Transportasi Alternatif di Makassar, Solusi atau Masalah Baru?

- Makassar menghadapi tantangan mobilitas sehari-hari, minimnya transportasi publik yang layak, dan keterbatasan akses bagi penyandang difabel
- Bajaj berbasis aplikasi menjadi alternatif baru di tengah ketidakefektifan sistem transportasi umum
- Jumlah pengguna angkutan umum mengalami penurunan drastis dalam satu dekade terakhir, buruknya frekuensi layanan, kenyamanan yang rendah, dan kurangnya rute yang memadai
Makassar, IDN Times - Masyarakat Makassar, Sulawesi Selatan, masih menghadapi tantangan dalam mobilitas sehari-hari. Kemacetan yang semakin parah, minimnya transportasi publik yang layak, serta keterbatasan akses bagi kelompok tertentu, seperti penyandang difabel, membuat banyak orang beralih ke transportasi alternatif.
Moda transportasi di Kota Daeng ini terus mengalami perubahan. Salah satu fenomena teranyar yang menarik perhatian adalah menjamurnya bajaj berbasis aplikasi yang kini semakin marak beroperasi di jalanan kota. Transportasi roda tiga ini menjadi pilihan baru bagi masyarakat yang mencari alternatif di tengah ketidakefektifan sistem transportasi umum yang ada.
Bajaj memang tergolong moda transportasi yang cukup baru di Makassar. Berbeda dengan angkutan kota seperti petepete yang sudah lama menjadi bagian dari sistem transportasi Makassar, bajaj hadir dengan pendekatan berbasis teknologi melalui aplikasi ride-hailing. Kehadirannya disambut antusias oleh sebagian warga, terutama karena tarifnya yang lebih terjangkau dibandingkan taksi online.
Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa bajaj justru akan menambah masalah transportasi yang sudah ada di Makassar. Kota ini sedang menghadapi tantangan akibat dominasi kendaraan pribadi, kepadatan lalu lintas, dan rendahnya minat masyarakat terhadap transportasi umum. Maka tak heran jika transportasi alernatif seperti bajaj, taksi online maupun ojek online kini menjadi salah satu pilihan utama warga Kota Makassar.
1. Dilema pengguna transportasi publik

Nur Syarif Ramadhan (32), seorang difabel netra sekaligus Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) Sulawesi Selatan, mengungkapkan sulitnya menggunakan transportasi publik di Makassar. Petepete, angkutan kota yang menjadi andalan banyak orang, sama sekali tidak mempertimbangkan aksesibilitas bagi penyandang difabel.
"Saya harus hafal bahwa naik petepete itu melangkah dua kali. Tapi kalau untuk teman-teman yang pakai kursi roda atau punya disabilitas lain, itu hampir mustahil," katanya saat ditemui di sela kegiatan yang diselenggarakan World Resources Institute (WRI) Indonesia di Hyatt Place, Jalan Sudirman, Rabu (19/2/2025).
Upaya menghadirkan transportasi publik yang lebih inklusif sebenarnya sudah ada, seperti layanan Teman Bus yang menyediakan beberapa unit bus ramah disabilitas. Namun, jumlahnya masih terlalu sedikit.
Bahkan kini, jumlah armadanya semakin berkurang seiring dengan ditutupnya sejumlah koridor. Kini hanya tersisa satu koridor. Akibatnya, banyak difabel terpaksa mencari alternatif lain, seperti transportasi online atau meminta bantuan teman untuk bepergian.Belum lagi dengan masalah kemacetan yang mengganggu.
Syarif akan menyiasati jadwal bepergiannya untuk mengantisipasi kemacetan. Biasanya dia akan berangkat lebih awal agar tidak terlalu lama terjebak macet.
"Jadi dalam beberapa kegiatan, biasanya kami siasati saja, kalau diperkirakan ketika naik transportasi umum dan di jam-jam segitu bakalan macet, kita akan mengalokasikan waktu 2 atau 3 jam sebelumnya berangkat dari awal atau pakai transportasi alternatif seperti ojek online, yang sebenarnya itu bukan transportasi publik, tapi ya itu biasanya cukup-cukup membantu," kata Syarif.
