Makassar, IDN Times - DPR RI menghapus Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Prolegnas Prioritas 2020 pada 30 Juni 2020 lalu. Pembahasan sulit dan proses lobi dengan seluruh fraksi yang sering berujung buntu jadi alasan utama. Keadaan serupa juga terjadi saat wakil rakyat membahas kemudian mengesahkan UU Pornografi pada 2008 silam.
Sejumlah kelompok mulai menyuarakan keraguan atas kinerja DPR. Dua aturan baru ini berpotensi kian merugikan perempuan korban pelecehan seksual, serta mengikis upaya menciptakan sistem perlindungan.
Berangkat dari situasi ini, Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK) dan organisasi nirlaba Internews menggelar diskusi webinar bertajuk "Sulitnya DPR Membahas Penghapusan Kekerasan Seksual Secara Serius" pada Senin (13/7/2020).
Andy Yetriani, Ketua Komnas Perempuan, meminta masyarakat tak lantas terbagi menjadi kelompok yang saling bertentangan pendapat perihal RUU PKS. Namun di sisi lain, menariknya ke ranah moralitas dikhawatirkan bakal membuat perempuan kian tenggelam dalam situasi yang tak menguntungkan. Hal sama juga berlaku untuk UU Pornografi.