Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Hotel Claro menyalakan lampu-lampu kamarnya membentuk lambang hati di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (19/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)
Hotel Claro di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (19/4/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Makassar, IDN Times - Okupansi hotel di Sulawesi Selatan diprediksi menurun tajam menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2025/2026. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga, menyebut pasar hotel di Makassar tidak didominasi wisatawan liburan sehingga periode tanpa aktivitas bisnis dan acara cenderung berujung pada penurunan tingkat hunian.

Anggiat menjelaskan dua minggu sebelum Natal menjadi fase krusial bagi industri perhotelan di Makassar. Pada periode tersebut, permintaan kamar berpotensi turun signifikan seiring berakhirnya aktivitas bisnis dan acara.

"Dipastikan occupancy dua minggu menjelang Natal bahwa hunian drop signifikan. Jika bisa tembus 35-37 persen, itu sudah luar biasa," kata Anggiat kepada IDN Times, Sabtu (6/12/2025).

1. Permintaan hotel bergantung pada korporasi, MICE, dan acara sosial

Ilustrasi hotel (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Anggiat menilai pasar perhotelan di Makassar dan sekitarnya bergantung pada dorongan aktivitas korporasi dan MICE pemerintahan. MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions) merujuk pada segmen pariwisata bisnis yang melibatkan pertemuan, perjalanan insentif perusahaan, konferensi, dan pameran.

Di industri perhotelan, MICE biasanya menjadi sumber pendapatan besar karena menyumbang okupansi kamar, pembelian paket meeting, konsumsi makanan-minuman, hingga penggunaan fasilitas ballroom dan ruang rapat, termasuk di Makasar. Selain itu, sosial event turut menjadi sumber permintaan penting yang menjaga keterisian kamar pada periode normal.

"Market Makassar itu bukan market yang liburan, tapi keterisian kamar dari sokongan kegiatan-kegiatan korporasi, MICE pemerintahan, dan acara sosial," katanya. 

Menurut Anggiat, aktivitas dari ketiga segmen tersebut biasanya berhenti pada pertengahan Desember. Kondisi itu memicu penurunan permintaan secara tiba-tiba dan berdampak langsung terhadap tingkat hunian hotel.

"Tiga besar penyokong ini di periode pertengahan Desember sudah sepi sekali hingga membuat okupansi langsung drop signifikan," katanya.

2. Korporasi, MICE, dan acara sosial berkontribusi hingga 50 persen

Ilustrasi hotel (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Anggiat kemudian menjelaskan besarnya peran segmen korporasi, MICE pemerintah, dan acara sosial dalam menjaga tingkat hunian hotel. Dalam kondisi normal, okupansi hotel di Makassar sangat bergantung pada permintaan dari ketiga segmen tersebut. 

"Ketiga segmen memberi kontribusi 40-50 persen terhadap keterisian kamar," katanya.

Dia menilai ketergantungan pada pasar yang sempit menghadirkan risiko bagi keberlangsungan bisnis perhotelan. Ketidakmampuan memperluas basis konsumen dapat membuat industri rentan terhadap perubahan permintaan.

"Kita harapkan segera fokus untuk diversifikasi pasar agar tidak terjadi ketergantungan," katanya.

3. Okupansi lumayan naik saat malam tahun baru tapi tren menurun

Ilustrasi hotel. (Dok. Kemenparekraf/IDN Times)

Meski begitu, Anggiat menyebut malam pergantian tahun masih menjadi pengecualian dalam pola penurunan permintaan kamar. Pada momen tersebut, hotel umumnya mencatat lonjakan hunian meski berlangsung singkat.

"Khusus di tanggal 31 Desember, umum hunian lumayan bagus, tapi pengalaman dua tahun terakhir makin sedikit masyarakat lakukan perayaan akhir tahun di hotel," ungkapnya. 

Situasi ini memunculkan tantangan bagi pengelola hotel dalam mengatur strategi penjualan. Mereka perlu merancang penawaran yang lebih menarik agar mampu memicu minat tamu di periode rendah.

"Ini menjadi tantangan tersendiri agar paket yang ditawarkan lebih menarik," kata  Anggiat.

Editorial Team