Sulsel Hadapi Kendala Lahan untuk Pembangunan Sekolah Rakyat Permanen

Makassar, IDN Times - Upaya pembangunan Sekolah Rakyat permanen di Sulawesi Selatan (Sulsel) masih terkendala kesiapan lahan di sejumlah daerah. Kepala Dinas Sosial Sulsel, Abdul Malik Faisal, menjelaskan beberapa faktor yang membuat proses pengusulan terhambat, mulai dari kondisi lahan yang tidak memenuhi syarat hingga persoalan administrasi hibah.
Di beberapa kabupaten, lahan yang diusulkan berada di lokasi yang sulit dijangkau atau tidak memiliki fasilitas dasar seperti jaringan listrik. Enrekang menjadi salah satu contoh daerah yang terkendala infrastruktur pendukung. Di sisi lain, sejumlah usulan tidak lolos karena status tanah bukan milik pemerintah daerah, seperti di Bantaeng dan Maros.
"Ada juga lokasi lahan yang terpencil, sulit diakses dan kepala daerah belum membuat penyataan komitmen untuk membuat akses jalan seperti Wajo," kata Malik, Sabtu (5/7/2025).
1. Lahan yang dibutuhkan harus seluas 7,6 hektare

Tidak sedikit pula daerah terlambat mengajukan usulan, seperti Selayar, Luwu Utara, dan Luwu Timur. Sementara di kota besar seperti Makassar dan Parepare, keterbatasan lahan menjadi tantangan tersendiri karena sulit menemukan lahan seluas 7,6 hektare sesuai kebutuhan pembangunan Sekolah Rakyat.
Luas lahan minimal ditetapkan 7,6 hektare lantaran di dalamnya akan dibangun SD, SMP, SMA, asrama putra-putri, lapangan sepak bola, serta fasilitas olahraga lainnya. Malik menjelaskan luas tersebut juga harus dihibahkan ke pemerintah pusat agar konstruksi dapat dibiayai sepenuhnya melalui APBN.
"Anggarannya 1 sekolah itu Rp200 miliar semua bersumber dari APBN, tidak ada APBD," kata Malik.
2. Beberapa daerah belum ajukan lahan sama sekali

Beberapa daerah seperti Jeneponto, Toraja Utara, Pinrang, Gowa, dan Palopo hingga kini belum mengajukan usulan sama sekali. Di Tana Toraja, lahan yang diusulkan justru di bawah 5 hektare sehingga tidak sesuai ketentuan. Persyaratan administrasi berupa pernyataan hibah juga masih banyak yang belum dilengkapi.
Semua usulan yang belum memenuhi syarat sementara tertunda karena daerah-daerah harus bersaing satu sama lain. Beberapa pemerintah daerah juga belum melengkapi pernyataan hibah, padahal lahan harus dihibahkan ke pemerintah pusat agar bisa dibangun infrastruktur di atasnya.
"Tapi tidak ada di batasnya karena rebutan kan. Sekarang kabupaten kota ditambah provinsi ada kurang lebih 550 di Indonesia. Sekarang Pak Presiden targetkan satu tahun itu 100 sekolah. Artinya siapa yang cepat, siapa yang tepat, siapa yang benar, dia yang diperlukan," katanya.
3. Ada 9 lahan yang berpeluang lolos

Meski begitu, Malik optimistis 9 kabupaten di Sulsel berpeluang lolos pengusulan lahan untuk bangunan permanen Sekolah Rakyat. Daerah tersebut Soppeng, Luwu Utara, Barru, Luwu Timur, Selayar, Pangkep, Sinjai, Luwu, dan Bulukumba.
Pemprov Sulsel melalui Badan Keuangan dan Aset Daerah telah menyiapkan 7 lokasi alternatif di Bone, Enrekang, Luwu Utara, hingga Bulukumba. Namun, sebagian lokasi dinilai masih jauh dari pusat permukiman dan akses jalannya belum memadai.
"Mudah-mudahan bisa masuk tahap kedua. Karena ini jadi persoalan, kalau umpamanya tidak dibangunkan permanen, nanti tahun depan dimana anak-anak ini mau disekolahkan. Karena tahun depan kan harus dia direlokasi ke bangunan baru," katanya.
Di Sulsel, total ada 15 Sekolah Rakyat yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota dengan kapasitas 1.750 siswa untuk tahun ajaran 2025-2026. Sekolah Rakyat ini masih memanfaatkan bangunan semetara yang difaslitasi oleh Kementerian Sosial dan beberapa Pemda.