Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Balai Kota Makassar. (IDN Times/Ashrawi Muin)
Balai Kota Makassar. (IDN Times/Ashrawi Muin)

Makassar, IDN Times — Pemerintah Kota Makassar memperkuat langkah konkrit dalam melindungi aset daerah dengan menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Kolaborasi ini diharapkan bisa mempercepat sertifikasi aset, menyelesaikan konflik agraria, dan meminimalisir klaim pihak luar terhadap lahan milik pemerintah.

Rapat koordinasi antara Pemkot Makassar dan BPN digelar di Balai Kota Makassar pada Senin (13/10/2025), dipimpin langsung oleh Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin dan dihadiri pejabat terkait, termasuk Staf Khusus Kementerian ATR/BPN Bidang Reforma Agraria, Rezka Oktoberia.

1. Baru sebagian kecil aset Pemkot bersertifikat

Pemkot Makassar dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). (Dok. Istimewa)

Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, Adri Virly Rachman, mengungkap bahwa dari ribuan aset milik Pemkot, hanya sebagian kecil yang telah bersertifikat. “Kalau melihat data permohonan yang masuk dari Pemerintah Kota Makassar, jumlahnya masih sekitar 20 hingga 30 bidang per tahun, padahal jumlah aset yang belum bersertifikat mencapai sekitar 4.000 bidang tanah,” ujarnya.

Menurut Adri, progres sertifikasi yang lambat memicu kebutuhan langkah terobosan agar tidak memakan waktu puluhan tahun. Ia menyebut bahwa proses sertifikasi seharusnya relatif mudah dan murah, dengan syarat dokumen dasar seperti bukti perolehan aset dan bukti penguasaan fisik lahan harus tersedia.

Pada tahun ini, dari 14 aset yang diajukan Pemkot untuk disertifikasi, delapan sudah selesai, lima masih direvisi, dan satu bidang menghadapi keberatan hukum. Adri mengimbau agar koordinasi antara Pemkot dan BPN ditingkatkan agar lebih banyak bidang dapat diajukan dalam program PTSL tahun mendatang.

2. GTRA wadah untuk mediasi konflik agraria

Ilustrasi sengketa lahan (IDN Times/Ervan)

Dalam rapat koordinasi tersebut juga dibahas penerapan Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP) sebagai upaya transparansi dan pencegahan manipulasi data pertanahan serta pajak daerah. Dengan SPLP, integrasi data antarinstansi seperti BPN, Bapenda, dan Diskominfo akan mempermudah validasi BPHTB secara digital. “Kami ingin penerimaan pajak dan transaksi pertanahan bisa berjalan akuntabel tanpa celah penyimpangan,” tegas Adri.

Selain itu, penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kota juga menjadi fokus penting. Adri menyebut bahwa BPN siap mendampingi Pemkot dalam proses sinkronisasi data dengan provinsi dan kementerian agar kebijakan pertanahan lebih terintegrasi.

GTRA yang akan diketuai oleh wali kota berfungsi sebagai wadah mediasi konflik agraria, penataan aset dan akses, serta penyelesaian sengketa sebelum harus dibawa ke ranah hukum. “Dengan GTRA, kita bisa memediasi kasus-kasus tersebut lebih dini. Ini penting agar tidak semua perkara harus diselesaikan di meja hijau,” terang Adri.

3. Sebanyak 2.291 bidang tanah tercatat atas nama pihak lain

Ilustrasi sertifikat tanah elektronik (IDN Times/Paulus Risang)

Kepala Dinas Pertanahan Kota Makassar, Sri Sulsilawati, mengungkapkan bahwa saat ini dari total 6.978 bidang tanah yang tercatat sebagai aset Pemkot, baru 2.743 bidang yang bersertifikat, dan hanya 452 bidang yang resmi atas nama Pemkot, sedangkan 2.291 bidang tercatat atas nama pihak lain. “Sementara belum bersertipikat 4.235 bidang, ini menjadi catatan penting dalam upaya pengamanan aset kita,” jelas Sri.

Sri menilai bahwa koordinasi erat dengan BPN menjadi sangat krusial karena hanya lembaga itu yang memiliki kewenangan menerbitkan sertifikat tanah secara legal. Tanpa kerja sama yang baik, upaya percepatan sertifikasi akan terus terhambat oleh tumpang tindih kepemilikan, status hukum lahan, hingga perbedaan data administratif.

Wali Kota Makassar direncanakan akan memimpin GTRA secara langsung, agar keputusan strategis dalam penataan aset dan penyelesaian sengketa bisa lebih cepat diambil dalam kerangka koordinasi antarinstansi. langkah ini memberi harapan agar aset-aset pemerintah yang rentan diklaim atau disengketakan bisa lebih terlindungi secara hukum dan administratif.

Editorial Team