Makassar, IDN Times – Presiden Joko “Jokowi” Widodo menargetkan penyuntikan vaksin COVID-19 di Indonesia bisa dimulai pada akhir tahun 2020, atau setidaknya di awal 2021. Tapi Satuan Tugas Penanganan COVID-19 belum bisa memastikan jadwal vaksinasi karena itu sangat tergantung hasil uji klinis dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Saat meninjau simulasi pemberian vaksin COVID-19 di Puskesmas Tanah Sareal, Bogor, Jawa Barat, 18 November 2020 lalu, Jokowi menekankan soal pentingnya izin dari BPOM. Dia ingin keamanan vaksin diutamakan sebelum disuntikkan kepada masyarakat.
"Kaidah-kaidah scientific, kaidah-kaidah ilmiah ini juga saya sudah sampaikan wajib diikuti. Kita ingin keselamatan, keamanan masyarakat itu harus betul-betul diberikan tempat yang paling tinggi," kata Jokowi.
Di tengah penantian pemerintah terhadap ketersediaan vaksin, Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menggelar survei nasional tentang penerimaan vaksin COVID-19. Survei yang didukung UNICEF dan WHO itu berlangsung pada 19-30 September 2020 dengan melibatkan 115 ribu lebih orang dari 34 provinsi, serta 99 persen dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Menurut hasil survei yang dirilis pada 17 November 2020, dua pertiga atau sekitar 65 persen masyarakat Indonesia menyatakan bersedia menerima vaksin COVID-19 jika disediakan pemerintah. Delapan persen responden menyatakan menolak, sedangkan 27 persen sisanya ragu.
Survei merekam tingkat penerimaan responden yang berbeda-beda di setiap provinsi. Tingkat penerimaan vaksin tertinggi ada di wilayah Papua, Jawa, dan Kalimantan. Sedangkan tingkat penerimaan di Sumatera, Sulawesi, dan Maluku lebih rendah. Tingkat penerimaan tertinggi tercatat di Papua Barat, yakni 74 persen, sedangkan Aceh paling rendah (46 persen).
Ketua ITAGI Prof. Sri Rezeki S Hadinegoro, merujuk hasil survei, menyebut masyarakat Indonesia menerima dengan baik pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Sebab, umumnya masyarakat ingin pandemi segera berakhir.
“Masyarakat jelas bersedia untuk divaksinasi untuk memutuskan rantai penularan,” kata Sri Rezeki. “Namun kita harus memastikan bahwa vaksin terjangkau untuk semua orang, apa pun status ekonomi mereka, karena diperlukan cakupan imunisasi yang tinggi. Hal tersebut sangat penting untuk mencapai kekebalan kelompok,” ucapnya.
Survei Kemenkes dan ITAGI merekam tingkat penerimaan masyarakat terhadap vaksin lewat sejumlah variabel, seperti status ekonomi, keyakinan agama, status pendidikan, hingga kepemilikan asuransi. Tapi umumnya data hanya ditunjukkan lewat angka-angka dan grafis.
Karena itu, IDN Times bertanya secara acak ke sejumlah orang di berbagai daerah untuk memahami lebih dalam pandangan, persepsi, serta perhatian mereka tentang vaksinasi COVID-19. Mereka berasal dari beragam kalangan dan latar belakang. Berikut ini pendapat beragam orang, yang tidak semuanya yakin dengan rencana vaksinasi oleh pemerintah.