Polda Sulsel Ungkap 3 Kasus Tipikor, 1 Bank BUMN Rugikan Negara Rp60 M

Intinya sih...
- Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan mengungkap 3 kasus tipikor dengan total kerugian negara Rp64,6 miliar.
- Kasus pertama adalah penyimpangan kredit modal kerja PT TKM dari BUMN, kedua penyalahgunaan dana hibah untuk rehabilitasi Masjid Nurul Dzikir, dan ketiga penyimpangan jual beli aset negara.
- Modus operandi pelaku meliputi pengajuan fasilitas kredit menggunakan dokumen palsu, pembangunan tidak sesuai naskah perjanjian hibah, dan menerbitkan surat pengantar pengurusan sertifikat yang tidak sesuai perjanjian.
Makassar, IDN Times - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), mengungkap tiga kasus perkara tindak pidana korupsi (tipikor) yang ditaksir total kerugian negara mencapai Rp64,6 miliar.
Kasus tipikor pertama yakni penyimpangan kredit modal kerja yang diterima oleh PT TKM dari salah satu Bank Plat Merah milik BUMN di Makassar dalam kurun waktu 2016 - 2018. Indikasi kerugian negara dari kasus itu mencapai Rp60.672.761.539.
Kedua, kasus tipikor penyalahgunaan dana bantuan hibah untuk proyek rehabilitasi Masjid Nurul Dzikir dari Sekretariat Daerah Kota Makassar tahun anggaran 2022. Indikasi total kerugian senilai Rp2.000.000.000.
Kasus tipikor ketiga yaitu penyimpangan jual beli aset negara, berupa tanah milik BUMN PT Kima kepada PT. PAJ, kerugian negara senilai Rp.2.611.034.400.
1. Gunakan dokumen palsu
Kapolda Sulsel, Irjen Pol Yudhiawan Wibisono menjelaskan, untuk kasus tipikor pertama modus operandinya yaitu, pelaku mengajukan fasilitas kredit menggunakan dokumen kontrak palsu dan mencairkan kredit menggunakan dokumen penagihan palsu.
"Serta mengalihkan pembayaran ke rekening bank lain selain yang disepakati dengan pemberi kredit," ucapnya kepada awak media di Kantor Polrestabes Makassar, Senin (4/11/2024).
Yudhi mengaku, kasus tipikor ini sudah dalam tahap penyidikan. Pihaknya belum menetapkan satu pun tersangka, karena masih menunggu hasil pemeriksaan serta perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Namun, sejauh ini sudah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, yaitu tiga orang dari pihak bank, tiga orang dari PT. ST, empat orang dari PT. TKM, dan juga ahli pengelolaan keuangan negara," ucapnya.
Dia juga menuturkan, penyidik bakal berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aset terduga pelaku dan upaya pengembalian kerugian negara. "Selain terhadap pelaku, juga tidak menutup kemungkinan untuk korporasi ditetapkan sebagai tersangka," tuturnya.
Adapun pasal yang disangkakan yakni; pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo. Pasal 18 UU no.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Kasus bantuan masjid
Sementara modus operandi untuk kasus tipikor penyalahgunaan dana bantuan hibah untuk proyek rehabilitasi Masjid Nurul Dzikir, Mantan Kapolda Sulut ini mengatakan, panitia tidak melaksanakan pembangunan sesuai dengan naskah perjanjian hibah daerah.
"Yang telah disepakati dengan bagian Kesra Kota Makassar dan membuat laporan pertanggungjawaban (Lpj) menggunakan nota-nota dan kuitansi fiktif, sehingga saat ini bangunan tersebut tidak aman difungsikan karena struktur bangunan tidak kokoh dan dikhawatirkan akan ambruk" bebernya.
Yudhi menyebut saksi-saksi yang telah diperiksa ada 26 orang diantaranya 10 orang panitia pembangunan, 6 orang tukang, 17 orang pemilik toko bangunan, 3 orang tim evaluasi dan verifikasi, serta ahli konstruksi.
"Pasal yang disangkakan, pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 atau pasal 9 UU no.31 tahun 1999 Slsebagaimana telah diubah dengan UU no.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat (1) Ke-1E KUHP," tandasnya.
3. Kemungkinan akan ada tersangka
Kemudian, lanjut Yudhi, untuk kasus tipikor penyimpangan jual beli aset negara, tanah milik BUMN PT KIMA kepada PT. PAJ, Direktur Utama PT. KIMA tahun 2007 diduga menyalahgunakan kewenangan karena menerbitkan surat pengantar pengurusan sertifikat ke BPN yang tidak sesuai perjanjian penggunaan tanah Industri (PPTI), sehingga mengakibatkan kerugian negara pada PT KIMA.
"Meskipun PT PAJ belum melunasi pembayaran ke PT KIMA," ujarnya.
Namun, kata Yudhi, dalam PPTI antara PT PAJ dan PT KIMA yang berbunyi SHGB diberikan jika pembayaran pihak pembeli telah lunas, dalam pelaksanaanya direktur PT PAJ belum melunasi pembayaran atas tanah yang dibeli dari PT KIMA.
"Direktur PT PAJ menggunakan surat pengantar mengurus sertifikat dari Dirut PT KIMA untuk memperoleh SHGB sehingga digunakan sebagai jaminan PT PAJ untuk mendapatkan kredit di Bank yang kemudian dilelang oleh Bank karena kredit PT PAJ macet," tuturnya.
Mantan Kapolrestabes Makassar ini menyebut pihaknya telah memeriksa 19 orang saksi dan 4 orang ahli diantaranya; ahli pidana, ahli keuangan negara, ahli pertanahan/tata ruang, dan Ahli BPK RI.
"Rencana tindak lanjut akan berkoordinasi dengan PPTK untuk menelusuri aset terduga dan juga pengembalian kerugian negara. Selain rerhadap pelaku juga tidak menutup kemungkinan untuk koorporasi ditetapkan sebagai tersangka," pungkasnya.
Adapun pasal yang disangkakan yaitu pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU no.31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU no.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.