Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto saat konferensi pers penetapan tersangka kericuhan dan pembakaran DPRD Makassar dan DPRD Sulsel, Kamis (4/9/2025). IDN Times/Darsil Yahya
Setiadi mengaku hanya tersangka yang di bawah umur yang mungkin bisa mendapatkan opsi restorative justice. Mereka diprioritaskan mendapatkan Restorative Justice (RJ) karena ada landasan hukum dan pertimbangannya yaitu Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) UU No. 11 Tahun 2012.
"Mungkin di bawah umur, ada (tersangka) yang 12 tahun, terus juga ada yang hanya sifatnya melempar, itu nanti mungkin kita lihat (pertimbangkan) juga," tuturnya.
Menurut Setiadi, dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), memang ada syarat-syarat khusus sesuai UU SPPA, dan melibatkan beberapa lembaga.
"Jadi ada dilakukan di BAPAS.(Balai Pemasyarakatan) terus juga Mensos (Kementerian Sosial)," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah mendorong penyelesaian perkara melalui jalur restorative justice selama masih memenuhi syarat.
Menurutnya, meski belum ada undang-undang khusus, mekanisme ini telah diatur melalui Peraturan Kapolri, Jaksa Agung, hingga Mahkamah Agung.
"Kita sedapat mungkin menyelesaikan perkara lewat restorative justice. Tapi kalau tidak memenuhi syarat, maka proses hukum tetap kita lanjutkan. Apalagi jika perkaranya berat, seperti penjarahan, pembakaran, atau menimbulkan korban jiwa," kata Yusril saat mengunjungi rumah tahanan Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) Polda Sulawesi Selatan, Rabu (10/9/2025).