Namun, bukan hanya kelompok difabel yang merasa kesulitan. Shasa (27), seorang pengguna kendaraan pribadi, mengaku ingin beralih ke transportasi umum, tetapi belum menemukan opsi yang nyaman dan bisa diandalkan.
"Saya pengguna kendaraan pribadi karena transportasi publik di Kota Makassar sangat belum memadai. Bahkan sangat buruk, bukannya membantu masyarakat tapi malah menyusahkan," keluhnya.
Dia pernah menunggu Teman Bus selama berjam-jam di halte yang ternyata sudah tidak beroperasi. Tidak ada penyampaian di aplikasi bahwa halte yang disinggahinya sudah tidak beroperasi. Alhasil, banyak armada Teman Bus yang lewat namun tidak singgah di halte tersebut. Pada akhirnya, dia tetap mengakses taksi online.
"Bahkan di aplikasi, tertera titik halte penjemputan dan pengangkutan penumpang, padahal kenyataannya halte tersebut tutup atau tidak beroperasi. Saya sebagai penumpang waktu itu sudah menunggu berjam-jam, bahkan Teman Bus lewat hampir sekitar 10 unit, tapi tidak ada yang singgah. Ternyata, karena haltenya tidak beroperasi dan kejadiannya malam hari," kata Shasa.
Padahal menurutnya, Teman Bus termasuk moda transportasi yang aman dan nyaman. Sayangnya, hal itu tidak dibarengi dengan informasi yang memadai perihal jadwal dan lokasi operasional Teman Bus.
"Saya tertarik mau coba karena saya salah satu orang yang sangat mau menggunakan transportasi umum. Karena saat ini Kota Makassar mulai banyak titik-titik macet. Jadi supaya tidak capek di jalan, lebih baik sepertinya naik transportasi umum," katanya.
Iin Nurfahraeni (37), seorang pekerja yang harus berpindah tempat dalam sehari, juga mengandalkan transportasi alternatif seperti ojol dan taksi online karena kepraktisannya. Meski lebih mahal, efisiensinya jauh lebih baik dibandingkan harus bergantung pada transportasi umum yang sering kali tidak tepat waktu.
"Transportasi publik satu kekurangannya, yaitu dari waktu. Kalau mau ke mana-mana rempong karena biasanya lama menunggu pete-pete," kata Iin.
Iin selama ini memang menggunakan ojek online sebagai moda transportasi untuk mendukung mobilitasnya sebagai pekerja. Kadang dia juga menggunakan taksi online maupun bajaj tergantung kebutuhan. Namun sebenarnya bukan tidak ada transportasi publik di daerah tempat tinggalnya. Hanya saja, perlu berjalan jauh untuk mengakses pete-pete, sedangkan transportasi alternatif bisa langsung menjemputnya di luar rumah.
"Kalau dibilang terbatas bukan juga karena ada pete-pete, cuma bukan jalur yang langsung sampai tujuan. Jadi harus pakai transportasi alternatif," kata Iin.
2. Transportasi publik yang belum menjadi primadona

Meskipun berbagai upaya telah digalakkan untuk meningkatkan sistem transportasi umum, penggunaan moda ini di Makassar masih sangat rendah. Berdasarkan data dari Universitas Hasanuddin (2024), jumlah pengguna angkutan umum mengalami penurunan drastis dalam satu dekade terakhir dari sekitar 18 persen menjadi kurang dari 5 persen. Salah satu faktor penyebabnya adalah buruknya frekuensi layanan, kenyamanan yang rendah, dan kurangnya rute yang memadai.
Data dari Dinas Perhubungan Kota Makassar juga menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen pengguna angkutan umum merasa tidak puas dengan layanan yang ada. Bahkan, program revitalisasi angkutan umum, termasuk desain usulan Buy The Service (BTS) untuk meningkatkan layanan transportasi publik, belum berjalan optimal.
Sementara itu, ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi justru semakin tinggi. Dari total penduduk Kota Makassar yang mencapai 1,47 juta jiwa, jumlah kendaraan yang beroperasi mencapai 2,09 juta unit atau sekitar 38,56 persen dari total kendaraan di Sulawesi Selatan. Dari angka tersebut, 75 persen pergerakan penduduk masih didominasi oleh kendaraan roda dua.
