Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
-
Wahbah (85), lansia di Makassar yang dipaksa datang ke Kelurahan demi bantuan sembako. (Dok.IDN Times)

Makassar, IDN Times - Bagi masyarakat kurang mampu atau miskin, bantuan sembako dari pemerintah merupakan sesuatu yang sangat berarti. Sembako itu bisa membuat dapurnya tetap mengepul serta digunakan untuk menyambung hidup di tengah kondisi serba kekurangan.

Namun, tak sedikit warga mengeluh, bukan karena sembakonya, melainkan proses administrasinya yang ribet dan kaku. Bahkan warga terkadang harus bolak-balik ke kantor camat atau kelurahan untuk mendapatkan sekantong sembako. Bahkan, warga yang namanya tercatat sebagai penerima bantuan, harus datang langsung mengambil bantuan tersebut, tak bisa diwakili. Padahal tak semua penerima bantuan kondisinya sehat.

Seperti yang dialami seorang nenek berusia 85 bernama Wahbah di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam kondisi yang sudah sulit berjalan dan hanya bisa terbaring di kasur, ia terpaksa digendong kerabatnya keluar dari rumah lalu diangkut menggunakan becak motor (bentor) ke kantor kecamatan demi mendapatkan bantuan sembako.

1. Potret buramnya pelayanan publik

Wahbah (85) lansia di Makassar yang dipaksa datang ke Kelurahan demi sambako (Dok.IDN Times)

Kasus yang dialami nenek Wahbah viral usai dibagikan pengguna media sosial. Lansia yang tinggal di gang sempit dan luas rumahnya hanya kurang lebih 3x8 meter persegi di Jalan Inspeksi Kanal Monginsidi Baru, Kecamatan Makassar, salah satu potret buram pelayanan sosial yang kaku dan minim empati.

Peristiwa ini, menjadi ironi tersendiri atas slogan "pemerintah adalah pelayanan masyakat". Sebab sama sekali pemerintah tidak hadir untuk melihat langsung nenek Wahbah, apa betul ia bisa diwakili mengambil sembako atau tidak. Kasus nenek yang usainya nyaris seabad ini, salah satu potret buram dan kakunya pelayanan pemerintah terhadap warganya.

2. Keluarga geram terhadap sikap pemerintah setempat

Wahbah (85) lansia di Makassar yang dipaksa datang ke Kelurahan demi sambako (Dok.IDN Times)

Ditemui awak media di rumahnya, Selasa malam (16/12/2025), Wahbah hanya terbaring di kasur yang diletakkan di lantai rumahnya. Tepat di sampingnya ada putranya, Ahmad (56) dan menantunya, Emmi (65).

Emmi menceritakan bahwa mertuanya terpaksa di bawa langsung ke kantor kelurahan karena sudah geram dengan sikap pihak kelurahan yang enggan memberikan bantuan sembako jika hanya diwakili.

“Sudah beberapa kali adik saya, tetangga, dan warga di sini datang membawa KTP mamakku, tapi tetap ditolak. Alasannya tidak bisa diwakili untuk ambil sembako,” kata Emmi.

Ia mengaku dirinya juga sempat mendatangi kantor kelurahan untuk mewakili sang nenek. Namun, jawaban yang diterima tetap sama.

“Saya tanya, kenapa tidak bisa diwakilkan? Tetangga sudah datang bawa KTP, tapi tidak dikasih. Petugas bilang harus yang bersangkutan langsung. Padahal orangnya baru keluar rumah sakit dan sudah tidak bisa jalan,” ungkapnya.

3. Sembako langsung diberikan saat Wahbah datang

Wahbah (85) lansia di Makassar yang dipaksa datang ke Kelurahan demi sambako (Dok.IDN Times).

Meski kondisi nenek Wahbah telah dijelaskan, petugas kelurahan justru kembali mempertanyakan dokumen kartu keluarga (KK) yang dianggap bermasalah. “Semua orang Insyaallah bisa beli beras. Ini bukan soal mampu atau tidak, tapi ini hak orang tua. Kasihan, sudah tidak bisa jalan tapi tetap disuruh datang. Katanya KK-nya bermasalah,” beber Emmi.

Karena mengikuti aturan tersebut, warga sekitar akhirnya berinisiatif membawa nenek Wahbah ke kantor kelurahan meski hujan turun deras. Dengan menggunakan bentor, lansia itu dibawa agar bisa mengambil haknya.

“Masyarakat di sini sudah kompak, karena lihat kelurahan tidak beres, akhirnya ibu kami dibawa naik bentor,” ujar Emmi.

Sesampainya di kantor kelurahan, bantuan sembako berupa dua karung beras dengan total 20 kilogram dan empat liter minyak goreng langsung diserahkan kepada nenek Wahbah. Emmi menambahkan, setelah kejadian itu, lurah setempat baru menyampaikan rencana untuk berkunjung ke rumah nenek Wahbah.

“Pak lurah bilang mau berkunjung. Saya bilang, sudah heboh begini baru mau datang. Orang sakit sudah dipaksa datang karena tidak dipercaya,” kata dia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team