet di Indonesia. Lombok, tepatnya kawasan Mandalika, masuk dalam 10 daftar wisata super prioritas itu.
Pemerintah tengah membangun jaringan sinyal 4G di daerah 3T yakni terdepan, terpencil dan tertinggal. Sebab, banyak daerah 3T yang justru banyak menyimpan tempat wisata tersembunyi, indah dan belum terekspos.
Oleh karena itu Kominfo melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) sudah membangun 9.130 desa dan ada 3.435 desa yang non-3T yang mana di situ infrastrukturnya dikembangkan oleh operator selular," kata Nursodik.
Pada 2022, diharapkan sebanyak 823.000 desa di Indonesia sudah terlayani dengan sinyal 4G. Hal tersebut diharapkan bisa menjadi pondasi kuat tranformasi digital, khususnya terkait ekonomi digital yang di dalamnya termasuk pariwisata.
Pengamat pariwisata Lampung, Yopie Pangkey punya pandangan lain soal masih lesunya sektor wisata di daerah tersebut. Dia mengatakan kebijakan PPKM yang membuat beberapa tempat wisata tutup sementara kemudian diizinkan beroperasi kembali, akan menimbulkan ketidakpastian bagi wisatawan.
“Jadi hal itu bisa bikin bingung wisatawan juga, antara mau datang atau tidak. Ini yang mungkin bakal merugikan agen travel dan destinasi wisata,” katanya.
Bahkan menurut Yopie, tak hanya travel agent atau pengelola destinasi wisata, hampir semua sektor merasakan dampak pandemik. Hal itu dikarenakan semua sektor seperti kuliner, perhotelan, transportasi, kafe, bahkan hiburan itu saling terhubung, khususnya di ibu kota provinsi.
“Tapi dalam pengamatan saya, tingkat occupancy (hunian hotel) di beberapa hotel juga yang makan di restoran sudah banyak, kuliner dan destinasi wisata juga begitu. Artinya geliat mereka sudah mulai terasa untuk bangkit,” papar pegiat wisata yang aktif menjadi travel vlogger di media sosial ini.
Terlepas dari berbagai hambatan, keputusan pemerintah melonggarkan aktivitas masyarakat diyakini bisa membangkitkan kembali sektor pariwisata. Abdul Muthalib, ekonom Universitas Muhammadiyah Makassar berpendapat, bahwa langkah yang diambil pemerintah sudah cukup tepat.
"Ekonomi kan sudah mulai berjalan meskipun misalnya dalam sektor pariwisata, di kita ini belum begitu kompetitif dibandingkan dengan daerah di luar Sulsel. Tapi itu pemantik supaya pariwisata menggeliat," kata Abdul.
Khusus Sulsel, Abdul menilai sektor pariwisata bisa kembali bangkit dengan cepat apabila pemerintah provinsi dengan pemerintah daerah bekerja sama.
"Jangan biarkan yang di daerah-daerah ini bekerja secara parsial, sendiri-sendiri. Harus ada dukungan dari pemerintah provinsi," ucap Abdul.
Menurut Abdul, bangkitnya sektor pariwisata di Sulsel akan berdampak positif terhadap seluruh aspek ekonomi lainnya. Misalnya, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di sekitar ojek wisata, penyedia layanan jasa transportasi ke objek wisata, hingga tingkat hunian penginapan berbagai level. Namun semua tetap bergantung dengan seberapa cepat respons pemprov membantu daerah yang punya potensi pariwisata ikonik.
Selama pandemik, banyak masyarakat yang kondisi psikologinya terguncang. Masyarakat dibatasi ruang geraknya karena pemerintah khawatir dengan penyebaran COVID-19. Saat aturan dilonggarkan, di situlah sektor wisata mengambil peluang.
"Masyarakat stres karena COVID-19 ini jadi butuh hiburan pasti ke tempat wisata. Mereka akan mencari daerah yang punya objek pariwisata," kata Abdul.
Penulis:
(Masdalena, Sudiani, Riani Rahayu, Ashrawi Muin, Siti Umaiyah, Ardiansyah Fajar, Rehia Sebayang, Ayu Afria Ulita Ermalia, Daruwaskita, Fariz Fardianto, Debbie Sutrisno, Rohmah Mustaurida, Muhammad Iqbal, Ervan Masbanjar, Sahrul Ramadan, Lia Hutasoit)