Kemacetan menjadi masalah yang semakin mengkhawatirkan di Kota Makassar. Berdasarkan kajian UNHAS (2024), kemacetan di jalan-jalan utama kota ini menyebabkan kerugian ekonomi yang mencapai Rp21 miliar per hari.
Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab kemacetan, antara lain pilihan mobilitas masyarakat yang masih didominasi kendaraan pribadi, volume kendaraan yang terus meningkat hingga kapasitas jalan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan kendaraan.
3. Makassar darurat transportasi publik

Jusman, Kepala Bidang Angkutan dan Prasarana Dinas Perhubungan Kota Makassar, mengakui bahwa transportasi publik di kota ini jauh dari kata ideal. Dengan luas wilayah yang tertutupi transportasi umum hanya sekitar 2,5 persen, Makassar jauh tertinggal dibandingkan kota lain seperti Semarang (25 persen) atau Jakarta (92 persen).
"Kalau dikatakan Makassar ini darurat transportasi publik, itu kami bisa terima karena luas wilayah yang tercover dengan angkutan umum hanya sekitar 2,5 persen. Untuk target seperti Semarang 25 persen, kalau kita berkiblat kota dunia seperti Singapura 50 persen tidak usah keluar negeri," kata Jusman.
Agar pilihan-pilihan itu bisa diintervensi oleh pemerintah, kata Jusman, dibutuhkan beberapa elemen penting. Di antaranya yakni kebijakan, pembangunan infrastruktur, taat hukum, dan literasi.
Namun masalah lainnya yakni kemacetan. Belum juga ada pengurangan jumlah kendaraan pribadi, tidak ada penambahan transportasi publik, malah muncul lagi transportasi alternatif seperti bajaj.
Terkait hal ini, Jusman menjelaskan bahwa jika dikurasikan dengan jumlah kendaraan termasuk jenis moda transportasi termasuk bajaj, maka angkutan online itu tumbuh sangat signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini.
"Oleh karena itu, seharusnya ada kebijakan pembatasan kendaraan. Pembatasan kendaraan itu bisa dalam bentuk misalnya pemberlakuan zona kapasitas jumlah kendaraan yang akan berada di daerah ini, atau misalnya pembatasan kendaraan yang melebihi setelah hasil pemeriksaan karbon, melewati ambang batas itu yang akan kita kurangi," kata Jusman.
Kendati demikian, semua opsi pembatasan kendaraan bisa saja menjadi pilihan yang telah dikoordinasikan menjadi keputusan pimpinan. Berdasarkan data-data tersebut, hal itu juga bisa menjadi pertimbangan pimpinan.
Jusman mengatakan masalah kemacetan dan transportasi ini butuh kebijakan strategis pembatasan. Kemudian, butuh kebijakan strategis pengadaan angkutan umum hingga rute-rute transportasi umum yang bisa menjangkau wilayah-wilayah yang meng-cover dengan target sampai 25 persen dari tahun pertama sampai tahun ketiga.
"Karena sekarang ini menjadi pilihan masyarakat ojol karena angkutan umum ini tidak terjangkau di wilayah daerah pengembangan bisnis. Kalau misalnya ini menjadi opsi bisa saja kita khususkan tahapan-tahapan misalnya mulai dulu dari UMKM, ini untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang lebih profesif," kata Jusman.
4. Kebijakan saja tidak cukup tapi butuh pemimpin yang kuat

Akan tetapi, kebijakan saja tidak cukup. Pengamat Transportasi Universitas Hasanuddin, Lucky Caroles, menekankan bahwa kepemimpinan yang kuat adalah kunci utama. Dia mencontohkan pemerintah Jakarta yang belajar ke Brasil dan setelah pulang langsung mengeksekusinya. Kondisi ini berbeda dengan di Makassar yang seakan tidak ada action.
Dia menyebut kebijakan transportasi di Makassar tidak jelas. Belum ada perda yang benar-benar mengatur. Ditambah lagi tidak ada penegakan hukum sehingga angkutan seperti bajaj yang seharusnya hanya di jalan kecil bisa masuk ke kota.
