Tim debat Telkom University di Liga Debat Mahasiswa 2025, Kamis (15/5/2025)/Istimewa
Muhammad Dwiva Arya Erlangga dari Telkom University membuka sesi debat dengan pernyataan dukungan terhadap kendaraan listrik sebagai solusi utama dalam menanggulangi polusi udara di kota-kota besar Indonesia. Menurut Dwiva, meski polusi udara juga disebabkan oleh sektor industri dan deforestasi, data menunjukkan bahwa kendaraan bermotor merupakan kontributor terbesar, khususnya di kota seperti Jakarta.
"Ini adalah cara yang sangat efektif untuk jangka panjang dan juga jangka pendek. Kenapa harus kendaraan listrik, sumber masalah udara bukan hanya dari kendaraan? Benar bahwa polusi udara bukan hanya berasal dari kendaraan melainkan juga dari industri ataupun sampah deforestasi," kata Dwiva.
Dia mengatakan kendaraan listrik merupakan solusi kunci dalam mereduksi polusi udara. Dia menyampaikan berdasarkan data dari Vital Statisik, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di Jakarta dengan menyumbang antara 32 hingga 57 persen dari total emisi.
"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik nasional, bahwa Jakarta memiliki 24,9 juta kendaraan bermotor di mana penduduknya hanya 11, 3 juta orang. Artinya, rata-rata satu orang memiliki lebih dari 1 kendaraan," kata Dwiva.
Tim Telkom memberikan dua solusi yakni jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, Dwiva mengatakan perlu kebijakan yang tegas dalam menghadapi polusi udara. Salah satunya adalah pembatasan kendaraan berbasis emisi saat indeks kualitas udara (AQI) melebihi angka 100.
"Ini mirip dengan sistem ganjil genap di mana air qualitiy indeksnya di atas 100 itu tidak boleh lagi ada kendaraan listrik yang jalan di jalanan di mana ini bakalan dilakukan weekly atau mingguan. Jadi jika dalam minggu itu, rata-rata udah buruk, mereka tidak boleh lagi pakai," kata Dwiva.
Jika masyarakat belum punya kendaraan listrik, tim Telkom mengusulkan opsi lain. Pertama, masyarakat dapat menggunakan transportasi umum yang tidak terlalu banyak menyumbang polusi udara atau bersepeda dan berjalan kaki. Dwiva mengatakan hal ini akan berefek langsung pada menurunnya karbon monoksida beberapa minggu.
"Untuk jangka panjang, di mana 5-10 tahun ke depan, kota-kota besar di Indonesia, dapat memberikan kebijakan ekstrem di mana tidak boleh ada lagi kendaraan non listrik dijual," katanya.