Bara-baraya Never Surender, petaka aksi yang menggambarkan semangat melawan keadilan selama 8 tahun. IDN Times/ Faisal Mustafa
Pada 13 Juni 2023, Pengadilan Negeri Kota Makassar menolak permohonan warga Bara-baraya untuk Peninjauan Kembali (PK) mengenai kepemilikan lahan. Ini bukan kali pertama. Sejak bergulir pada 2017, warga telah mengajukan gugatan sebanyak dua kali di tingkat banding. Namun gugatan itu dianulir. Warga pun mengajukan bantahan (derden verzet) ke PN Makassar, namun hakim memutuskan menolaknya.
Muhammad Ansar dari PBHI LBH Makassar, yang juga kuasa hukum warga Bara-baraya, menjelaskan bahwa upaya derden verzet ini dilakukan karena masih ada pihak yang belum digugat dalam perkara asal, sementara pihak tersebut memiliki alas hak. Alas hak yang dimiliki oleh pihak ketiga itu diperoleh dari orang tuanya yang sudah meninggal.
"Atas dasar itu, karena dia tidak dilibatkan atau tidak ditarik sebagai pihak dalam perkara asal, kita melakukan upaya derden verzet atau perlawanan pihak ketiga," kata Ansar dalam artikel IDN Times yang terbit pada 30 November 2023.
Dia mengatakan, perkara asal sebenarnya sudah inkrah. Namun ada permohonan untuk eksekusi lahan. Permohonan eksekusi itu jelas dianggap akan merugikan pihak ketiga sehingga warga melakukan upaya derden verzet. Tetapi putusan di PN tingkat pertama untuk upaya derden verzet dinyatakan ditolak. Kemudian warga mengajukan banding dan lagi-lagi ditolak. Warga pun ingin supaya perkara ini ditinjau ulang.
"Posisi terakhirnya kami sudah melakukan pendaftaran terhadap peninjauan kembali (PK) atas putusan itu. Jadi yang kita minta adalah kalau misalnya PK-nya itu diterima, maka permohonan eksekusi tersebut tidak bisa dilaksanakan," kata Ansar.
Dia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendampingi warga supaya tanahnya tidak dirampas. Setidaknya kata Ansar, harus ada keadilan dalam kasus ini.
"Sampai saat ini dari jalur litigasi, kita akan tetap melakukan upaya sampai dengan warga menemukan keadilan jalur hukum," katanya.
Di luar upaya hukum, warga juga beberapa kali menggeruduk kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar. Warga meminta agar warkat tanah yang berkaitan dengan sertifikat nomor 4 perkara itu dibuka. Sertifikat nomor 4 merupakan hak milik. Warga menduga sertifikat itu sudah terpecah sehingga harus dilihat kedudukannya. Namun tak ada jawaban dari BPN.
Padahal, kata Ansar, sertifikat nomor 4 itulah yang dijadikan bukti dari penggugat Nurdin Daeng Nombong dalam perkara asal. Warga menduga bahwa sertifikat tersebut itu adalah sertifikat siluman.
"Makanya kita datangi lembaga yang mengeluarkan sertifikat itu. Kita mendesak BPN membuka warkat tanahnya. Karena di situ kita akan membuka semua kejelasannya seperti apa. Apakah tanah tersebut model warisan atau terpecah. Karena ada proses jual beli," katanya.