Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pres conferece FSPMI DPW Gorontalo, Elias/IDN Times

Gorontalo, IDN Times - Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja direspons berbagai penolakan di Tanah Air. Salah satunya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Gorontalo.

FSPMI yang berafiliasi langsung dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menyatakan sikap dengan tegas menolak UU Ciptaker. Menurut mereka pengesahan UU Ciptaker oleh DPR RI terkesan sangat dipaksakan.

“Hari ini kami menyatakan sikap menolak UU Omnibus Law," kata Meyske Abdullah selaku Ketua FSPMI DPW Gorontalo, pada konferensi pers Kamis petang (8/10/2020).

Meyske menyatakan serikat pekerja meminta Pemerintah mencabut undang-undang omnibus law kontroversial itu. Jika permintaan tidak ditanggapi, serikat pekerja bakal mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

“Tetap kami akan melakukan perlawanan terhadap Undang-undang Omnibus Law, karena serikat pekerja, serikat buruh sejak awal rancangan undang-undang ini tidak pernah dilibatkan. Dilibatkan pun ketika saat memberontak di mana-mana ” kata Meyske.

1. Beberapa poin yang menjadi sorotan FSPMI

Meyske Abdullah, Ketua FSPMI DPW Gorontalo, Elias/IDN Times

Meyske menerangkan, FSPMI menilai beberapa poin UU Ciptaker merugikan pekerja buruh. Pertama, pesangon yang dikurangi dari 32 kali atau 32 bulan upah menjadi 25 kali.

“Dengan rincian 19 bulan dibayar oleh pengusaha dan 6 bulan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Bagaimana BPJS Ketenagakerjaan memiliki dana untuk membayar ini, sementara aturan ini tidak dijelaskan di UU omnibus law,” Meyske menerangkan.

Meyske juga menyoroti upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral, yang menyisakan upah minimum provinsi (UMP).

"Sementara UMK-pun akan diberlakukan dengan syarat yang diatur pemerintah," sebut Meyske.

2. Eksploitasi jam kerja dikritik

Editorial Team

EditorElias

Tonton lebih seru di