Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)
Kuasa hukum para terdakwa, Sya'ban Sartono, menjelaskan akar masalah adalah sengketa tanah warisan yang tidak kunjung selesai. Keempat kliennya hanya berusaha mempertahankan hak waris.
“Mulanya ini adalah terkait sengketa hak dalam hak waris. Kemudian tiba-tiba ada omnya dari keempat terdakwa ini menjual tanah tersebut. Karena mereka melihat ada pembangunan pondasi, mereka cegat,” jelas Sya'ban.
Dalam insiden itu terjadi pengrusakan pondasi yang terekam video dan dilaporkan ke polisi pada 2021. Kasus sempat mereda sebelum tiba-tiba berlanjut tahun ini.
“Laporannya di 2021. Kasusnya kemudian tiba-tiba hening. Di 2025 dipanggil untuk diperiksa, dan langsung dilimpahkan tahap dua ke kejaksaan. Saat itu langsung ditahan. Mereka kaget, trauma. Bahkan Muliana pingsan dan tetap dipaksa dipapah masuk mobil tahanan,” paparnya.
Sya'ban menilai ada kejanggalan, karena masalah waris yang seharusnya perdata dipaksakan jadi pidana. Ia juga menyayangkan pengadilan belum menanggapi permohonan penangguhan penahanan demi kemanusiaan yang diajukan berulang kali, mengingat kondisi kritis Andi Supatma.
“Kami sudah meminta bahkan beberapa kali dan berulang kali di pengadilan untuk ditangguhkan atau dialihkan penahanannya menjadi tahanan kota, ada nyawa yang harus diselamatkan. Nenek ini tidak punya sandaran lain kecuali anaknya,”tutur Sya'ban.