Suasana di dalam Teman Bus yang beroperasi di Makassar. (IDN Times/Asrhawi Muin)
Nur Syarif Ramadhan (32), seorang difabel netra sekaligus Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) Sulawesi Selatan, mengungkapkan sulitnya menggunakan transportasi publik di Makassar. Petepete, angkutan kota yang menjadi andalan banyak orang, sama sekali tidak mempertimbangkan aksesibilitas bagi penyandang difabel.
"Saya harus hafal bahwa naik petepete itu melangkah dua kali. Tapi kalau untuk teman-teman yang pakai kursi roda atau punya disabilitas lain, itu hampir mustahil," katanya saat ditemui di sela kegiatan yang diselenggarakan World Resources Institute (WRI) Indonesia di Hyatt Place, Jalan Sudirman, Rabu (19/2/2025).
Upaya menghadirkan transportasi publik yang lebih inklusif sebenarnya sudah ada, seperti layanan Teman Bus yang menyediakan beberapa unit bus ramah disabilitas. Namun, jumlahnya masih terlalu sedikit.
Bahkan kini, jumlah armadanya semakin berkurang seiring dengan ditutupnya sejumlah koridor. Kini hanya tersisa satu koridor. Akibatnya, banyak difabel terpaksa mencari alternatif lain, seperti transportasi online atau meminta bantuan teman untuk bepergian.Belum lagi dengan masalah kemacetan yang mengganggu.
Syarif akan menyiasati jadwal bepergiannya untuk mengantisipasi kemacetan. Biasanya dia akan berangkat lebih awal agar tidak terlalu lama terjebak macet.
"Jadi dalam beberapa kegiatan, biasanya kami siasati saja, kalau diperkirakan ketika naik transportasi umum dan di jam-jam segitu bakalan macet, kita akan mengalokasikan waktu 2 atau 3 jam sebelumnya berangkat dari awal atau pakai transportasi alternatif seperti ojek online, yang sebenarnya itu bukan transportasi publik, tapi ya itu biasanya cukup-cukup membantu," kata Syarif.
Namun, bukan hanya kelompok difabel yang merasa kesulitan. Shasa (27), seorang pengguna kendaraan pribadi, mengaku ingin beralih ke transportasi umum, tetapi belum menemukan opsi yang nyaman dan bisa diandalkan.
"Saya pengguna kendaraan pribadi karena transportasi publik di Kota Makassar sangat belum memadai. Bahkan sangat buruk, bukannya membantu masyarakat tapi malah menyusahkan," keluhnya.
Dia pernah menunggu Teman Bus selama berjam-jam di halte yang ternyata sudah tidak beroperasi. Tidak ada penyampaian di aplikasi bahwa halte yang disinggahinya sudah tidak beroperasi. Alhasil, banyak armada Teman Bus yang lewat namun tidak singgah di halte tersebut. Pada akhirnya, dia tetap mengakses taksi online.
"Bahkan di aplikasi, tertera titik halte penjemputan dan pengangkutan penumpang, padahal kenyataannya halte tersebut tutup atau tidak beroperasi. Saya sebagai penumpang waktu itu sudah menunggu berjam-jam, bahkan Teman Bus lewat hampir sekitar 10 unit, tapi tidak ada yang singgah. Ternyata, karena haltenya tidak beroperasi dan kejadiannya malam hari," kata Shasa.
Padahal menurutnya, Teman Bus termasuk moda transportasi yang aman dan nyaman. Sayangnya, hal itu tidak dibarengi dengan informasi yang memadai perihal jadwal dan lokasi operasional Teman Bus.
"Saya tertarik mau coba karena saya salah satu orang yang sangat mau menggunakan transportasi umum. Karena saat ini Kota Makassar mulai banyak titik-titik macet. Jadi supaya tidak capek di jalan, lebih baik sepertinya naik transportasi umum," katanya.
Iin Nurfahraeni (37), seorang pekerja yang harus berpindah tempat dalam sehari, juga mengandalkan transportasi alternatif seperti ojol dan taksi online karena kepraktisannya. Meski lebih mahal, efisiensinya jauh lebih baik dibandingkan harus bergantung pada transportasi umum yang sering kali tidak tepat waktu.
"Transportasi publik satu kekurangannya, yaitu dari waktu. Kalau mau ke mana-mana rempong karena biasanya lama menunggu pete-pete," kata Iin.
Iin selama ini memang menggunakan ojek online sebagai moda transportasi untuk mendukung mobilitasnya sebagai pekerja. Kadang dia juga menggunakan taksi online maupun bajaj tergantung kebutuhan. Namun sebenarnya bukan tidak ada transportasi publik di daerah tempat tinggalnya. Hanya saja, perlu berjalan jauh untuk mengakses pete-pete, sedangkan transportasi alternatif bisa langsung menjemputnya di luar rumah.
"Kalau dibilang terbatas bukan juga karena ada pete-pete, cuma bukan jalur yang langsung sampai tujuan. Jadi harus pakai transportasi alternatif," kata Iin.