Lebih lanjut dijelaskan Nurdado, awal Februari 2020 lalu, Pengadilan Negeri Makassar melalui paniteranya telah menerbitkan perintah eksekusi, agar tanah yang diklaim Hamzah, diserahkan kepada pemilik sah H Rahmat. "Tapi karena pandemik bulan dua itu, akhirnya sempat ditunda," ungkap Hamzah.
Barulah pada Sabtu, pekan lalu ekesekusi akhirnya dilakukan. Proses pembangunan dengan peletakan batako sebagai tanda sesuai dengan luas tanah pemilik sah, dilanjutkan. Kata Nurdado, proses eksekusi saat it melibatkan sejumlah pemangku kebijakan termasuk Bhabinsa dan Bhabinkamtibmas Kelurahan Kassi-kassi.
"Makanya kalau orang lihat sepintas persoalan ini miris. Tapi kalau tahu sebenarnya akar permasalahannya, Pak Hamzah ini memang agak keras kepala. Ini kan persoalan dasar, asas hukum kepemilikan yang sah atas tanah," ucap Nurdado.
Lebih lanjut katanya, H Rahmat bahkan berulang kali meminta bantuan ke aparat pemerintah setempat agar memediasi persoalan ini. Selaku pemangku kebijakan, dia berupaya memanggil Hamzah untuk dipertemukan dengan Rahmat agar ada jalan keluar.
Lebih dari tiga kali dipanggil hingga didatangi, Hamzah dianggap tidak kooperatif. Bahkan diakui Nurdado, dia dan beberapa petugas sempat mendapat kecaman dari Hamzah, istri anak dan menantunya saat hendak memediasi persoalan ini. "Padahal ini tujuannya baik. Dengan mediasi, pemilik tanah sah bisa memberikan kebijakan sama Pak Hamzah," imbuhnya.
Saat ini lanjut Nurdado, pihaknya sementara mengagendakan waktu yang tepat untuk mempertemukan Hamzah dan H Rahmat. Menyoal bangunan yang telah berdiri, tetap berjalan sesuai dengan perintah eksekusi pengadilan. Kata Nurdado lagi, Hamzah tetap bisa mengakses keluar masuk rumahnya karena masih ada setapak di belakang rumahnya yang tersisa.
"Masih ada itu jalan. Persoalannya itu jalan yang ada dia (Hamzah) klaim dan satukan juga bangunan rumahnya dengan tembok tetangganya. Jadi tertutup. Tapi secara hukum itu akses jalan karena dia merasa orang paling lama tinggal di situ, jadi dia mau kuasai," imbuhnya menyudahi.