Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
PMI ilegal asal Sulawesi Utara yang mengaku ditipu perusahaan online scamming di Kamboja. Dok. Relawan Kemanusiaan Kamboja

Intinya sih...

  • 17 PMI ilegal asal Sulut terjerat perusahaan penipuan daring di Kamboja
  • Direkrut melalui Facebook dengan iming-iming gaji fantastis dan kerja santai
  • Keluarga korban akan dipulangkan secara mandiri, pemerintah menyosialisasikan ciri-ciri TPPO

Manado, IDN Times - Lagi-lagi warga negara Indonesia (WNI) asal Sulawesi Utara terjerat tipuan perusahaan online scamming (penipuan daring) di Kamboja. Meski kasus sudah berulang hingga banyak yang meninggal dunia, mereka seakan tak jera. 

Kini sebanyak 17 pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal asal Sulut meminta bantuan pemerintah. Relawan Kemanusiaan Kamboja, Christie Saerang, mengatakan bahwa 17 orang tersebut masih bertahan di Kamboja. 

Bahkan, mereka berkumpul di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh. "Yang masih ada uang akan ambil penginapan murah, tetapi yang tidak ada uang tidur di jalan," kata Christie, Senin (3/3/2025).

1. Tawarkan kripto dan saham

Ilustrasi aset kripto. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Menurut Christie, para PMI ilegal tersebut tak tahu jika bakal dipekerjakan di perusahaan penipuan daring. Mereka hanya direkrut oleh agen lokal melalui Facebook yang mengimingi gaji fantastis namun kerja santai.

Selain itu, korban tak perlu keluar biaya dan tenaga untuk mengurus administrasi keberangkatan. Nyatanya sesampainya di Poipet, Kamboja, PMI ilegal tersebut dipekerjakan untuk menipu dengan menawarkan kripto dan saham.

Jika tak mencapai target perusahaan, mereka disiksa dengan cara dipukul hingga disetrum. "Cara kerjanya membuat akun sebanyak mungkin dan menyamar sebagai cewek cantik untuk menarik korban," tambahnya.

2. Pemulangan mandiri

Video yang diduga penyiksaan oleh perusahaan online scamming terhadap pekerjanya di Kamboja. Dok. Relawan Kemanusiaan Kamboja

Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sulut, Hendra Makalalag, membenarkan kasus ini. Ia menyatakan sebagian PMI ilegal asal Sulut telah pulang, namun sebagian lagi masih di Kamboja.

"Tapi mereka relatif aman. Karena banyak sekali WNI jadi korban, sebagian di luar karena Kantor KBRI tidak bisa tampung semuanya," jelas Hendra.

Para korban akan dipulangkan secara mandiri. Keluarga korban akan dihubungi supaya mencari biaya untuk pemulangan. Ia juga kembali memperingatkan warga Sulut agar tak mudah tergiur iming-iming pekerjaan mudah, proses administrasi mudah, dan gaji besar yang menjadi ciri-ciri utama tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

3. Pro dan kontra di masyarakat

Sejumlah PMI ilegal asal Sulawesi Utara yang menunggu di depan KBRI di Phnom Penh, Kamboja. Dok. Relawan Kemanusiaan Kamboja

Di masyarakat Sulut sendiri, isu ini rupanya menuai pro dan kontra. Warga asal Kabupaten Minahasa Utara, Grace, sangsi para korban benar-benar tidak tahu jika akan dipekerjakan di sektor penipuan. Masalahnya, kasus sudah berulang bahkan sampai ada yang meninggal dunia, dan viral di media sosial. 

Bahkan pemerintah pun sudah berkali-kali menyosialisasikan ciri-ciri TPPO. Grace sendiri pada sekitar tahun 2017 mendapati tetangganya yang merupakan pasangan suami istri berangkat ke Kamboja untuk bekerja di perusahaan penipuan.

"Tapi karena tidak capai target sang suami disiksa hingga meninggal dunia. Dia (tetangganya) pulang (ke Sulut) bersama jenazah suami. Mirisnya beberapa hari kemudian yang perempuan sudah berangkat lagi ke Kamboja bersama orang lain," terangnya.

Menurutnya, harus ada efek jera bagi WNI yang melanggar aturan. Selain itu, petugas bandara bisa memperketat pengawasan terhadap WNI yang hendak ke Kamboja. "Harus dicek betul-betul ke Kamboja tujuannya apa, liburan atau ngapain. Lalu di sana pun harus ada kerja sama untuk memantau WNI," tambah Grace.

Editorial Team

EditorSavi