"Artinya apa? Kita tidak care sebenarnya. Pemimpin kita tidak care. Orang-orang kita tidak care. Kenapa? Dianggap masyarakat itu seperti biasanya begini 'ah kita bisa survive, bisa kita usahakan sendiri," kata Lucky.
Menurutnya, Makassar belum punya penegakan hukum yang kuat untuk transportasi alternatif ini. Itulah sebabnya bajaj bisa bebas masuk di Makassar. Padahal, bajaj sebenarnya hanya boleh beroperasi di jalan kelas tiga yakni semacam kompelks perumahan atau pemukiman warga.
"Tapi kenapa dia bisa masuk di kota? Karena ada celah. Tidak ditindaklanjuti. Akhirnya semua bisa masuk," kata Lucky.
Dia juga menyoroti buruknya perencanaan tata ruang di Makassar yang menyebabkan kemacetan semakin parah. Kawasan industri, bisnis, dan permukiman tidak diatur dengan baik, sehingga pergerakan masyarakat tidak terkontrol.
"Tiba-tiba ini mix area. Apa yang terjadi? Jam-jam tertentu macet. Orang mau ke sana semua. Terus tiba-tiba ada macet di sana. Jadi tata ruang juga kita ada tapi tidak ada penegakan hukum," kata Lucky.
Selanjutnya, dia menilai sistem politik yang bermasalah. Kebijakan yang ada masih dipengaruhi faktor politik. Beda pemimpin, beda pula kebijaknya. Belum lagi jika pimpinan eksekutif dan legislatif berada dalam partai yang sama. Hal ini akan berpengaruh pula pada penganggaran. Lucky menekankan harus ada evaluasi terus-menerus dan social experience di masyarakat.
"Kita belum peduli. Pemimpin kita belum peduli. Pernah dengan no viral no justice? Dikasih viral dulu lalu dapat keadilan. Kita tidak. Kita kasih viral saja dulu, media punya itu, dengan berbagai cara supaya ada action," kata Lucky.
5. Transportasi alternatif, solusi atau sementara?

Di tengah keterbatasan transportasi umum, tampaknya cukup wajar apabila masyarakat akhirnya beralih ke transportasi alternatif seperti ojol, taksi online, dan bentor. Meski lebih mahal, banyak yang merasa ini adalah satu-satunya pilihan yang masuk akal.
Namun, menurut Muhammad Heikal Rizaldi, selaku Green Infrastructure Finance Specialist dari World Resources Institute (WRI) Indonesia, transportasi alternatif bukanlah solusi jangka panjang.
"Masalah utamanya ada pada perencanaan kawasan. Kalau penataan kota dilakukan dengan baik, sistem transportasi yang tepat bisa didesain dari awal. Kalau tidak, ya akhirnya yang terjadi seperti sekarang, macet di mana-mana, dan masyarakat harus cari cara sendiri," jelasnya.
Dia mencontohkan Bali sebagai kawasan yang berhasil mengembangkan transportasi berdasarkan kebutuhan utama, yaitu pariwisata. Hal serupa bisa diterapkan di Makassar dengan fokus pada daerah bisnis dan kawasan pendidikan.
"Transportasi itu kan dimulai dari kawasannya, pembangkitnya apa, daerahnya. Misalkan kalau di Bali, tadi sebagai kawasan pariwisata. Penariknya adalah di situ, dari satu tempat ke tempat lain adalah pariwisatanya, sehingga orang bergerak menuju ke sana," kata Heikal.
Dia menilai perlu adanya intervensi di pernataan kawasan terlebih dahulu. Hal itu, kata dia, akan jauh lebih baik dengan mendesain sistem transportasi berdasarkan kawasannya.
"Makanya saya coba bicaranya di Sumba Opu atau daerah-daerah situ ya, Losari, sampai di paling bawah itu kan ada benteng gitu kan ya. Nah, bagaimana kalau misalkan kawasan tersebut itu dibuat jadi kawasan yang nyaman untuk kejalan kaki, nyaman untuk memang tempat wisata juga, karena tarikannya banyak gitu sehingga daerah di sana jadi diprioritaskan untuk transportasi publik kendaraan, umumnya dibatasi," kata Heikal.