TSM Makassar Anggap Fenomena Rojali-Rohana Sebagai Peluang Branding

- Fenomena Rojali dan Rohana menjadi peluang branding
- Manajemen mal mengandalkan promosi dan konten digital untuk dorong transaksi
- Seimbangkan kebutuhan tenant dan pengalaman pengunjung untuk peluang branding jangka panjang
Makassar, IDN Times - Suasana Trans Studio Mall (TSM) Makassar pada akhir pekan tampak ramai. Sabtu (23/8/2025), tampak para pengunjung memadati area fashion, kafe, hingga spot foto yang instagramable.
Belakangan, tidak semua keramaian di pusat perbelanjaan seperti mal berujung transaksi. Fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) justru semakin sering terlihat di pusat perbelanjaan modern.
Manajemen TSM memandang tren ini bukan ancaman, melainkan peluang. Public Relations Executive TSM Makassar, Rizky Maulidiana Haris, menjelaskan jumlah pengunjung dalam dua hingga tiga tahun terakhir cenderung stabil dan menunjukkan tren positif.
Menurutnya, mal kini tidak lagi dipandang sebatas ruang belanja. Pihaknya melihat memang ada pergeseran fungsi mal, tidak hanya sebagai pusat perbelanjaan tetapi juga sebagai destinasi gaya hidup, hiburan, dan rekreasi sosial.
"Hal ini justru memperluas peran mal sebagai ruang publik modern yang bisa memenuhi kebutuhan belanja sekaligus pengalaman bersosialisasi," kata Rizky kepada IDN Times.
1. Jadi peluang, bukan tantangan

Fenomena tersebut, kata Rizky, sebenarnya menjadi bagian dari dinamika perilaku konsumen urban saat ini. Dia menilai kehadiran pengunjung yang hanya jalan-jalan tetap membawa nilai tambah.
Menurut Rizky, pengunjung yang hanya berjalan-jalan tetap memberi nilai tambah karena menghadirkan keramaian sekaligus eksposur bagi tenant.
Pengunjung yang hanya berjalan-jalan tetap dianggap memberi dampak positif. Kehadiran mereka menciptakan keramaian yang menambah traffic sekaligus memberi eksposur bagi tenant.
"Justru dari interaksi awal itulah potensi transaksi terbentuk. Kami bersama tenant lebih melihatnya sebagai peluang, bukan sekadar tantangan," kata Rizky.
2. Andalkan promosi dan konten digital untuk dorong transaksi

Untuk mendorong konversi pengunjung menjadi pembeli, manajemen mal menyiapkan strategi berlapis. Program promosi tematik digelar secara rutin, termasuk kolaborasi dengan tenant untuk menghadirkan penawaran khusus.
Media sosial juga dimanfaatkan, terutama TikTok dan Instagram, untuk memperluas jangkauan. Melalui media sosial, manajemen TSM menciptakan konten kreatif yang tidak hanya mengundang orang datang, tetapi juga memberikan alasan untuk berbelanja.
"Dengan begitu, experience offline dan exposure online bisa berjalan beriringan," kata Rizky.
3. Seimbangkan kebutuhan tenant dan pengalaman pengunjung

Manajemen TSM berperan sebagai jembatan yang menyelaraskan kepentingan tenant dengan harapan pengunjung. Tenant mengutamakan traffic dan omzet, sedangkan pengunjung lebih mencari pengalaman yang meninggalkan kesan.
"Karena itu, setiap program dan event yang kami jalankan selalu dirancang untuk memberi dampak ganda yaitu meningkatkan transaksi tenant sekaligus menghadirkan pengalaman sosial yang menyenangkan bagi pengunjung," kata Rizky.
4. Peluang branding jangka panjang

Manajemen TSM menilai fenomena Rojali dan Rohana tidak semata-mata menjadi beban bagi tenant. Perilaku itu justru dipandang sebagai bagian dari perubahan pola konsumsi generasi muda yang lebih menekankan pengalaman dan interaksi sosial dibanding belanja konvensional.
Perilaku konsumen yang terus berubah mendorong manajemen TSM untuk berinovasi secara berkelanjutan. Inovasi itu mencakup penyediaan program belanja sekaligus ruang rekreasi sosial yang sesuai dengan gaya hidup urban.
"Kami memandang fenomena ini lebih sebagai peluang branding jangka panjang. Anak muda datang untuk mencari experience, bersosialisasi, dan membagikan momen di media sosial. Itu berarti tenant mendapatkan exposure yang lebih luas," kata Rizky.