Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sidang lanjutan dugaan suap dan gratifikasi mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah di PN Tipikor Makassar/Istimewa

Makassar, IDN Times - Sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur atas terdakwa mantan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah dan eks Sekretaris PUPR Sulsel, Edy Ramat, digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu (29/9/2021).

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima saksi. Masing-masing adalah Yusman Yusuf, Karyawan PT Karya Pare Sejahtera, Robert Wijoyo, pemilik PT Gangking Raya dan CV Michaella, Yohanes Tyos, pengusaha penjual Jetski, Yusuf Rombe, Direktur Kurnia Jaya Karya, Petrus Yalim, Direktur PT Putra Jaya, dan Andi Idar.

Jaksa mencecar Yusman Yusuf terkait pemberian uang Rp2,2 miliar kepada Syamsul Bahri, ajudan Nurdin Abdullah, pada pertengahan Februari 2021. Yusman sendiri adalah anak buah dari Feri Tanriady, bendahara DPW NasDem Sulsel yang pernah bersaksi dalam sidang terpidana penyuap Nurdin, Agung Sucipto.

"Itu hari, pak Syamsul datang ke rumah dan mencari pak Feri dia bilang orangnya pak Gubernur (Nurdin Abdullah), saya panggil pak Feri dan saya sampaikan, ada orang mau ketemu, jadi pak Feri sampaikan ya udah, suruh naik saja," kata Yusman.

1. Saksi sebut pernah berikan uang ke ajudan Nurdin Abdullah

Sidang lanjutan kasus dugaan suap Nurdin Abdullah di PN Tipikor Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

Yusman mengaku sempat mendengar percakapan antara bosnya dengan Syamsul Bahri. Dalam perbincangan itu, menurut Yusman, Syamsul meminta biaya operasional. Namum dia tak mengetahui maksud biaya yang diminta. "Jadi pak Feri sampaikan nanti saya usahakan," ungkapnya.

Yusman pun kemudian diperkenalkan oleh bosnya dengan Syamsul Bahri. Keduanya diminta untuk janjian bertemu dalam dua hari setelah pertemuan awal. Setelah ajudan meninggalkan rumah, Yusman diberikan uang sebanyak tiga kantok plastik dengan pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu. Dia menyebut angkanya sekitar Rp2,2 miliar.

"Setelah itu saya bawa ke kamar dan paginya saya pindahkan ke dos Indomie dan Aqua sebanyak dua dos. Dua hari kemudian Syamsul datang ke rumah di malam hari dan mencari saya, setelah itu saya ambilkan uang dan naikan di job belakang (mobil Syamsul)," ungkapnya.

2. Kontraktor bertemu Nurdin Abdullah di rujab untuk sumbangkan beras

Default Image IDN

Saksi lainnya, kontraktor Robert Wijoyo mengatakan, baru mengenal Nurdin Abdullah pada 2020. Pertemuan pertamanya karena keinginan Robert menyumbang beras sekitar 10 kilogram merk Tarone pada Desember 2020. Pertemuan pertama di rumah jabatan gubernur Jalan Sungai Tangka, Makassar.

"Tapi pak Nurdin bilang nanti ketemu ajudan. Pas keluar ketemu pak Syamsul jadi saya bilang ada titipan, jadi pak Syamsul bilang besoknya saja di sekitar Jalan Perintis (Tamalanrea, Kota Makassar)," ungkap Robert.

Keesokan harinya, sesuai janji sebelumnya, Robert kemudian menyuruh karyawannya untuk membawa dan menyerahkan beras tersebut ke Syamsul Bahri di sekitar Jalan Perintis Kemerdekaan. JPU sempat mempertanyakan ke saksi bahwa kenapa beras itu berubah jadi uang Rp1 miliar.

JPU merujuk dalam keterangan Syamsul Bahri dalam sidang sebelumnya. Robert mengaku heran karena yang dia berikan ke karyawannya untuk bertemu dengan Syamsul Bahri adalah beras 10 kg. Robert juga mengaku lupa siapa karyawannya saat itu. "Makanya saya juga bingung pak," ucapnya.

3. JPU agendakan panggil kembali ajudan Nurdin Abdullah sebagai saksi

Sidang lanjutan kasus suap Nurdin Abdullah di PN Tipikor Makassar. IDN Times/Sahrul Ramadan

JPU KPK, Siwandono merasa janggal mendengar keterangan saksi Robert Wijoyo. Menurutnya kesaksian Robert bertolak belakang dengan Syamsul Bahri soal beras dan uang.

Siswandono mengatakan, JPU belum dapat menyimpulkan kesaksian itu. Jaksa juga mengagendakan untuk memanggil kembali Syamsul Bahri. "Jadi kita akan nilai, dan itu akan kita tanyakan kembali pada Syamsul Bahri pada sidang berikutnya. Apakah dia (Robert) lupa atau pura-pura lupa," kata Siwandono usai persidangan.

Editorial Team