Tampak ojek motor melintasi jalan becek, satu-satunya akses jalan menuju Dusun Tumba, IDN Times/Elias
Tak usah membayangkan muluk-muluk tentang Dusun Tumba. Dusun itu tak berbeda jauh dengan daerah pedalaman lainnya di Indonesia: tertinggal dari aspek infrastruktur dan fasilitas umum.
Dusun Tumba berada di wilayah pegunungan dengan kondisi jalan tanah berliku dan banyak jurang. Tidak ada jalan beton atau beraspal. Butuh waktu 1 jam dengan ojek bertarif Rp50 ribu dari pusat Desa Tamaila Utara untuk menjangkau dusun. Tapi karena medan berat, ojek motor tidak akan mau melintas saat hujan.
Tia sendiri berjalan kaki menempuh jarak sekitar 5 kilometer selama satu jam dari rumah menuju ke sekolah. Dusun berupa wilayah pertanian dan perkebunan, dengan jarak antar rumah warga yang saling berjauhan. Tetangga terdekat bisa berjarak 1 kilometer atau lebih.
Setiap hari, Tia melalui medan terjal dan menanjak. Saat hujan, dia harus siap-siap terpeleset karena jalan berlumpur dan becek.
"1 Jam itu kalau jalan lambat dari rumah. Apalagi keadaan begini kalau hujan-hujan," katanya.
Tia bercerita, dulu dia mengajar bersama dua orang guru honorer lain. Tapi karena gaji kecil dan sekolah yang cukup jauh, dua rekannya tak lagi sanggup lagi bertahan.
“Di tahun 2012 itu mereka tidak lagi datang mengajar,” ucap Tia.
Dulu, kata Tia, tidak ada bangunan sekolah untuk memfasilitasi sekolah jauh. Aktivitas belajar mengajar pun digelar di sebuah masjid dusun. Sekitar tahun 2011, pemerintah baru membuat bangunan sekolah untuk murid-murid sekolah jauh.
Walaupun saat ini sudah ada bangunan sekolah, tak jarang murid-murid membolos sekolah. Kata Tia, itu karena masyarakat di Tumba mayoritas berprofesi sebagai petani di wilayah dataran rendah. Sehingga pada saat-saat tertentu orangtua murid mengajak anaknya bekerja.