PJ Wali Kota Makassar Prof Rudy Djamaluddin usai memimpin apel bersama di pelataran Pelabuhan Paotere, Makassar. IDN Times/Pemkot Makassar
Terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Haswandy Andy Mas mengatakan, rencana kewajiban suket bebas COVID-19 cenderung tidak jelas dan tidak masuk akal. Dia menyebut rencana itu tidak sesuai dan tidak tepat konteks dalam pencegahan COVID-19.
"Kita lihat dulu tujuannya, apakah untuk mencegah agar virus menyebar. Sementara episentrum virus ini kalau di Sulsel di Makassar. Nah, logika idelanya, seharusnya yang menerapkan itu adalah daerah-daerah lain bukan Kota Makassar. Karena disini itu episentrum," Haswandy menerangkan.
Selain itu, Haswandy menilai prosedur atau mekanisme mendapatkan suket bebas COVID-19 juga belum jelas. Termasuk, misalnya, siapa yang terlibat dan pihak mana yang bertanggung jawab jika program itu tidak sesuai target. Di sisi lain, potensi manipulasi data dan menjadikannya lahan bisnis baru juga cukup besar.
"Mau melindungi warganya, tapi di sisi lain warga lainnya terbebani. Jadi memang tidak nyambung. Tidak ada gunanya itu barang (kebijakan), tidak ilmiah, tidak berbasis pengetahuan. Apalagi kalau ini berbayar, seharusnya pemerintah menanggung semua beban warga," katanya.