Daerah yang dilalui tiga sesar aktif tersebut, menurut Prof Adi, seharusnya menjadi fokus pengawasan oleh pemerintah di Sulawesi Selatan. Misal dengan membuat sistem peringatan darurat yang sangat berguna apabila bencana melanda daerah setempat. Begitupun dengan standar penanganan darurat saat terjadi bencana gempa.
Mitigasi bencana, kata dia, penting untuk dipahami oleh seluruh masyarakat, khususnya pemerintah agar dampak bencana bisa diminimalisasi. Baik dari kerugian material hingga korban jiwa.
Selain ancaman gempa bumi, Prof Adi menerangkan, Sulawesi Selatan juga dibayangi potensi banjir. Kata dia, hampir semua ibu kota kabupaten di Sulsel masuk dalam kategori rawan banjir. "Potensi banjirnya tinggi sampai dengan sangat tinggi," ucapnya.
Menurutnya, banjir terjadi bukan karena peningkatan intensitas hujan akibat anomali cuaca ekstrem. Katanya, hujan hanya menjadi pemicu. "Penyebab utama lainnya adalah alih fungsi lahan. Pertumbuhan akan kebutuhan lahan untuk pemukiman meningkat. Lahan yang seharusnya menjadi kawasan resapan air dijadikan pemukiman," ungkap Adi.
Penyebab lainnya menurut Prof Adi, seperti pembalakan hutan dan penebangan pohon di mana-mana. Eksploitasi alam besar-besaranlah yang kemudian menjadi penyebab utama sehingga bencana banjir kerap terjadi di Sulsel. "Jadi bukan kesalahan hujannya. Karena lagi-lagi itu adalah pemicu," tegasnya.